Kedua kelas ini mempunyai aspirasi politik yang berbeda, kaum borjuis akan lebih menginginkan aturan hukum yang melindungi properti miliknya daripada kepentingan demokrasi.
Sementara kaum proletariat juga tidak bisa menjadi leading force untuk demokrasi, karena keterbatasan sumber daya materil, organisasional, dan tidak ada motivasi untuk kepentingan politik, mereka cenderung mementingkan kepentingan ekonomi, seperti mengingikan keadilan dalam kekayaan, produksi, dan menghilangkan kepemilikan privat.
Oleh karena itu, kelas proletar mempunyai kemungkinan untuk lebih mudah dipengaruhi oleh ideologi-ideologi ekstrim dan mempunyai orientasi terhadap kepemimpinan otoriter
Lalu siapa yang mempunyai peran penting dalam demokratisasi?
Mulai muncul istilah middle class atau kelas menengah yang dianggap penting dalam proses demokratisasi.
Di sini saya lebih memilih mengidentifikasi berdasarkan aspirasi politiknya, sebab apabila dari segi pendapatan, tiap-tiap negara mempunyai GDP dan biaya hidup atau tingkat konsumsi yang berbeda-beda.
Kelas menengah mempunyai aspirasi politik supaya pemerintah tidak mengancam aset dan hak-hak mereka. Namun, tidak seperti borjuis, kelas menengah mempunyai keterbatasan kemampuan dalam melindungi hak atau propertinya, sehingga mereka rentan terhadap politik.
Maka dari itu, kelas menengah sangat bergantung pada institusi demokrasi seperti popular election dalam pemilihan pemimpin, menginginkan adanya pembatasan kekuasaan negara, serta perlindungan konstitusional hak individu dan properti mereka dari berbagai ancaman, hal ini membuat sistem demokrasi menjadi tujuan kelas menengah.
Aristoteles mendefinisikan kelas menengah dengan mengatakan bahwa:
“A government which is composed of the middle class more nearly approximates to democracy than to oligarchy, and is the safest of the imperfect forms of government”