Mohon tunggu...
Giovani Yudha
Giovani Yudha Mohon Tunggu... Freelancer - Gio

Sarjana HI yang berusaha untuk tidak jadi Bundaran

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kisah Film Pendek "Tenang" dan Sosok Bapak Rumah Tangga

29 April 2021   12:26 Diperbarui: 29 April 2021   22:50 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak aktif di gereja sebagai prodiakon - Sumber: Facebook.com/Antonius Padua

Jujur, saya paling "ngga bisa" menyaksikan, membaca, atau mendengar kisah apapun yang berkaitan dengan orangtua. Mau itu tentang ibu ataupun bapak, setiap saya melakukannya pasti perasaan auto-sedih dan air mata mengalir sendirinya. 

Kehadiran sosok orangtua memang begitu bermakna untuk saya (atau mungkin kita semuanya juga). Bagi saya, mereka tidak hanya sebagai sosok yang melahirkan tapi juga membesarkan dan mengarahkan sampai sejauh ini. 

Bicara tentang sosok bapak, kemarin YouTube saya memberikan rekomendasi untuk menonton film pendek berjudul "Tenang" karya Yandi Laurens yang dibawakan dengan lagu karya Yura Yunita.

Teknologi dan algoritmanya sekarang serem ya bisa tau jalan pikiran kita. Saya juga bingung kok YouTube kasih rekomendasi ini. Tapi sepertinya ini gara-gara saya hobi nonton film pendek di YouTube dan The Voice Kids Indonesia saat Faith nyanyi lagu "Tenang"

Saya pun diliputi rasa penasaran dan karena suka dengan lagunya ditambah tampilan luarnya ada sosok aktor ternama Ringgo Agus Rahman. Tanpa ragu langsung saya klik. 


Film pendek selama 7 menit 36 detik ini menceritakan tentang Agus, diperankan oleh Ringgo Agus Rahman, mengalami mimpi buruk. 

Agus bermimpi sedang merayakan ulang tahun masa kecilnya di ruang tamu bersama bapak dan ibunya. Namun, seketika terjadi suatu hal yang membuat bingung Agus. 

Saat ayahnya mengucapkan sesuatu, ia tidak bisa mendengar apa-apa selain suara ibunya. Agus kecil pun merasa takut dan sedih dengan hal yang menimpanya.

Setelah mimpi itu, Agus terbangun dan berbincang dengan istrinya yang diperankan oleh partner akrabnya di dunia perfilman, Nirina Zubir. 

Agus menceritakan kembali mimpinya kalau ia bertemu alm.arhum bapak tapi tidak bisa mendengar suara bapak. Agus pun bingung dan bertanya kepada istrinya 

Screenshot akun YouTube Yura Yunita
Screenshot akun YouTube Yura Yunita

"aku kok ga bisa inget suara bapak gimana ya?"

Agus pun berusaha untuk mengingat-ingat lagi suara sosok bapaknya itu. Ia mencoba mengambil sejenis "rekaman kuno" yang diyakini mampu membuatnya teringat kembali suara bapak. Tapi nahas, saat dicoba untuk disetel kembali, rekaman tersebut tidak berbunyi apa-apa. 

Belum menyerah, Agus mengunjungi ke tempat sejenis reparasi elektronik yang diharapkan bisa mengembalikan suara rekaman tersebut. Melihat kondisinya, pemilik reparasi pun mengeluh tapi tetap mengusahakan untuk mengembalikan suaranya.

Selama proses perbaikan berhari-hari, digambarkan dalam video bagaimana sosok Agus sebagai ayah dalam keluarga. Perasaan sedih tidak membuatnya hilang perhatian terhadap istri dan anaknya. Kehangatan tetap diberikan.

Setelah berhari-hari, Agus kembali ke tempat reparasi dan menanyakan bagaimana hasilnya. Dengan berat hati, si pemilik pun menjelaskan kalau video dalam rekaman hanya bisa diselamatkan selama 10 detik akibat kondisinya yang "sudah parah".

Agus pun kaget dan sedih mendengar hal itu, namun ia hanya bisa legowo karena yang terpenting adalah bisa kembali mengingat suara ayahnya. Sampainya di rumah, bersama istri dan anaknya, Agus menyetel rekaman 10 detik tersebut dan tampak bapaknya sedang duduk seraya berkata, "bisa gus?"

Terus-menerus diulang hingga Agus meneteskan air mata. Akhirnya, ia bisa kembali ingat suara bapaknya.

Alur ceritanya lebih menyentuh daripada yang saya ceritakan ditambah ada suara merdu dari Yura Yunita. Jadi, tonton juga videonya ya!

Film pendek ini menginspirasi saya untuk menulis artikel tentang bapak saya sebagai bapak rumah tangga

Puji Tuhan, saat ini bapak saya masih bisa menemani di dunia. Sulit membayangkan bagaimana kalau tidak. Wong saya kalau datang ke pemakaman ayah dari teman/kerabat/saudara, sayanya juga ikut sedih banget. Tanpa bapak, bingung saya ke depannya gimana.

Bapak saya saat ini bekerja sebagai bapak rumah tangga. Sebelumnya, bapak pernah menjabat sebagai tim lapangan untuk bantuan sosial di salah satu rumah sakit ternama Jakarta dan di bidang advertising salah satu agensi. 

Saya tidak tau secara lengkap kenapa bapak berhenti berkarier, tapi pernah sedikit ibu bercerita kalau atasan bapak memperlakukannya secara tidak adil. Dari situ, bapak sepertinya mengalami trauma ditambah umurnya tidak muda lagi, ijazah SMA, dan harus bersaing dengan milenial sarjana. Keputusan bulat, bapak berhenti berkarier.

Memutuskan sebagai bapak rumah tangga tentunya tidak mudah dan merupakan keputusan kontroversial karena ada tiga stereotip utama yang berkembang:

  • Menjadi bapak rumah tangga bukan keputusan populer di kalangan keluarga besar, apalagi dari keluarga istri/ibu. Bayangin aja siapa sih yang mau hidup bersama dengan lelaki tidak berpenghasilan? Pasti ada kekhawatiran hal ini memicu ketidakharmonisan rumah tangga dan berdampak negatif ke ibu, seperti misalnya ada KDRT, terlilit hutang hingga perceraian. Masa depan anak pun juga dipertanyakan.
  • Dalam budaya patriarki yang menyelimuti negeri ini, bapak rumah tangga adalah jabatan anomali. Wong perempuan berkarier saja masih susah diterima apalagi bapak rumah tangga. Mengutip dari Mojok, betul sekali ada anggapan bahwa bapak rumah tangga itu tidak sayang keluarga, tidak bertanggung jawab, dan tidak tahu diri. 
  • Sosok bapak atau lelaki sering dianggap tidak mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik. Ada kekhawatiran, kalau bapak di rumah malah jadi berantakkan dan anak tidak terurus dengan baik. 

Ketiga stereotip tersebut ya bisa jadi ada benarnya, balik lagi ke sosok bapaknya seperti apa. Tapi untungnya bapak saya bisa mematahkan tiga stereotip dengan melakukan 3M (bukan protokol kesehatan):

Mengingat, Memahami, dan Membuktikan

Foto keluarga tahun 2010 di Ganjuran, Yogyakarta - Sumber: Facebook.com/Rafael Harmono (Bapak saya)
Foto keluarga tahun 2010 di Ganjuran, Yogyakarta - Sumber: Facebook.com/Rafael Harmono (Bapak saya)
Saya yakin keluarga saya bisa utuh sampai saat ini karena bapak mengingat akan janji pernikahannya. Dalam tradisi Katolik, pernikahan disakralkan dengan mengucapkan janji dihadapan Tuhan, Pastur, Keluarga, dan Umat yang hadir. Buat yang belum tau, isi janjinya tuh secara garis besar seperti ini:

"Di hadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, maka saya (menyebutkan nama), dengan niat yang suci dan ikhlas hati telah memilihmu (menyebutkan nama pasangan) menjadi suami/istri saya. Saya berjanji untuk selalu setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan juga sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan juga menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada saya dan akan mendidik mereka secara Katolik. Demikian janji saya demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan selalu menolong saya."

Terlepas karena perceraian Katolik yang rumit banget, Bapak ingat akan janjinya untuk setia dan mempertahankan keluarganya dalam kondisi apapun. 

Bapak ingat akan ajaran "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Artinya di sini, meskipun bapak tidak lagi berkarier, bukan berarti bisa seenak-enaknya menyerahkan tanggung jawab keluarga seluruhnya ke ibu, itu namanya ya egois. Keharmonisan pribadi dikesampingkan, keharmonisan keluarga diutamakan.

Setelah bapak mengingat akan janji pernikahannya, bapak memahami bahwa ketika menjabat sebagai bapak rumah tangga berarti mengerjakan pekerjaan domestik. 

Paham kalau uang atau penghasilan yang diberikan oleh ibu harus digunakan "se-bermanfaat" mungkin untuk kebutuhan rumah dan keluarga. Bukan dihabiskan untuk sekedar hobi atau kepuasan pribadi. 

Paham ketika ibu lelah berkarier di luar, apa yang harus dilakukan. Pastinya bukan langsung meminta dibikinkan kopi atau masak dan disuruh nyuci atau nyetrika pakaian. Justru bapak sebaliknya, membuatkan ibu hidangan dan menyelesaikan pekerjaan domestik serta memberikan dukungan secara mental. Bapak suka mendengarkan keluh-kesah ibu dan sesekali memberikan dukungan maupun saran. Bapak menanam banyak tanaman dan "menghias rumah" sehingga suasana rumah menjadi nyaman. Bapak juga setia hadir untuk anak-anaknya.

Paham ketika kebutuhan jasmani harus dipenuhi juga dengan kebutuhan rohani supaya hidup ini balance. Bapak bisa saya katakan adalah sebagai pendoa. Bapak aktif sebagai prodiakon, dekat banget dengan para pastur, dan suka ikut kegiatan bakti sosial gereja. Bapak juga punya komunitas doa yang rutin mengadakan ibadah satu kali dalam seminggu. Kami sekeluarga bisa hidup "tidak lepas dari Tuhan" karena Bapak  selalu mendekatkan kami pada Tuhan.

Terakhir adalah membuktikan, ketika sudah ingat dan paham harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Biar kalau kata anak zaman sekarang "ngga omdo alias omong doang". Bicara tentang bukti, saya ingin melampirkan beberapa foto bapak dan karyanya selama menjabat sebagai bapak rumah tangga:

Bapak aktif di gereja sebagai prodiakon - Sumber: Facebook.com/Antonius Padua
Bapak aktif di gereja sebagai prodiakon - Sumber: Facebook.com/Antonius Padua
Bapak bersama Pastur/Romo Paroki - Sumber: facebook.com/Rafael Harmono (Bapak saya)
Bapak bersama Pastur/Romo Paroki - Sumber: facebook.com/Rafael Harmono (Bapak saya)
Pertama adalah foto bapak saya saat bertugas menjadi prodiakon. Prodiakon itu awam yang diangkat oleh Uskup untuk melayani di wilayah atau Paroki tertentu. Jadi singkatnya, prodiakon ini membantu tugas pastur untuk melayani umat baik di gereja maupun di luar gereja. 

Foto yang kedua adalah bapak bersama pastur paroki. Saat itu secara sukarela bapak mengantarkan pastur untuk ke rumah-rumah umat khususnya lansia yang tidak bisa mengikuti ibadah/misa. Hubungan bapak dan gereja pokoknya sedekat "kalau bapak ngga ada di rumah, pasti ada di gereja"

Bunga Wijaya Kusuma - Sumber: Facebook.com/ Rafael Harmono
Bunga Wijaya Kusuma - Sumber: Facebook.com/ Rafael Harmono

Jeruk Kingkit - Sumber: Dokumentasi Pribadi
Jeruk Kingkit - Sumber: Dokumentasi Pribadi
Untuk masalah keindahan lingkungan rumah, bapak jagonya. Foto-foto di atas adalah contoh karya bapak selama menjabat sebagai bapak rumah tangga. 

Foto pertama itu adalah tanaman bunga Wijaya Kusuma, bunga yang sering dilambangkan sebagai pembawa keberuntungan ini menjadi salah satu bunga favorit bapak dan ibu. Bunga ini periode mekarnya singkat, jadi biasanya antara jam 12 malam hingga jam 2 pagi, bapak-ibu suka nungguin di teras dan pas mekar baru deh di foto.

Selanjutnya adalah tanaman buah jeruk kingkit, buah ini adalah obat keluarga untuk penyakit batuk. Buahnya kecil, berwarna merah, dan rasanya itu mint. 

Cara penyajian sebagai obat juga mudah kok, bisa dimakan buahnya langsung atau diseduh dengan air panas. Lalu karena ini rasanya sedikit pahit (namanya juga obat), bisa ditambahkan madu. Bapak menanam ini katanya biar irit biaya kesehatan.

Penutup

Jadi beginilah cerita yang saya tulis terinspirasi dari kisah film pendek "Tenang". Artikel ini juga menjadi salah satu jejak yang saya bisa berikan untuk bapak. 

Saya di sini bukan bermaksud mengajak para bapak untuk berbondong menjadi bapak rumah tangga loh ya. Tapi lebih kepada memberikan tips menjadi bapak rumah tangga dan mencoba mengubah pandangan negatif tentang bapak rumah tangga.

Pastikan juga saat sebelum memutuskan menjadi bapak rumah tangga, harus mendapat tiga dukungan: Finansial, Mertua, dan Keluarga. Jangan pernah memutuskan untuk menjadi bapak rumah tangga tanpa ada kesepakatan atau istilahnya unilateral decision.

Sama seperti yang digambarkan dalam kisah film pendek dan kisah bapak saya, seorang bapak rumah tangga atau berkarier, wajib memberikan kehangatan untuk keluarga. Sesibuk apapun luangkanlah, karena kehangatan juga bisa datang dari hal-hal kecil kok.

Saya berharap dengan kenangan yang saya tuliskan di sini, membuat saya bisa terus teringat akan suara bapak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun