What : Sejarah Ranggawarsita Dan Karyanya "Serat Kalatidha", Terkait Tiga Era Siklus Perubahan ZamanÂ
Ranggawarsita, nama aslinya adalah Bagus Burhan yang diberi gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara yang merupakan cucu dari Yasadipura II.Â
Beliau merupakan seorang pujangga besar dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yang dianggap sebagai "pujangga terakhir" tanah Jawa, yang lahir pada 1802 dan wafat pada tahun 1873.Â
Julukan "pujangga terakhir" Â tersebut diberikan setelah wafatnya, yang berarti sampai saat ini belum ada tokoh sastra yang mampu menyamai kebesaran dan kedalaman karyanya dalam sastra dan kebudayaan Jawa.
Semasa muda Burhan (Ranggawarsita), dikenal nakal dan gemar berjudi, oleh karena itu beluai dikirim oleh kakeknya untuk belajar agama Islam kepada Kyai Imam Besari di Pesantren Gebang Tinatar, yang terletak di desa Tegalsari, Ponorogo.Â
Kyai Imam Besari sendiri adalah seorang ulama yang dihormati, dan pesantrennya terkenal dalam bidang pendidikan Islam. Kendati seperti itu, Burhan tetap menunjukkan sikap nakalnya yang bahkan ia sempat kabur dari pesantren menuju Madiun, sebuah tindakan yang menunjukkan betapa sulitnya bagi Burhan untuk melepaskan kebiasaan lama dan menyesuaikan diri dengan kehidupan pesantren yang disiplin.Â
Namun, setelah kembali ke Ponorogo, ia mengalami perubahan besar yang dipercaya terjadi di Sungai Kedungwatu. Di sana, Burhan disebut-sebut mendapat "pencerahan" yang mendalam, yang akhirnya mengubah hidupnya secara drastis.Â
Usai pengalaman spiritual tersebut, Burhan kembali ke pesantren dengan tekad yang lebih kuat untuk menuntut ilmu dan agama. Ia menjadi pemuda yang alim dan tekun dalam mengaji, menunjukkan perubahan dari masa mudanya yang penuh dengan kenakalan menjadi seorang yang taat dan ahli dalam ilmu agama.Â
Pengalaman Burhan ini sering dianggap sebagai contoh dari perjalanan spiritual dan transformasi pribadi yang dapat terjadi melalui bimbingan seorang guru agama serta pengalaman spiritual yang mendalam.