Mohon tunggu...
Giovanni Nadika
Giovanni Nadika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswa SMA SANUR

Tugas Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Malangnya Nasib Masrul

1 Oktober 2021   19:47 Diperbarui: 1 Oktober 2021   19:58 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul: Kalau Tak Untung 

Pengarang: Sariamin Ismail (Selasih)

Penerbit: Balai Pustaka

Tahun terbit: 1933

Cetakan: 27, 2011

Dimensi Buku: 14,8 x 21 cm

Jumlah Halaman : 152

ISBN: 979-407-086-6

Harga buku : Rp 15.000,00 (Pulau Jawa)

Sariamin Ismail lahir pada tanggal 31 Juli 1909 di Talu, Pasaman Barat Sumatera Barat dan wafat pada tanggal 15 Desember 1995 di usia 86 tahun. Sariamin Ismail merupakan penulis novel perempuan pertama yang tercatat di Indonesia. Ia sering menggunakan nama samaran dalam menulis novel/karya sastra Selasih dan Seleguri. Novel/karya sastra yang ditulis Sariamin menceritakan tentang kondisi sosial pada saat itu. Selain itu,  karya sastranya berisi mengenai kritikan kebijakan pemerintah kolonial. Novel pertama yang ia tulis adalah Kalau Tak Untung yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1933. Selain itu, Selasih juga membuat karya sastra yang lain seperti Pengaruh Keadaan, Puisi Baru, Rangkaian Sastra, Seserpih Pinang Sepucuk Sirih, Panca Juara, Nakhoda Lancang, Cerita Kak Murai, Kembali ke Pangkuan Ayah, dan Ungu. 

Novel Kalau Tak Untung menceritakan seorang yang bernama Rasmani seorang anak kecil yang manja. Rasmani hidup di keluarga yang miskin walaupun begitu orang tuanya mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya. Rasmani mempunyai kakak yaitu bernama Dalipah. Kakaknya sangat sayang kepada Rasmani dan patuh kepada orang tua. Jika ibunya menyuruh Dalipah, maka Dalipah langsung melaksanakan perintah dari ibunya. Suatu hari, Ibu Rasmani mengantar Rasmani ke sekolah. Di tengah perjalanan menuju sekolah, mereka bertemu seorang anak laki-laki yang bernama Masrul. Ibu Rasmani menyapa hangat Masrul yang tampak dari kejauhan. Masrul membalas dengan wajah tersenyum. Pagi itu cuaca mendung, tiba-tiba turunlah hujan lebat. Masrul melihat pakaian Rasmani basah. Saat itu, Rasmani dan ibunya menggunakan tudung daun pisang, sedangkan Masrul memegang payung. Masrul mengajak Rasmani berpayungan berdua untuk menuju ke sekolah. Rasmani masih enggan memandang Masrul karena ia masih asing dengan Masrul. Ibu Rasmani menyuruh Rasmani untuk pergi ke sekolah dengan masrul karena ia pergi ke ladang untuk membantu suaminya.

Hari demi hari pun telah berlalu, hubungan mereka menjadi teman dekat atau sahabat. Rasmani dan Masrul selalu berangkat ke sekolah bersama-sama. Masrul sangat menyayangi  Rasmani bahkan ia menganggapnya sudah seperti adik kandungnya sendiri. Beberapa tahun kemudian, Masrul sudah bekerja sedangkan Rasmani juga bekerja sebagai guru di desanya. Namun, suatu hari Masrul ditempatkan di Painan sehingga harus meninggalkan adiknya dan desa tercintanya . Di sana ia bekerja sebagai juru tulis. Dia pamitan dengan Ibunya dan keluarga Rasmani. Rasmani memberikan kotak kepada Masrul yang berisi kenangan-kenangan mereka sewaktu kecil. Sesampai di sana dia berusaha mencari tempat tinggal untuk bisa menetap di negeri tersebut. Beberapa hari kemudian Rasmani telah mengirimkan surat kepada kakak tercintanya itu. Masrul yang menerima surat dari adiknya dengan tersenyum karena belum sampai seminggu adiknya telah mengirim surat rindu. Pada akhirnya, Masrul disibukkan dengan pekerjaan sehingga tidak sempat berkirim surat, begitu juga dengan Rasmani.

Suatu hari Masrul mendapat tawaran dari Guru Kepala untuk menikahi anaknya yang bernama Muslina. Masrul mau menerima tawaran itu. Kehidupan rumah tangga Masrul dengan Muslina sudah membuahkan seorang anak, namun tidak berjalan serasi. Keduanya sering kali bercekcok karena Masrul tidak dihargai sebagai suami. Pada akhirnya mereka berdua memutuskan bercerai. Suatu hari Rasmani jatuh sakit karena dia terus memikirkan Masrul. Rasmani dilarikan ke rumah sakit untuk segera mendapat perawatan. Setelah ditelusuri, Rasmani mengidap penyakit jantung. Beberapa hari kemudian, Masrul kembali ke desa dan semenjak itu penyakit Rasmani mulai mereda. Masrul melamar Rasmani namun sebelum itu ia ingin mencari pekerjaan dahulu di Medan. Akan Tetapi sampai beberapa bulan lamanya. Masrul belum mendapatkan pekerjaan dan kabar mengenai keadaan dirinya tidak pernah dikabarkan kepada Rasman. Rasmani menganggap Masrul sudah tidak setia dengannya. Hari demi hari Rasmani bertambah putus asa. Surat yang ditunggu Rasmani datang juga namun setelah membaca bukannya menyenangkan hati malah sebaliknya. Surat itu mengatakan Masrul menyuruh Rasmani tidak perlu menunggunya jika ada orang lain mencintainya. Surat yang dikirimkan Masrul itu membuat Rasmani jatuh sakit. Penyakit Rasmani semakin parah walaupun pada akhirnya ia mendapatkan kabar baik dari Masrul bahwa Masrul membatalkan keputusannya yang dulu. Kabar itu membuat Rasmani senang jika Masrul masih mencintainya. Namun takdir berkata lain, Rasmani meninggal dunia tanpa disaksikan oleh Masrul yang datang terlambat. Masrul sangat sedih dan menyesal atas perbuatannya dahulu. Masrul berdoa agar amal dan ibadah Rasmani diterima oleh Allah serta kesalahan-kesalahannya dapat dimaafkan oleh Rasmani. 

Tema dalam novel ini adalah romansa. Sebagian besar cerita menceritakan seorang laki yang mencintai perempuan, tapi hubungan mereka dipisahkan oleh takdir. Latar yang digunakan pada novel ini ada 3 yaitu tempat, waktu, dan suasana. Pertama, latar tempat yang digunakan pada novel ini adalah kota Medan, kota Painan, dan desa Bukittinggi. Pemilihan kota Medan dan kota Painan karena sebagai kota tempat merantau dan kota pencari pekerjaan. Kedua, latar waktu yang sering digunakan ada tiga yaitu pagi hari, siang hari dan malam hari . Latar pagi hari diceritakan ketika pagi hari Masrul dan Rasmani berangkat bersama ke sekolah. Lalu latar siang harinya diceritakan ketika mereka sibuk bekerja dan latar malamnya diceritakan setiap malam sehabis pulang kerja Masrul mampir ke bar. Terakhir, latar suasana yang digunakan pada novel ini bahagia dan sedih. Suasana bahagia dapat ditemukan ketika Masrul sangat senang menerima surat rindu dari Rasmani sedangkan sedihnya diceritakan ketika Rasmani meninggal dunia karena mengidap penyakit jantung.

Alur yang dominan pada novel ini adalah alur maju. Cerita pada novel ini dari awal sampai akhir selalu menceritakan bergerak maju. Walaupun alur maju yang digunakan, penulis novel terkadang menggunakan alur mundur hanya untuk mengingat masa lalu. Kejadian masa lalu dalam novel mengingat tentang perjanjian Masrul dengan Ibunya dan keluarganya. Sudut pandang yang digunakan pada novel Kalau Tak Untung adalah sudut pandang orang ketiga. Sebagai contoh Masrul berhenti dan melihat kepada Rasmani sejurus. Gaya bahasa yang saya temukan dalam novel ini adalah gaya bahasa simile. Contohnya kecantikan perempuan itu seperti bunga.

Nilai-nilai yang terkandung dalam novel ini yaitu nilai keagamaan karena dalam cerita Masrul tidak lupa melakukan kewajibannya yaitu berdoa. Contohnya dalam novel "Sesudah Masrul sembahyang magrib, duduklah mereka bercakap-cakap menantikan 'isya datang". Selain itu nilai yang terkandung adalah nilai moral karena dalam novel  mengajarkan kita untuk taat kepada orang tua. Sebagai contoh Dalipah melaksanakan perintah orang tuanya.

Menurut saya tokoh yang paling unik dalam cerita ini adalah MasruL. Masrul memiliki sikap yang terkadang egois terbukti pada ceritanya dia memutuskan untuk menikah dengan Muslina tanpa memikirkan perasaan keluarganya dan terutama Rasmani. Lalu Masrul yang seenaknya membatalkan lamarannya ketika ia berada di Medan. Selain sikapnya yang egois, Masrul memiliki sikap religiusitas karena dia taat pada ajarannya berdoa sesuai dengan waktunya.

Keunggulan dalam buku ini adalah judul buku novel yang menarik karena ketika saya melihat judul buku novel ini yang terlintas benak saya adalah kedua pasangan suami istri akan jatuh miskin namun tidak disangka seorang perempuan yang dicintai lelakinya meninggalkan duluan dikarenakan penyakit yang diidap oleh perempuan itu. Selain itu keunggulannya lainnya, novel ini memiliki akhir cerita yang tidak mudah  ditebak oleh pembaca. Awalnya saya mengira saat Rasmani mendengar kabar baik dari Masrul membatalkan keputusannya semuanya akan berakhir ending bahagia namun pada akhir cerita Rasmani meninggal dunia sehingga membuat Masrul sedih.

Novel Kalau Tak Untung memiliki kekurangan yaitu penggunaan bahasa  daerah yang tidak disertakan artinya. Penggunaan bahasa pada novel ini kebanyakan menggunakan bahasa daerah sehingga membuat pembaca sulit untuk memahami isi novel ini. Apalagi dalam surat-menyurat antar Rasmani dan Masrul menggunakan bahasa daerah yang menyulitkan saya mengerti isi dalam surat tersebut. Saya sebagai pembaca novel ini membutuhkan waktu lebih agar dapat memahami isi novel ini. 

Saya merekomendasikan Novel Kalau Tak Untung kepada kalangan remaja karena pada masa-masa ini remaja sudah tertarik dengan lawan jenisnya dan mengerti apa itu cinta. Lalu, ceritanya yang masih terkait dengan zaman ini karena masih ada remaja yang masih sulit mengungkapkan cinta kepada pujaannya. Selain itu, saya merekomendasikan buku ini kepada mahasiswa jurusan bahasa karena buku ini bisa dipakai sebagai bahan analisis mengenai novel-novel pada tahun 1930. Mahasiswa jurusan bahasa bisa mengenali lebih dalam mengenai penggunaan ejaan-ejaan lama dan bahasa daerah yang terdapat pada novel ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun