Infografis “Kebiasaan Membaca Buku” merupakan penyederhanaan konsep komunikasi pada artikel “Merawat Masa Depan Dunia Perbukuan” harian Kompas, Klasika Jateng & DIY, edisi Jawa Tengah dan Yogyakarta, Kamis 22 Oktober 2015, yang berisi mengenai upaya masyarakat meniupkan kembali semangat untuk menumbuhkan kembali kebiasaan membaca buku untuk bersama-sama memajukan dunia perbukuan, karena tren global menunjukkan konsumisi buku secara general mengalami penurunan drastis akibat kemajuan teknologi yang makin canggih. Dari artikel tersebut, dapat dipahami bahwa memang dunia perbukuan sedang mengalami masa-masa kurang populer, tetapi tidak semua masyarakat merasa demikian, karena ada beberapa masyarakat yang nyatanya masih menggunakan buku sebagai jendela ilmu/ informasi yang tidak bisa ditinggalkan. Dengan adanya potensi tersebut, untuk mengetahuinya diperlukan pengumpulan informasi seperti kuisioner. Kuisioner merupakan suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik individu/ kelompok. Dengan menggunakan kuesioner, analis berupaya mengukur apa yang ditemukan dalam wawancara, selain itu juga untuk menentukan seberapa luas atau terbatasnya sentimen yang diekspresikan dalam suatu wawancara. (https://alfside.wordpress.com/pengertian-kuisoner/ diakses tanggal 30 Oktober 2015, pukul 19.53 WIB).
Hasil responden yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan kuisioner kemudian diolah dalam bentuk teks, guna mempermudah pemahaman pembaca dari rangkaian informasi tekstual, tetapi jika informasi tersusun panjang lebar akan cenderung sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan suatu infografis. (https://www.maxmanroe.com/pengertian-infografis-dan-jenisnya.html, diakses tanggal 31 Oktober, pukul 20.11 WIB) Karya infografis “Kebiasaan Membaca Buku di Indonesia” adalah hasil kuantitatif pengumpulan data kuisioner yang direspon oleh para responden, dan kemudian disusun secara informatif nan menarik melalui infografis statis dan kuantitaf ini.
Berdasarkan judul “Kebiasaan Membaca Buku di Indonesia”, kata “kebiasaan” memiliki arti suatu perbuatan yang berulang-ulang dengan bentuk yang sama dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas, dalam rentang waktu yang lama pada waktu berdekatan. Dapat diartikan membaca buku bagi masyarakat Indonesia merupakan perbuatan yang diulang-ulang secara sadar, sehingga menciptakan adanya suatu pola hidup dalam masyarakat di Indonesia yang masih menggunakan buku sebagai sumber ilmu, informasi, maupun hiburan dengan tujuan tertentu. Penulisan judul menggunakan tipografi Sans Serif. Memberi kesan tegak, kuat, dan formal, yang dapat merepresentasikan maksud yang kuat untuk menumbuhkan kesadaran minat baca dalam masyarakat. Sans Serif adalah tipografi tanpa kait. Jenis ini digunakan untuk kemudahan mengenali huruf(legibility) dan keterbacaan suatu teks (readability) (Rustan, 2011:74). Dalam bodytext juga dijelaskan kembali bahwa nyatanya buku masih mempunyai tempat di hati masyarakat Indonesia, meski tidak semua responden mengaku membaca buku dalam seminggu terakhir. Dibawah judul terdapat garis yang diakhiri dengan lingkaran, seolah ingin menggaris bawahi/ menekankan penulisan judul, dan mengawali infografis tersebut secara estetik.
Penggunaan warna ungu kebiruan pada penulisan judul dan pertanyaan kuisioner memiliki watak dingin, kesedihan, negatif, bahkan melankoli, dan kesan lebih menekan. Warna ungu kebiruan pada judul sendiri dapat dikaitkan dengan mengkritik fenomena mengenai menurunnya minat baca masyarakat akibat kemajuan teknologi yang canggih, sehingga sangat disayangkan dunia perbukuan sedikit semakin sedikit mulai tergeser, karena pada nyatanya membaca buku memiliki maupun memberi banyak manfaat positif dan tidak lekang oleh waktu dibandingkan dengna teknologi masa kini. Perpaduan warna ungu kebiruan sebagai warna dingin dengan latar belakang kuning pucat sebagai warna panas menjadi perpaduan warna yang kontras komplementer (dua warna). Warna-warna komplementer merupakan warna yang kontradiktif, yaitu warna yang saling bertentangan secara maksimal sehingga jika dijajarkan bergetar. Warna panas berkomplemen dengan warna dingin, sehingga sifatnya kontras atau bertentangan. Dalam seni/ desain cukup baik untuk warna tulisan dan dasarnya karena kontras sehingga mudah tebaca. (Sanyoto,2010:37) Sehingga perpaduan warna ungu kebiruan dan kuning pucat dalam infografis ini sangat membantu dan dapat mempermudah para pembaca karena tingkat keterbacaannya (readability) yang jelas.
Penggunaan value warna biru pada doughnut diagram, memiliki kesan tenang dan bertanggung jawab serta profesional. Warna biru tua bisa memberikan pola pikir yang jernih sedangkan biru muda bisa merangsang ketenangan dan juga konsentrasi. (http://www.belajar-desain.com/2015/05/arti-warna-untuk-desain-grafis.html, diakses tanggal 31 Oktober, pukul 22.20 WIB) Value terang dan gelap warna biru adalah value yang saling berdekatan (close value) berkesan harmonis. Perpaduan latar belakang dan doughnut diagram juga memiliki tingkat visibility yang tinggi dan tajam. Penulisan angka didalam diagram menggunakan warna kontras hitam dan putih saja, tergantung gelap terang value warna biru yang digunakan dalam diagram. Kontras value yang paling kuat atau rangking adalah hitam-putih. Kontras value rangking kedua ada pada warna hitam dengan warna-warna paling terang karena dicampur pada warna putih. Sedangkan rangking ketiganya ada pada warna-warna gelap karena tercampur banyak warna hitam dengan warna-warna terang. (Sanyoto, 2010:68) Sehingga Kontras value berkesan kontras, menyolok, tajam, kuat, sesuai untuk memperjelas tulisan.
Adanya ilustrasi pada kanan atas infografis seolah ingin memberi gambaran pembaca akan damainya pembaca saat membaca buku. Penggambaran wanita berpakaian rumahan bewarna biru hitam, berkulit sawo matang representasi kulit wanita Indonesia, berambut hitam panjang tergerai dengan duduk bersandar sofa empuk, memegang buku dengan dua tangan, ditambah dengan menyilangkan kaki tanpa mengenakan alas kaki, mengesankan suasana yang santai dengan selimut dan bantal bewarna biru muda di belakangnya. Terlihat juga ekspresi dari wanita tersebut yang tersenyum, rileks, dengan menghadap ke arah buku yang ia baca. Ilustrasi wanita yang sedang bersantai membaca buku merepresentasikan bahwa membaca buku dapat menciptakan suasana santai, tenang, dan juga mengurangi depresi, dan menenangkan pikiran pembaca. Penggunaan warna merah pada sofa dan biru pada wanita, merupakan warna pokok/ primer. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu menstimulasi perasaan, perhatian dan minat seseorang (Kusrianto, 2007:46). Perpaduan warna panas merah dan warna dingin biru juga merupakan warna komplementer, tetapi warna komplementer tersebut menciptakan kesan perpaduan sifat antar kedua warna itu, seperti kuat, aktif, tetapi tenang, kalem dan pasif dalam satu gambar. Warna biru pada ilustrasi baju wanita, selimut, bantal dan doughnut diagram terlihat memiliki kesamaan warna, sehingga secara keseluruhan desain ini memiliki sebuah kesatuan yang terjadi karena keselarasan warna yang juga membuat unsur-unsur desain ini serasi.
Evaluasi
a. Kritik
Infografis sebagai media massa telah memudahkan komunikan untuk menemukan informasi yang relevan dan konkrit, terangkum dan dapat dengan mudah diterima oleh pembaca melalui bahasa visual. Infografis memiliki karakteristik konten yang bersifat edukatif dan informatif dalam setiap temanya. Segala komponen dalam Infografis ini sudah terlihat baik secara konsep, komposisi dan eksekusinya, tetapi jika dilihat lebih dalam lagi akan terdapat beberapa kelemahan dalam hal eksekusinya. Terdapat banyak ruang kosong pada infografis ini, yang menyebabkan kurang seimbanya kompisisi, demi mengisi ruang kosong akan melakukan perbaikan berunsur garis estesitik yang bewarna harmonis. Alur layout pada infografis ini sudah memiliki arah yaitu pembacaan teks yang dimulai dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan. Layout penulisan infografis “Kebiasaan Membaca Buku di Inonesia” ini sudah cukup rapi. Penataan ilustrasi, dan doughnut diagram akan diperbaiki, karena ada beberapa yang kurang seimbang, maka penempatannya akan diseimbangkan dan searah. Keseimbangan sangatlah penting dalam dasar seni rupa, karya seni/ desain harus memiliki keseimbangan, agar enak dilihat, tidak berat sebelah. (Sanyoto, 2010:237)
Penggunaan warna pada dougnut diagram, sudah baik tetapi terdapat salah satu warna yang menjadi satu, padahal berbeda hasil responden. Dapat dilihat pada “Kitab Suci” yang berjumlah 0,7 %, sedangkan “Nonfiksi (bisnis, biografi, motivasi, psikologi, dll)” yang berjumlah 49,8 %, seharusnya ada perbedaan warna yang membedakan hasil responden, agar pembaca dapat membandingkan hasil yang didapat dengan jelas. Warna pada doughnut diagram kedua juga akan disesuaikan dengan doughnut diagram pertama pada jawaban yang “Tidak tahu/ tidak jawab” dan “Lupa”, karena keduanya memiliki kesamaan. Penempatan diagram juga membuat komposisi terasa berat sebelah, karena diatas sudah terdapat ilustrasi, sehingga diagram akan dipindahkan pada sisi kiri agar keseimbangan komposisi infografis terjaga.