Mohon tunggu...
GINA SULISTIANA
GINA SULISTIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223110041

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 7 - Ranggawarsita Tiga Era Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu dan Fenomena Korupsi di Indonesia

27 Oktober 2024   00:24 Diperbarui: 27 Oktober 2024   00:24 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

Modul Kuliah Apollo, Prof
Modul Kuliah Apollo, Prof

What : Sejarah Ranggawarsita Dan Karyanya "Serat Kalatidha", Terkait Tiga Era Siklus Perubahan Zaman 

Ranggawarsita, nama aslinya adalah Bagus Burhan yang diberi gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara yang merupakan cucu dari Yasadipura II. 

Beliau merupakan seorang pujangga besar dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yang dianggap sebagai "pujangga terakhir" tanah Jawa, yang lahir pada 1802 dan wafat pada tahun 1873. 

Julukan "pujangga terakhir"  tersebut diberikan setelah wafatnya, yang berarti sampai saat ini belum ada tokoh sastra yang mampu menyamai kebesaran dan kedalaman karyanya dalam sastra dan kebudayaan Jawa.

Semasa muda Burhan (Ranggawarsita), dikenal nakal dan gemar berjudi, oleh karena itu beluai dikirim oleh kakeknya untuk belajar agama Islam kepada Kyai Imam Besari di Pesantren Gebang Tinatar, yang terletak di desa Tegalsari, Ponorogo. 

Kyai Imam Besari sendiri adalah seorang ulama yang dihormati, dan pesantrennya terkenal dalam bidang pendidikan Islam. Kendati seperti itu, Burhan tetap menunjukkan sikap nakalnya yang bahkan ia sempat kabur dari pesantren menuju Madiun, sebuah tindakan yang menunjukkan betapa sulitnya bagi Burhan untuk melepaskan kebiasaan lama dan menyesuaikan diri dengan kehidupan pesantren yang disiplin. 

Namun, setelah kembali ke Ponorogo, ia mengalami perubahan besar yang dipercaya terjadi di Sungai Kedungwatu. Di sana, Burhan disebut-sebut mendapat "pencerahan" yang mendalam, yang akhirnya mengubah hidupnya secara drastis. 

Usai pengalaman spiritual tersebut, Burhan kembali ke pesantren dengan tekad yang lebih kuat untuk menuntut ilmu dan agama. Ia menjadi pemuda yang alim dan tekun dalam mengaji, menunjukkan perubahan dari masa mudanya yang penuh dengan kenakalan menjadi seorang yang taat dan ahli dalam ilmu agama. 

Pengalaman Burhan ini sering dianggap sebagai contoh dari perjalanan spiritual dan transformasi pribadi yang dapat terjadi melalui bimbingan seorang guru agama serta pengalaman spiritual yang mendalam.

Setelah kembali ke Surakarta, Burhan diangkat sebagai cucu angkat oleh Panembahan Buminoto, adik dari Pakubuwana IV. Pada tanggal 28 Oktober 1819, ia diangkat sebagai Carik Kadipaten Anom dengan gelar Mas Pajanganom. Dengan dukungan Panembahan Buminoto, kariernya mulai berkembang. 

Namun, ketika Pakubuwana V naik takhta (1820--1823), karier Burhan mengalami hambatan karena adanya pergantian raja yang tidak menyukai pengaruh Panembahan Buminoto dan sering kali mengabaikan permintaan untuk menaikkan pangkat Burhan, hal ini menandai masa sulit bagi Burhan dalam lingkup. 

Akan tetapi disisi lain, bersamaan dengan masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra dan hubungannya dengan Pakubuwana VII (Panembahan Buminoto) juga sangat harmonis.  

Dari Keahlian dan wawasan yang mendalam, beliau melahirkan banyak karya-karya yang mencakup beragam tema, mulai dari dongeng, lakon wayang hingga babad silsilah dan filsafat. 

Selain itu, karyanya juga menyentuh aspek kesusilaan, kebatinan, ilmu kesempurnaan, primbon, dan ramalan. Dengan cakupan yang luas ini, ia memberikan kontribusi besar pada kesusastraan dan budaya Jawa. 

Yang kemudian, beliau juga dianggap sebagai "peramal" atau visioner, melalui berbagai macam ilmu kesaktian dalam karya-karyanya yang menggambarkan kondisi sosial, moral, dan politik berdasarkan pengamatan dalam masyarakat pada zamannya, yang banyak di antaranya tetap relevan hingga masa kini.

Terdapat sembilan karya besar Ranggawarsita, yaitu Serat Hidayat Jati, Serat Ajidarma Tuwin, Serat Ajinirmala, Serat Suluk Sukmalelana, Serat Jaka Lodhang, Serat Jayengbaya, Serat Pawarsakan, Serat Kalatidha dan Serat Witaradya. 

Khususnya, karya-karya seperti "Serat Kalatidha", "Serat Sabdatama", dan "Serat Jayabaya", tidak hanya berfungsi sebagai karya sastra tetapi juga sebagai kritik sosial dan spiritual terhadap kondisi masyarakat yang diwarnai oleh ketidakstabilan moral dan politik. 

Dan yang paling terkenal yaitu "Serat Kalatidha", karyanya ini ditafsirkan oleh Ki Sumidi Adisasmita sebagai ungkapan kekecewaan sang pujangga (Ranggawarsita) terhadap situasi istana dan khususnya terhadap Susuhunan Pakubuwana IV. 

Menurut interpretasi ini, Pakubuwana IV dikelilingi oleh para penjilat yang hanya peduli pada keuntungan pribadi mereka, tanpa memperhatikan dampak buruk yang ditimbulkan bagi orang lain, terutama rakyat. 

Dalam karya nya tersebut Ranggawarsita memandang perubahan zaman sebagai siklus yang berulang: Katatidha (Keraguan), Kalabendu (Kehancuran), dan Kalasuba (Kemakmuran). Tiga era ini tidak hanya menggambarkan perubahan sosial tetapi juga menyoroti pergeseran nilai-nilai dan keutamaan moral dalam masyarakat. 

Adapun konsep-konsep utama Ranggawarsita yang mencerminkan corak kehidupan dan pemikiran masyarakat, salah satunya "Cakra Manggilingan", yang diibaratkan sebagai senjata Prabu Kresna, berupa roda berputar yang diibaratkan sebagai pandangan bahwa hidup manusia yang terus berputar dan mengalami fase-fase yang berbeda, baik yang menyenangkan maupun yang menantang dalam menghadapi tantangan masa lalu, kini, dan masa depan. 

"Cakra" ini menciptakan keharmonisan dan kestabilan yang diartikan bahwa setiap putaran hidup, seperti yang dijelaskan dalam perspektif Jawa, menggambarkan bahwa tidak ada kebahagiaan atau kesedihan yang abadi.

Syair Kalatidha menggambarkan kondisi yang relevan di Indonesia hingga saat ini, karena menggambarkan perilaku pejabat atau tokoh yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan cenderung mengabaikan kesejahteraan rakyat. 

Para penjilat tersebut memanfaatkan kedekatan mereka dengan kekuasaan untuk mencari keuntungan sendiri, memperlihatkan adanya sifat egois dan mengabaikan tanggung jawab sosial mereka. 

Fenomena ini disebutkan dalam Serat Kalatidha sebagai bagian dari "jaman edan" (zaman gila), di mana banyak orang, termasuk pejabat, terjerumus dalam tindakan yang tidak etis demi kepentingan pribadi. Fenomena ini menciptakan tantangan bagi masyarakat dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan yang seharusnya dijunjung oleh para pemimpin.

Why : Siklus Perubahan Zaman Menurut Ranggawarsita Memiliki Relevansi Yang Kuat Dengan Situasi Terikini Di Indonesia

Fenomena ini sangat relevan di Indonesia saat ini, terutama terkait dengan praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi adalah fenomena penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, yang merugikan kepentingan publik. 

Korupsi melibatkan banyak kegiatan yang meliputi penyuapan, penjualan pengaruh dan penggelapan dan mungkin juga melibatkan praktik yang legal di banyak negara, seperti manipulasi anggaran, nepotisme, dan penyalahgunaan sumber daya. 

Korupsi tentu saja dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk pemerintahan, bisnis, dan institusi publik, dan sering kali melemahkan integritas serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga atau individu yang terlibat. 

Pejabat yang hanya peduli pada keuntungan pribadi menunjukkan pola yang mirip dengan gambaran Ranggawarsita, di mana orang-orang rela mengorbankan prinsip dan tanggung jawab sosial demi kepentingan pribadi. 

Berikut penjabaran yang mendukung kuat siklus perubahan zaman menurut Ranggawarsita yang menganggap sebuah situasi yang berulang:

  • Zaman Katatidha (Keraguan),

Siklus perubahan zaman menurut pandangan Ranggawarsita yang merujuk pada periode ketidakpastian dan keraguan. Pada masa ini, masyarakat mengalami kebingungan dan mempertanyakan keberadaan moral, kehilangan arah, yang pada akhirnya memicu lemahnya kepercayaan terhadap pemimpin dan institusi.

 Katatidha ditandai oleh kondisi yang tidak stabil, dengan disertai perubahan nilai-nilai dan kebijakan yang tidak lagi mengutamakan kesejahteraan bersama, tetapi seringkali disertai dengan kekacauan, kecurigaan, dan keraguan. Dampaknya dari era ini yaitu muncul korupsi, ketidakadilan, dan sikap egois semakin menonjol, sehingga masyarakat kehilangan panutan moral yang dapat dipercaya. 

Katatidha juga ditandai oleh kebingungan dan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Hukum tidak lagi menjadi pelindung bagi rakyat, tetapi bisa dimanipulasi untuk melindungi kepentingan golongan tertentu. Hal ini menyebabkan rasa ketidakadilan yang mendalam dalam masyarakat.

Di Indonesia, fenomena ini tercermin dalam meningkatnya kasus korupsi di berbagai tingkat pemerintahan dan institusi. Saat ini masih banyak pejabat publik yang terjerat kasus korupsi, sebagai penanda krisis moral dan sumber daya di kalangan pemimpin. 

Kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan sistem hukum pun menurun karena kasus penyalahgunaan kekuasaan sering terungkap tanpa tindakan tegas atau hukuman yang setimpal.

 Selain itu, kasus penyalahgunaan kekuasaan pejabat publik juga berdampak pada buruknya integritas serta etika hukum sebagai penindak keadilan di mata public/masyarakat. Contohnya fenomena ini terlihat dalam penegakan hukum yang terkadang dianggap tidak adil atau diskriminatif. 

Kasus-kasus korupsi dan pelanggaran hukum oleh pejabat sering kali ditangani secara lambat atau bahkan diselesaikan dengan keringanan hukuman melalui berbagai mekanisme, seperti pengurangan masa hukuman, pembebasan bersyarat, atau bahkan pengurangan vonis pada proses banding., 

sementara pelanggaran kecil oleh masyarakat biasa dihukum dengan lebih tegas. Hal ini memperkuat persepsi bahwa hukum hanya berpihak pada yang kuat, yang menciptakan rasa ketidakadilan dalam masyarakat. Hal tersebut merupakan bukti nyata yang saat ini menjadi fenomena ketimpangan atau ketidakadilan hukum di Indonesia.

  • Zaman Kalabendu (Kehancuran),

Dari "Zaman Katatidha (Keraguan)", dapat diketahui bahwa fenomena tersebut merupakan titik awalan Zaman Kalabendu atau masa kehancuran, yaitu masa yang lebih sulit (suram) dalam siklus zaman yang digambarkan Ranggawarsita. 

Di era ini, masyarakat mengalami degradasi moral secara menyeluruh, nilai, dan ketertiban pada prinsip-prinsip keutamaan etika yang seharusnya dijunjung tinggi perlahan hilang, tergantikan oleh keserakahan dan egoisme yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama. 

Fenomena ini merupakan sebuah fase yang menunjukkan kehancuran sosial yang nyata dan merajalelanya ketidakadilan. Kepemimpinan yang seharusnya menjadi teladan moral justru kerap terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan, melindungi kepentingan sendiri atau golongan tertentu, sehingga mengorbankan kesejahteraan publik. 

Korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin meluas Di Indonesia seolah menjadi hal yang biasa dan merugikan rakyat banyak. Sehingga pejabat publik dan masyarakat cenderung kehilangan pegangan pada prinsip-prinsip keutamaan dan kebajikan.

Dampak dari fenomena tersebut sangat drastis dalam struktur sosial dan pemerintahan, hal tersebut mengakibatkan masyarakat jatuh dalam kondisi kritis. Ketimpangan tersebut sering kali terlihat dalam distribusi kekayaan negara yang dikuasai oleh segelintir elit, sementara banyak rakyat kecil hidup di bawah standar kemiskinan dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang menyebabkan masyarakat memiliki ketiadaan rasa aman di negara nya sendiri.  

  • Zaman Kalasuba (Kemakmuran),

Mencerminkan puncak kejayaan dan kemakmuran dalam kehidupan masyarakat, di mana kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial, kemajuan pendidikan, dan kepemimpinan yang visioner berjalan beiringan. Keadaan seperti ini adalah fase di mana nilai-nilai luhur dijunjung tinggi, dan pemerintahan berjalan dengan adil dan bijaksana. 

Selain itu, masyarakat tidak hanya hidup dalam kondisi ekonomi yang baik, tetapi juga menikmati kualitas hidup yang lebih baik, seperti akses ke layanan kesehatan, pendidikan yang memadai, dan lingkungan yang aman dan nyaman. 

Untuk mencapai kondisi ini, diperlukan upaya yang konsisten dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, dalam menjaga nilai-nilai luhur dan memastikan pemerintahan yang adil serta responsif terhadap kebutuhan rakyat. Dengan kolaborasi dan komitmen yang kuat, masyarakat dapat bergerak menuju kemakmuran yang berkelanjutan.

How : Upaya Pemberantasan Korupsi Untuk Mencapai Zaman Kalasuba 

Dalam karya nya Ranggawarsita memberikan kutipan yang mengingatkan untuk selalu ingat, dan selalu waspada. Dengan selalu sadar terhadap ketentuan Yang Maha Kuasa (Tuhan), selain dalam setiap perilaku maupun tindakan serta terhadap munculnya berbagai bentuk perubahan di masyarakat sosial, baik dalam skala local dan nasional sekaligus dunia internasional.

Dalam konteks upaya pemberantasan korupsi dapat dipahami bahwa sebagai langkah penting untuk mencapai Zaman Kalasuba, adalah dengan saling berkolaborasi menetapkan komitmen yang kuat, konsisten dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, dalam menjaga nilai-nilai luhur dan memastikan pemerintahan yang adil serta responsif terhadap kebutuhan rakyat. 

masyarakat menikmati kesejahteraan, keadilan sosial, dan kemajuan yang berkelanjutan. Berikut beberapa upaya yang bisa dilakukan:

1. Membangun Dasar Moral dan Etika yang Kuat

Membangun dasar moral dan etika yang kuat sangat penting untuk mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera. Hal ini tidak hanya berfungsi sebagai fondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga menjadi pilar dalam membentuk karakter individu dan kolektif. 

Dengan dasar moral dan etika yang kuat menciptakan kesadaran sosial yang menjadikan individu teguh pada kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Kesadaran ini akan mendorong masyarakat untuk berperilaku etis dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu bersama-sama memberantas ketidakadilan yang merata.

2. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengawasan

Mengadakan seminar yang mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pengambilan Keputusan seperti konsultasi publik dan komunitas pemantau dapat membantu masyarakat menyuarakan pendapat dan mengawasi kebijakan pemerintah. Mengadakan kampanye pendidikan yang meningkatkan kesadaran masyarakat tentang korupsi dan cara-cara untuk melaporkannya.

3. Penguatan Lembaga Anti-Korupsi

Penguatan lembaga anti-korupsi adalah langkah kunci utama untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Seperti melakukan audit dan evaluasi berkala terhadap kinerja lembaga anti-korupsi untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas mereka dalam menjalankan tugas. 

Dengan peningkatan sumber daya manusia, penguatan independensi lembaga, transparansi, dan kolaborasi yang baik dengan masyarakat, lembaga anti-korupsi dapat berfungsi lebih efektif. 

Hasil dari upaya ini diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah dan membawa Indonesia menuju Zaman Kalasuba, di mana keadilan dan kesejahteraan dapat terwujud.

4. Menetapkan Kebijakan Etik untuk Pejabat Publik

Menyusun kode etik yang jelas dan komprehensif bagi semua pejabat publik. Kode etik ini harus mencakup larangan terhadap praktik korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan kewajiban untuk bertindak dengan integritas.

 Selanjutnya, mengadakan pelatihan rutin bagi pejabat publik mengenai etika dalam pelayanan publik. Ini penting untuk memastikan bahwa mereka memahami tanggung jawab mereka dan dapat menerapkan nilai-nilai etika dalam pekerjaan sehari-hari. 

Tidak hanya itu, menerapkan sanksi yang tegas bagi pejabat publik yang melanggar kode etik. Dengan memberikan konsekuensi yang jelas, diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi.

Daftar Pustaka

Cipta, S. E. (2020). Ranggawarsita dan Sufisme Jawa: Studi Pemikiran Bagus Burham Terhadap Budaya Islam Jawa (1823-1870). Al-Mada Jurnal Agama Sosial dan Budaya .

Ciputra, W. (2022, Januari 11). Mengenal Ranggawarsita, Pujangga Terakhir Tanah Jawa dan Karya-karyanya. Retrieved from kompas.com: https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/11/164000078/mengenal-ranggawarsita-pujangga-terakhir-tanah-jawa-dan-karya-karyanya?lgn_method=google&google_btn=onetap#google_vignette

Hariyanto, S. (2024, Januari 3). Sang Pujangga: Ranggawarsita. Retrieved from medium.com: https://medium.com/@hariyantosigit/sang-pujangga-ranggawarsita-d1c65c148bcd

Sugendal, Z. (2021, Oktober 05). Ronggowarsito: Kisah "Hijrah" Sang Pujangga Tanah Jawa. Retrieved from Tebuirang Initiatives: https://www.tebuireng.co/ronggowarsito-kisah-hijrah-sang-pujangga-tanah-jawa/

Sundari, D. (2024). Mengenal Ranggawarsita, Pujangga Besar Terakhir Tanah Jawa. Retrieved from Dewi Sundari Konsultan Kejawen & Fengshui Nusantara: https://www.dewisundari.com/mengenal-rangga-warsita-pujangga-besar-terakhir-tanah-jawa/

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2022, Desember 06). Serat Kalatidha. Retrieved from Wikipedia Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Serat_Kalatidha

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2024, Juli 31). Korupsi. Retrieved from Wikipedia Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2024, Juli 28). Ranggawarsita. Retrieved from Wikipedia Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Ranggawarsita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun