PNS Dijadikan Jaminan Utang, Kemudian Dipecat!Â
SK(Apakah Bisa Kabur dari Tanggung jawabnya?)
SK Pengangkatan PNS adalah bentuk sahnya seorang CPNS menjadi seorang abdi Negara dengan segala hak dan kewajibannya yang dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian. PNS saat mengucapkan sumpah/janji sebagaimana diatur oleh Pasal 66 ayat (1) UU ASN.
SK CPNS adalah suatu keputusan atau beschikking yang dikeluarkan oleh pejabat pembina kepegawaian. Keputusan Tata Usaha Negara atau beschikking menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ("Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009") yaitu:
"Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata".
Dalam praktik yang biasa terjadi di mayarakat, SK PNS sering sekali dijadikan sebagai jaminan utang untuk melakukan pinjaman di bank, SK tersebut merupakan Hak Istimewa yang dimiliki oleh seorang PNS, dalam hal ini pihak kreditur melakukan penagihan dengan pemotongan gaji setiap bulannya, sehingga dalam hal pembayaran tergolong lebih mudah dibadingkan denagn debitur-debitur lainnya.
Lalu bagaimana apabila PNS yang menjadikan SK sebagai jaminan utang dipecat?
Seorang PNS yang dipecat pada dasarnya sudah tidak lagi mendapatkan gaji dari pemerintah, sehingga pemotongan terhadap gaji setiap bulannya tidak bisa lagi dilakukan dikarenakan SK yang dijadikan jaminan utang sudah tidak lagi berlaku.
Maka, hal yang biasa dilakukan oleh pihak kreditur adalah dengan cara melakukan penagihan secara langsung kepada debitur, apabila debitur mampu melunasi utangnya maka tidak akan ada lagi persoalan yang muncul. Namun, apabila debitur tidak mampu membayar utangnya maka harta atau aset pribadinya akan disita oleh pihak kreditur.
Kemudian apabila aset atau harta yang dimiliki debitur tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya, maka utang tersebut dapat dibayarkan setelah memiliki harta dikemudian hari, sebagaimana terdapat di dalam ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
"semua kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan".