Mohon tunggu...
Giovanno Kresnapandya
Giovanno Kresnapandya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Ad Maiora Natus Sum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menemukan Makna dalam Perbedaan

21 November 2024   18:54 Diperbarui: 21 November 2024   18:56 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi penulis

"Everyone has the right to practice their own religion freely, without offending. One cannot offend, make war and kill in the name of their own religion, that is, in God's name." -Paus Fransiskus

Menghargai. Sederhana dan mudah untuk dilakukan. Menyadari bahwa segala hal, sekecil apapun, memiliki arti yang tak ternilai, seperti memberi ruang pada setiap detik yang berlalu. Berarti menghormati setiap eksistensi, pada sesama dan alam yang tak henti memberi. Menghargai, memberikan ketulusan hati, perhatian tanpa batas, dan meyakini bahwa selalu ada keindahan di balik keterpurukan. 

Tibalah saatnya, para pemuda dari Menteng Raya 64 meninggalkan kesibukannya sejenak dan merasakan suasana baru. Perjalanan keluar dari zona nyaman pun dimulai, terpencar ke beberapa kota di Jawa Barat. Mulai timbul kecemasan dan kemalasan untuk mengikuti kegiatan ini. Ekskursi Lintas Agama, sebuah kegiatan tahunan SMA Kanisius berupa pengenalan budaya pesantren dengan cara hidup langsung selama tiga hari. Singkat cerita, sampailah para pemuda tersebut di pesantren yang sudah direncanakan sebelumnya. Kesan pertama? "Wah sopan-sopan dan istimewa ya..." Namun, apakah kesan tersebut akan terus terjaga untuk beberapa hari kedepan? 

Para pemuda itu memang terlihat berbeda dengan para pemuda di Pesantren Daarul Uluum Lido, Cigombong, Bogor. Bukan hanya yang sudah terbiasa hidup bersih dan higienis, tetapi  sebagian memang mempunyai kepercayaan yang berbeda. Walaupun terlihat jelas perbedaannya, terlihat jelas juga keakraban para santri dengan pendatang dari Menteng itu.

Dunia Baru

Terjun ke dunia baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Selalu terlintas dipikiran para Kanisian (sebutan siswa Kanisius) "biar apa begini?", "lalu, jika sudah melalui kegiatan ini, harus apa?" Pikiran-pikiran tersebut selalu menjadi alasan Kanisian untuk menghiraukan kegiatan ini. 

Para Kanisian yang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan cepat dan masuk ke dunia baru selalu terlihat gelisah. Namun, para santri tidak segan-segan untuk mencoba memulai percakapan dan mengenalkan kebiasaan mereka di pesantren kepada para siswa Kanisius. Dalam kurun waktu yang singkat itu, Kanisian (sebutan siswa Kanisius) harus mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri di lingkungan yang baru. 

Tidak jauh berbeda dengan Menteng Raya 64, melalui kegiatan belajar, ekskul, dan dinamika diskusi bersama, para Kanisian dan santri mampu semakin mengenal satu sama lain. Kesan yang tidak jelas artinya selama beberapa waktu itu akhirnya semakin jelas. Cerita perjumpaan dengan teman-teman baru yang sefrekuensi meneguhkan arti pesaudaraan bagi mereka. 

Walaupun para santri selalu mengira bahwa pesantren merupakan penjara, tetapi tempat ini telah mendidik sopan santun mereka. Pertama kali menginjakkan kaki di pondok pesantren, ada perasaan disergap oleh suasana yang terasa asing, jauh dari kenyamanan yang biasa dirasakan. Awalnya, ketidaknyamanan merayap di hati, mengingat segala aturan dan rutinitas yang sangat ketat. Namun, perlahan suasana berubah ketika bertemu para santri. Mereka menyambut dengan sopan dan ramah, diajak bergabung dalam setiap kegiatan dengan hati yang terbuka. Tanpa disadar, waktu terus berjalan dan keakraban mulai muncul. Keakraban ini tumbuh dari percakapan yang sefrekuensi dan menyenangkan, dari tawa yang tercipta dalam kebersamaan. Berbagi cerita, makan, dan belajar bersama, serta dinamika diskusi lainnya. 

Pola hidup di sana begitu berbeda, dini hari dibangunkan oleh kumandang adzan subuh, berkumpul dalam keheningan dan ketengangan yang terasa ganjil. Singkat cerita, belajar bersama, mengaji, mengikuti ekstrakurikuler, dan kembali untuk sholat magrib di kala senja, hingga menutup hari dengan ayat suci. Di tengah segala aturan dan rutinitas yang berbeda, perlahan ditemukan makna di baliknya. Kebersamaan yang erat dan kesederhanaan yang penuh keiklhasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun