Bentuk komentar "kurang baik" lainnya dapat dilihat di media sosial yang mempublikasikan atau membahas berita ini juga. Miris melihatnya
Beberapa analogi negatif warganet atau masyarakat terhadap transgender yang saya dapat dari kolom komentar, di antaranya:
- Transgender dikonotasikan sebagai tanda akhir zaman
- Transgender dianggap sebagai kelompok yang harus dibasmi
- Transgender dianggap sebagai sumber kehancuran negara
Perlakuan terhadap transgender memang masih jauh dari kata "baik" di Indonesia. Banyak pelecehan hingga kekerasan yang harus dihadapi, sebagai contoh ada kasus pembunuhan transgender juga secara sadis di Cilincing dan bentuk kekerasan lainnya juga bisa dilihat di dokumen milik Arus Pelangi. Menurut Arus Pelangi, setidaknya selama 12 tahun (2006-2018) terdapat 1840 kasus persekusi terhadap kaum LGBT, termasuk transgender di dalamnya.Â
Tak sedikit juga kalau kita melihat di acara-acara televisi atau talkshow, transgender (maaf) dianggap sebagai hiburan atau pelampiasan cemooh saja. Jarang yang mengulik kisahnya atau setidaknya kasih si transgender ini cerita pengalamannya atau hal-hal yang ingin disampaikan.Â
Deretan komentar dan tindakan tersebut menjadi gambaran dan kenyataan situasi yang dihadapi transgender saat ini atau mungkin (masih) di masa yang akan datang. Masyarakat masih sulit untuk menerima kalau transgender itu  butuh dihargai dan dipenuhi hak-haknya.
2. Sulit Mendapatkan Data Transgender hingga Biaya Pengadilan
Saya akui tindakan yang dilakukan oleh Kemendagri ini menjadi sebuah kemajuan dalam menjamin hak dasar warga negara. Namun, tantangan yang harus dihadapi adalah sulitnya mendata transgender. Hal ini disebabkan karena transgender masih ingin merahasiakan identitasnya. Perasaan takut jelas ada tentunya terhadap keluarga dan warga apabila mengakui sebagai transgender. Apalagi kalau berkaca pada reaksi-reaksi di atas terhadap transgender
Tidak hanya terkait data, namun juga biaya. Transgender masih sulit untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dan tentu menjadi beban untuk membayar biaya pengadilan. Sejauh yang saya cari, biaya pengadilan untuk mengganti nama itu sekitar 200 ribu lebih untuk mengadakan sidang dan sidang ulang jika sidang pertama tidak berhasil. Belum lagi dengan misal dibutuhkan pengacara, saksi dari rumah sakit, dan lain-lain. Itu baru urusan ganti nama, nanti transgender harus menghadapi lagi sidang pengadilan urusan perubahan jenis kelamin.
3. Perlakuan Saat Proses Pembuatan KTP
Kementerian Dalam Negeri harus benar-benar memastikan bahwa proses pembuatan KTP ini tidak ada perlakuan diskriminatif dan perlakukan menganggu transgender, seperti:
- Pemaksaan dalam memilih jenis kelamin.
- Cemooh atau pertanyaan yang mengarah pada pelecehan seksual atau preferensi si pemohon.
- Gestur-gestur yang menunjukkan keengganan untuk melayani keperluan si pemohon.
- Perbedaan perlakuan dalam mengurus dokumen si pemohon, misal si transgender lebih lama prosesnya dibandingkan lainnya.
Sebagai penutup:
People are People
Baca juga tentang European Super League Pemikiran "Los Galacticos" dalam Ide Kontroversi European Super League