Mohon tunggu...
Aldo Giovani
Aldo Giovani Mohon Tunggu... Freelancer - Suka merangkai kata

Berbagi untuk mengerti - Menulis agar abadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jelajah Kota Wisata Batu: Tunggu Aku Kembali

6 November 2024   18:59 Diperbarui: 6 November 2024   20:06 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Songgoriti dari atas jalan utama kota Batu | Foto: Aldo giovani

Menjelajahi Kota Wisata Batu.

Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke kota ini. Kota Wisata Batu. Kerap disingkat dengan KWB, dengan daerah yang dikelilingi perbukitan dan gunung, membuat daerah ini terasa asri dan sejuk.

Perjalanan kami mulai dari Stasiun Kota Malang pada 13 Oktober 2024, dengan menyewa salah satu penyedia layanan rental motor di kota ini. Pak Agus Lestariadi namanya, yang saat itu mengantarkan motor untuk kami sewa. Kalian juga dapat menghubungi pak Agus di nomor WhatsApp berikut: 0856-4824-4488.

Pintu keluar St. Kota Malang | Foto: Aldo giovani
Pintu keluar St. Kota Malang | Foto: Aldo giovani

Setelahnya, aku dan salah seorang teman. Kami langsung tancap gas ke kota Batu bermodalkan petunjuk arah dari plang yang ada dijalan dan tentunya dibantu pula oleh google maps. Maklum, ini perjalanan pertama kami di daerah ini. Meski sedikit diajak berputar putar arah sebentar oleh google maps ini.

Perjalanan kami tempuh kurang lebih 40 (empatpuluh) menit dari titik awal yang tidak jauh dari Stasiun Kota Malang menuju Kota Batu yang saat itu tujuannya adalah Guest House yang akan menjadi tempat bermalam kami selama dikota tersebut.

Tiba di Kota Batu, karna pada saat kami tiba disana, ketika itu ialah hari minggu, notabene hari libur sehingga siang hari di kota ini terasa ramai oleh wisatawan yang hendak berlibur maupun mereka yang baru saja selesai berlibur dan akan balik ke tujuannya kembali. 

Kawasan yang kami tuju ialah merupakan daerah wisata air panas dan perbukitan yang digunakan  untuk Paralayang. Daerah ini disebut Songgoriti, kawasan yang dekat dengan kota, objek wisata alam perbukitan dan pemandian seperti danau dan air terjun.

Songgoriti dari atas jalan utama kota Batu | Foto: Aldo giovani
Songgoriti dari atas jalan utama kota Batu | Foto: Aldo giovani

Sesampainya di Guest House, kami bergegas mencari tempat untuk dikunjungi, karna bila untuk istirahat saja rasanya sayang sekali bila sudah datang jauh jauh namun tidak memanfaatkan waktu dan moment yang ada.

Saat itu kami mengunjungi daerah perbukitan dikawasan Taman Gunung Banyak, Gunungsari Batu. Disini kami menikmati pemandangan kota Batu dari atas perbukitan. Saat itu sedang tidak ada pengunjung dan tidak ada penjaganya, jadi kami bebas masuk dan melihat ke setiap sudutnya tanpa adanya keramaian. 

Taman Gunung Banyak, Gunungsari |Foto: Aldo giovani
Taman Gunung Banyak, Gunungsari |Foto: Aldo giovani

Setelahnya kami melanjutkan perjalanan kewilayah sekitarnya. Ternyata ada sebuah tempat nongkrong yang teduh dan sejuk dengan pemandangan kota Batu dan termasuk pada area yang menuju Paralayang Gunung Banyak. Ditempat ini kami singgah sebentar untuk memesan minuman agar melegakan tenggorokan dan memberikan kenikmatan sesaat setelah perjalanan jauh yang telah kami tempuh.

Taman Gunung Banyak, Gunungsari | Foto: Aldo giovani
Taman Gunung Banyak, Gunungsari | Foto: Aldo giovani

Setelahnya, sekira pukul 3 (tiga) sore, kami kembali turun kedaerah perkampungan menuju Guest House untuk beristirahat dan membereskan barang bawaan kami. Setelahnya kami bergantian untuk mandi dan ternyata air yang kami gunakan sangat dingin mungkin karna lokasi yang kami tinggali merupakan daerah yang tepat dibawah perbukitan sehingga membuat daerahnya sejuk. dan dingin. Kamar kami pun tidak dilengkapi pendingin ruangan, lagi lagi karena daerahnya sudah sangat dingin menurut kami.

Malam harinya, kami menuju kota untuk mencari makan malam, kami singgah di warung khas Jawa di kota Batu. Lebih jelasnya kalian dapat telusuri link berikut: https://batu.jatimnetwork.com/kuliner/99810274514/warung-legendaris-khas-jawa-1985-tempat-wisata-kuliner-tersohor-di-kota-batu

Tempat makan ini bersebelahan dengan kafetaria dan ternyata tempat ini merupakan Warung Makan yang sering dikunjungi Presiden ke-7 Indonesia. Bapak Ir. Joko Widodo. Menjadi tujuan kami untuk mengisi daftar tempat yang kami kunjungi untuk makan malam di kota Batu.

Warung Makan khas Jawa, Kota Batu | Foto: Aldo giovani
Warung Makan khas Jawa, Kota Batu | Foto: Aldo giovani

Setelahnya kami mencari tempat bersantai, dan tujuan kami jatuh kepada kafe "Boon Kantin" Lokasi yang memiliki rooftop dan terdapat pemandangan kota batu dibelakangnya. Ini menjadi daya tarik menjadi tempat yang kami kunjungi selanjutnya. Kami menikmati jajanan dan minuman yang sama seperti di kafetaria pada umumnya, bedanya tempat ini ada di kota Batu.

View kota Batu saat malam hari dari Boon Kantin | Foto: Aldo giovani
View kota Batu saat malam hari dari Boon Kantin | Foto: Aldo giovani

Lokasi berikutnya kami mengunjungi Pasar Laron, lokasinya yang bersebelahan tepat dibelakang alun alun kota. menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak pengunjung. Terbukyti dengan ramainya warga yang  bersantai dengan keluarga atau sekedar mencari makan dan jajanan malam di sekitar pasar Laron dan alun alun kota ini.

Alun alun dan Pasar Laron Kota Wisata Batu | Foto: Aldo giovani
Alun alun dan Pasar Laron Kota Wisata Batu | Foto: Aldo giovani

Untuk pertama kalinya, di Pasar Laron ini kami mencoba sate Kelinci. Salah satu makanan khas yang banyak dijumpai di kota Batu karena bnayaknya kelinci yang hidup dan dikembang biakkan, membuat warga pun turut menjadikannya makanan khas yang ada dikota Batu.

Sebagai orang yang pertama kali mencobanya, kami merasakan keanehan disaat pertama kali mencoba dalam gigitan pertama, namun setelahnya kami merasakan daging kelinci ini sama saja seperti sate ayam pada umumnya, hanya dibedakan oleh tekstur yang seidkit kenyal dan potongan yang agak kecil saja. Namun rasanya tidak jauh berbeda. 

Untuk harga sate kelinci satu porsinya kurang lebih antara 15 hingga 18 ribu rupiah saja per 10 tusuknya.

Setelahnya kami menikmati pemandangan keramaian warga yang ada di sekitar alun alun kota, melihat banyaknya warga yang bermain dan berkumpul dengan keluarganya di area ini menjadikan tempat ini seperti arena berkumpul yang sangat ramah dan murah tentunya bagi warga yang ada di sekitar Kota Wisata Batu dan tentunya bagi pelancong seperti kami.

Disalah satu sudut pusat alun alun ini, kami membeli crepes dengan harga 5 ribu saja dengan aneka topping didalamnya. Sembari bercengkrama sedikit dengan penjualnya yang ternyata sudah berjualan crepes kurang lebih 10 tahun lamanya. Lupa dengan nama yang belau sebutkan, namun kita banyak berkisah tentang masa lalu beliau dan bagaimana hingga akhirnya memutuskan untuk berjualan crepes di alun alun kota.

Keadaan alun alun dan sudut kota wisata Batu | Foto: Aldo giovani
Keadaan alun alun dan sudut kota wisata Batu | Foto: Aldo giovani

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, kami pun melihat warga yang sudah mulai bergegas untuk pulang kerumah masing masing. Kami pun ikut serta untuk bergegas karena lokasi yang sudah mulai sepi dari warga yang berkunjung. Kami memutuskan untuk pulang ke penginapan kami dan beristirahat untuk melanjutkan aktivitas dikeesokan harinya.

Senin, 14 Oktober 2024.

Sekira pukul setengah 4 pagi, kami bergegas bangun dan bergerak menuju area Paralayang Gunung Banyak, tidak jauh dari area penginapan kami. 

Area yang kami tuju ini merupakan jalur perbukitan dan jalanannya lumayan curam ketika kami naiki. Harus penuh kehati hatian karena jalur yang bersebelahan dengan jurang, untungnya jalur ini didukung dengan penerangan sehingga kami tidak terlalu merasa khawatir dalam jangkauan hanya harus berfokus pada jalan saja untuk menghindari tergelincir.

Memasuki area paralayang kita harus membayar uang masuk sebesar 10 ribu rupiah perorang, dan ada penitipan helm diatasnya yang berada di area parkir dengan membayar seiklasnya untuk penitipan helm tersebut. Ini dapat menjadi pilihan kalain hendak menggunakan layananan penitipan helm atau tidak.

Kami bergegas naik kearah jalur pacuan untuk paralayang, yang ternyata sudah diramaikan oleh anak muda dan wisatawan yang ingin melihat sunrise atau matahari terbit dari atas sini. Kurang lebih jam setengah 5 pagi, dengan udara yang berhembus pelan disertai dingin ini, kami melihat kerlip cahaya dari bawah yang merupakan pemandangan kota Batu dan sekitarnya. Menjadi kepuasan tersendiri bagi kami.

Kota Batu ketika gelap dari atas Paralayang Gunung Banyak | Foto: Aldo giovani
Kota Batu ketika gelap dari atas Paralayang Gunung Banyak | Foto: Aldo giovani

Berfoto dengan latar kerlip lampu pemandangan kota Batu | Foto: Aldo giovani
Berfoto dengan latar kerlip lampu pemandangan kota Batu | Foto: Aldo giovani

Matahari sudah terlihat naik dari ufuk timur, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 6 pagi dan sudah terlihat lumayan terik untuk  jam tersebut dibanding wilayah Indonesia Barat lainnya. 

suasana yang sudah terlihat matahari | Foto: Aldo giovani
suasana yang sudah terlihat matahari | Foto: Aldo giovani

Kami memutuskan untuk turun dan melanjutkan perjalanan, kami melewati lembah dan perkampungan kecil dibawahnya. Ternyata ada perkebunan bunga yang sangat indah dan cantik dipandang mata. Kami memutuskan untuk berhenti sejenak. Menikmati pemandangan tanaman bunga yang sangat memanjakan mata dengan keindahannya.

Kebun bunga | Foto: Aldo giovani
Kebun bunga | Foto: Aldo giovani

Setelahnya kami mencari sarapan pagi dan memilih warung makan pinggir jalan dengan menu pecel jawa khas daerah ini. Setelah sarapan pagi kami bergegas untuk kembali ke penginapan karena sudha mulai ramai penduduk yang hendak memulai aktifitas awal minggu mereka. Wajar saja, saat itu adalah hari senin uyang mana setiap orang memulai kesibukannya untuk beraktifitas bekerja, sekolah dan memulai hal lainnya.

Pohon tabebuya diarah masuk ke Songgoriti | Foto: Aldo giovani
Pohon tabebuya diarah masuk ke Songgoriti | Foto: Aldo giovani

Setibanya kami membersihkan diri dengan mandi pagi dan beristirahat tidur guna mengisi ulang tenaga untuk melanjutkan aktivitas kami lainnya. Karena tujuan kami selanjutnya adalah air terjun yang tidak terlalu jauh dari kota Batu. Coban Rais namanya.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 12 siang, kami bergegas membereskan barang bawaan dan melanjutkan perjalanan menuju objek wisata Coban Rais, Air terjun yang terletak di lereng Gunung Panderman dengan ketinggian sekitar 1025 meter di atas permukaan laut. Berada di Dusun Dresel, Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur.

Selama perjalanan, kami berhenti sejenak membeli apel khas batu dengan harga 25 ribu dapat kurang lebh 10 buah dan kami makan selama perjalanan menuju air terjun. Dalam perjalanan kurang lebiih 30 menit kami sampai di gerbang utama Objek Wisata Coba Rais. Kami harus membayar biaya 10 Ripu rupiah perorang dan 5 ribu rupiah untuk kendaraan roda dua yang kami gunakan sebagai biaya parkirnya.

Dari parkiran, kami berjalan kaki kurang lebih 40 menit untuk menuju Air Terjun Coban Rais, perjalanan yang cukup teduh karena terdapat pepohonan disetiap jalurnya membuat kami cukup terbantu ditambah jalur yang tidak terlalu rumit hanya ada terdapat sedikt tanjakan dan jalur curam namun lagi lagi, jalur ini dapat kami lalui dengan mudah mengingat akses yang sudah memadai.

Jalur ke Coban Rais | Foto: Aldo giovani
Jalur ke Coban Rais | Foto: Aldo giovani

Setibanya di Coban Rais, kami sangat tepukau dengan pemandangan air terjunnya, tempat yang begitu asri dan minim sampah dan ditambah tidak adanya wisatawan lain, membuat kami sangat merasa senang kala itu. Merasa seolah menemukan hidden gem. 

Sayangnya, pengunjung dilarang untuk mandi. Tentu dengan alasan yang masuk akal pastinya, karena air yang begitu deras mengalir dan genangan yang dalam akibat air terhun tersbeut, tentu menjadi upaya warga lokal untuk menjamin keamanan dan keselamatan setiap pengunjungnya.

Pemandangan Air Terjun/ Coba Rais | Foto: Aldo giovani
Pemandangan Air Terjun/ Coba Rais | Foto: Aldo giovani

Kami berfoto ria dan mencoba membasuh muka dengan air terjun Coban Rais, sungguh dingin dan segar sekali rasanya. Kurang lebih satu jam kami berada di air terjun ini, akhirnya kami memutuskan untuk turun dan kembali pulang. Waktu kami di kota Batu sudah habis. Saatnya kami melanjutkna rute kembali ke kota Malang.

Cuaca yang sedikit mendung siang hari kala itu tidak menyurutkan niat kami untuk kembali ke kota Malang, perjalanan kami tempuh kurang lebih hampir 1 jam dari kota Batu menuju kota Malang melewati jalur pintas dari kaki gunung Panderman dekat objek wisata Coban Rais yang baru saja selesai kami kunjungi.

Jalan yang hampir memasuki kota Malang,kami sedikit diguyur oleh air hujan yang kami rasa baru saja selesai turun deras di daerah tersebut. Dengan pelan kami mengendarai motor karna jalanan yang licin, pun dengan ramainya kendaraan dijalan karena bersamaan dengan keluarnya mahasiswa yang habis kelas maupun keisbukan lainnya. Wajar saja, kota Malang memang dipenuhi oleh mahasiswa yang berkuliah dengan banyaknya Universitas yang berkampus dikota ini.

Dengan hujan yang bersisa rintik, dengan cuaca yang syahdu dan terasa dingin dibadan, akhirnya kami sampai di kota Malang dengan perjalanan yang cukup mengesankan ini.

*Akan ada kelanjutan cerita perjalanan kami di kota Malang, kami menelusuri kota dan mengikuti open trip ke Taman Nasional  Bromo Tengger Semeru. Ikuti keseruan kami di cerita selanjutnya. Terima kasih 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun