Dewasa ini, masyarakat dunia mulai lekat dengan internet, bahkan internet seakan menjadi kebutuhan primer setiap orang.Â
Hal ini dikarenakan banyaknya manfaat dari teknologi satu ini. Internet memiliki banyak sekali manfaat dan kegunaan. Manfaat terbesar dari internet adalah mempermudah proses pemenuhan kepentingan, urusan, serta kebutuhan si pengguna internet.
Saat ini, masyarakat tidak harus melakukan transaksi jual beli di pasar secara langsung, namun masyarakat dapat melakukan transaksi jual beli lewat pasar daring (e-commerce) yang sangat mudah untuk diakses.Â
Selain itu kewajiban masyarakat sebagai warga negara juga dipermudah lewat internet, salah satu contohnya adalah kewajiban untuk membayar pajak yang dapat diurus lewat internet yang pastinya menggunakan program tertentu.
Lalu, peran internet juga dapat dirasakan saat ini, ketika dunia menghadapi wabah COVID-19. Internet membantu pemerintah setempat dan masyarakat dalam mengambil langkah yang tepat untuk menghadapi pandemi COVID-19.Â
Keberhasilan pemerintah dalam pemerataan jumlah vaksinisasi di Indonesia juga termasuk dampak baik dari pemanfaatan internet, sebab pemerintah memprogram aplikasi e-HAC dan Peduli Lindungi untuk memantau data kasus COVID-19 dan vaksin.Â
Hampir semua manfaat dari internet merupakan buah dari digitalisasi data-data kependudukan, sebab dengan demikian segala urusan yang berkaitan dengan identitas diri akan lebih mudah untuk diurus.
Dengan ikut serta dalam mendigitalisasi identitas diri berarti sebagai manusia, kita juga ikut serta merubah diri menjadi manusia digital. Memang, menjadi manusia digital dapat mempermudah berbagai macam kebutuhan dan kepentingan.Â
Namun, di balik itu terdapat berbagai bentuk ancaman yang malah memberikan dampak buruk bagi kita. Salah satu ancamannya yaitu pencurian data oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Data dan identitas diri yang kita digitalisasi dapat dicuri dan dapat pula disalahgunakan. Kasus seperti ini telah menjadi hal biasa dalam dunia internet. Seperti kasus besar yang belakangan ini terjadi.Â
Pada tanggal 31 Agustus 2022 lalu terjadi kasus kebocoran 1,3 miliar data pendaftar kartu SIM yang diklaim didapatkan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Data-data yang bocor tersebut dijual di situs Breached Forums.Â
Sebanyak 2 juta di antaranya diberikan sebagai sampel gratis. Kasus ini tengah menjadi sorotan publik dan membuat masyarakat resah.Â
ebocoran data ini dapat merugikan pihak korban, seperti penggunaan data korban untuk keperluan illegal dan pelbagai bentuk tindak kejahatan lainnya.
Kasus kebocoran 1,3 miliar data ini adalah kasus kebocoran data terbesar dalam sejarah siber Indonesia. Sebelumnya, terdapat pula kasus-kasus serupa seperti kebocoran 2,3 juta data DPT Pemilu KPU di tahun 2020.
Ada juga, kebocoran data pengguna Tokopedia, kebocoran 1,3 juta data pengguna aplikasi e-HAC, kebocoran 279 juta data pengguna BPJS pada tahun 2021, dan kebocoran 463.000 data nasabah BRI Life di tahun yang sama.Â
Sehingga dari banyaknya kasus ini, muncullah pertanyaan yang sangat besar; Bagaimana mungkin data sebanyak itu dapat bocor dan dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab?
Sungguh sebuah ironi, bila kita mengetahui secara gamblang hal itu terjadi di negara kita, apalagi hampir semua data yang bocor dan dicuri malah dijual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.Â
Data-data masyarakat Indonesia yang sangat berharga malah dipermainkan oleh pihak peretas yang berani melakukan itu hanya karena keahliannya dalam bidang IT. Hal inilah yang harus disadari masyarakat Indonesia terlebih pemerintah khususnya KOMINFO.
Ternyata kesadaran yang muncul bukanlah kesadaran untuk bangkit, melainkan kesadaran untuk menetap dengan mencari-cari siapa yang bertanggungjawab atas kasus ini.Â
Sehingga kita mengetahui bahwa hampir semua lembaga merasa tidak bertanggungjawab atas kasus tersebut. Hal ini disampaikan pula oleh Ibnu Dwi Cahyo (peneliti communication and information system, communication reset) dalam wawancaranya di CNN, "Tidak ada yang merasa bertanggungjawab."Â
Oleh karena itu, bila sudah berada di titik ini kita tidak perlu mencurahkan begitu banyak pikiran dan energi lagi untuk mencari siapa yang bertanggungjawab atau bahkan siapa yang bersalah atas kasus ini.Â
Tetapi marilah kita melihat dari perspektif lain, seperti pembelajaran berharga apa yang dapat kita petik sebagai Bangsa Indonesia untuk menguatkan keamanan siber di dunia digital Indonesia.
Pertama, marilah kita membuka mata dan melihat realita kualitas SDM Indonesia dalam bidang keamanan siber. Ternyata kualitas SDM dalam bidang keamanan siber masih memiliki banyak kelemahan, seperti yang disampaikan Ibnu Dwi Cahyo, "kualitas SDM kita kurang."Â
Benarlah kata-kata itu sebab kasus-kasus kebocoran data itu tidak akan terjadi bila kualitas SDM kita cukup handal dan memadai dalam hal ini.Â
Hal inilah yang menjadi tolak ukur keberhasilan keamanan siber yaitu terjaminnya keamanan data. Ibnu Dwi Cahyo mengatakan, "Tidak ada sistem yang aman 100%."Â
Meski demikian, bila kualitas SDM kita cukup memadai, setidaknya SDM kita dapat meminimalisasi kasus seperti ini secara signifikan.
Maka dari itu kita harus dapat mengusahakan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas SDM kita. Pemerintah dapat memberdayakan masyarakat khususnya anak muda yang berkompeten dalam bidang IT.Â
Sebab, pemberdayaan itulah yang pada akhirnya menjadi investasi besar negara dalam mewujudkan keamanan siber yang kuat. Jangan sampai, anak muda yang berkompeten malah beralih ke arah yang salah yaitu menjadi penjahat siber.Â
Sebaliknya, bila pemerintah masuk ke dalam pintu anak muda dan menarik hati si pemuda, pemerintah dapat keluar dari pintunya dengan mendidik anak muda menjadi pahlawan dalam bidang siber.
Selain itu, kurikulum merdeka belajar yang baru diterapkan oleh seluruh sekolah di Indonesia, dapat menjadi kunci pemberdayaan anak muda.Â
Pemerintah seharusnya dapat memberi fasilitas kepada sekolah untuk mengembangkan keterampilan anak dalam bidang siber. Sebab sudah menjadi kebenaran umum bahwa anak muda generasi Z lebih mudah beradapatasi dengan teknologi dan menyukai teknologi.
Pendidikan siber sudah saatnya untuk dicanangkan dengan lebih mendalam dalam dunia persekolahan.Â
Selain memunculkan anak muda yang tertarik untuk mendalami ilmu siber, para siswa juga belajar untuk menggunakan internet dengan cara yang lebih positif dan melek hukum terlebih UU ITE.Â
Sebab permasalahan siber bukan hanya berkaitan dengan kebocoran data, namun juga kasus-kasus lainnya yang bersangkutan dengan UU ITE. Maka dari itu, diharapkan seluruh sekolah dapat memberikan pelajaran mengenai dunia siber.
Dengan memberdayakan anak muda dan memantapkan pendidikan siber di Indonesia, kita sebagai bangsa memiliki modal yang besar untuk menghadapi tantangan zaman yang akan kita hadapi di masa yang akan datang.Â
Pendidikan siber adalah investasi keamanan siber di masa depan. Marilah kita belajar dari pengalaman jatuh ini dan mulai bangkit dengan memilih yang lebih pada hari ini. Sebab masa kini adalah investasi masa depan. Masa Kini adalah Masa Depan. Ad Maiorem Dei Gloriam!
Sumber:
Akbar Bhayu Tamtomo, INFOGRAFIK: Kasus-kasus Besar Kebocoran Data Pribadi di Indonesia, diakses pada 8 Agustus 2022, pukul 14.30 WIB
CNN Indonesia, Dugaan Data SIM Card Bocor Siapa Bertanggung Jawab, https://www.youtube.com/watch?v=ZBLkkRTqZR8, diakses pada 8 Agustus 2022, pukul 10.15 WIB
Luqman Setiawan, Kilas Balik, Lima Kasus Kebocoran Data Pribadi di Indonesia,, diakses pada 8 Agustus 2022, pukul 10.15 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H