Kampung Banceuy terletak di Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kampung Banceuy mulai dikenal sebagai kampung adat sejak sekitar tahun 1999 dan tahun 2000-an.Â
Pada saat itu, banyak orang yang datang ke Kampung Banceuy, baik itu dari kalangan pelajar maupun masyarakat umum dari berbagai daerah yang ingin mengetahui dan mempelajari apa yang ada di kampung tersebut.Â
Kampung Banceuy yang masih kuat dalam hal budaya dan kearifan lokalnya disertai dengan masyarakatnya yang masih memegang teguh kebiasaan yang diwariskan oleh para leluhur, pada akhirnya membuat kampung tersebut dikenal sebagai kampung adat.
"Karena adanya Banceuy yang masih kuat dalam budaya dan kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur, maka banyak orang yang menyebut Kampung Banceuy itu sebagai kampung adat." Ujar Odang, salah satu tokoh masyarakat di Kampung Banceuy saat ditemui pada hari Selasa (21/06/2022).
Jika dilihat dari sejarahnya, Kampung Banceuy pada mulanya dikenal dengan nama Kampung Negla. Namun, pada tahun 1800-an terjadi bencana angin puting beliung yang memporak-porandakan kampung tersebut.Â
Setelah itu, tujuh keluarga yang tinggal di Kampung Negla melakukan musyawarah atau dalam bahasa Sunda disebut dengan ngabanceuy, serta mendatangkan pula salah satu tokoh yang dapat dikatakan sebagai seorang paranormal untuk membantu mereka dalam menemukan solusi ke depannya.Â
Kemudian, solusi yang diberikan oleh paranormal tersebut adalah dengan melakukan perubahan nama, yaitu yang awalnya bernama Kampung Negla diganti menjadi Kampung Banceuy (dari kata ngabanceuy) yang masih terus digunakan hingga saat ini.Â
Selain itu, ada syarat lain yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang tinggal di kampung tersebut, yaitu setiap tahunnya harus dilaksanakan Ruwatan Bumi yang bertujuan untuk tolak bala dan sebagai bentuk dari rasa syukur.
Kampung Banceuy memiliki nilai-nilai budaya yang masih sangat terjaga dengan baik hingga saat ini. Masyarakat di Kampung Banceuy selalu memegang teguh adat istiadat yang menjadi warisan dari para leluhur mereka.Â
Masyarakat Kampung Banceuy seringkali menggelar ritual atau upacara tertentu yang dapat dilakukan baik secara individu, golongan, garis keturunan tertentu, maupun secara umum.Â
Ruwatan Bumi, Hajat Mulud, Hajat Wawar atau Hajat Lingkungan, Hajat Solokan (saluran air), dan Ngabangsar merupakan sebagian kecil dari beragamnya adat istiadat yang ada di Kampung Banceuy.Â
Setiap upacara adat yang digelar di Kampung Banceuy akan dipimpin oleh sesepuh yang ada di kampung tersebut dan/atau setelah meminta izin maupun menerima saran terlebih dahulu dari sesepuh yang ada di Kampung Banceuy itu sendiri.
Segala sesuatu yang akan digunakan dalam upacara adat yang dilakukan di Kampung Banceuy, baik itu berupa bahan pokok, peralatan yang digunakan, dan lainnya harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan atau dianjurkan oleh para leluhur maupun sesepuh di kampung tersebut.Â
Sebagai contoh, pada acara Ruwatan Bumi yang digelar selama dua hari dua malam ini segala sesuatunya dari mulai bahan pokok dan peralatan yang digunakan, kesenian yang harus ditampilkan, hingga setiap tahapan acara dari awal sampai akhir harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sejak dulu dan sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh sesepuh yang ada di Kampung Banceuy.Â
Segala aturan dan pantangan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan ritual-ritual tertentu menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik guna menghindari segala bentuk permasalahan yang mungkin terjadi jika melanggar hal tersebut.
Adapun menurut Mang Odang, tokoh masyarakat setempat mengatakan bahwa dalam waktu dekat atau tepatnya pada tanggal 26-27 Juli 2022 mendatang, Kampung Adat Banceuy akan segera menggelar Ruwatan Bumi yang dapat dihadiri oleh siapa saja dan dari mana saja.Â
Bahkan dikatakan pula bahwa ketika sebelum adanya pandemi COVID-19 pengunjung yang datang untuk ikut memeriahkan Ruwatan Bumi tersebut tidak hanya masyarakat yang berasal dari Subang maupun dari berbagai daerah di Indonesia saja, tetapi ada pula yang datang dari luar negeri seperti Jepang dan Meksiko.
Jika kita ingin mengunjungi Kampung Banceuy, maka tidak ada salahnya untuk mengetahui pula pantangan atau larangan yang ada di kampung adat tersebut.Â
Beberapa pantangan yang ada di Kampung Banceuy seperti, pada hari Sabtu tidak boleh bermain bola atau membuat kegaduhan lain di lapangan yang dianggap sebagai tempat berkumpulnya para leluhur.Â
Kemudian, pada hari Jumat dilarang bermain atau pergi ke hutan larangan, kawasan Curug Bentang dan Leuwi Lawang, serta berbagai pantangan lainnya.Â
Setiap aturan dan pantangan yang telah ditetapkan oleh para leluhur tidak boleh dianggap sepele dan dilanggar begitu saja oleh masyarakat yang tinggal di Kampung Banceuy maupun oleh para pengunjung yang datang ke kampung tersebut, karena bisa saja dapat menyebabkan terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan.
"Karena hal ini bagian dari kebiasaan, jadi masyarakat di sini akhirnya yang menjalankan itu semua orang. Maka pendatang pun harus dapat beradaptasi. Kalau tidak mau mengikuti pola hidup masyarakat Banceuy, ya itu resiko nanti ditanggung sendiri." Ujar Mang Odang.
Jika suatu aturan tertentu dilanggar maka sanksi sosial juga dapat diterima oleh mereka yang melanggar aturan itu sendiri. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan setiap aturan dan pantangan yang ada di suatu tempat atau daerah tertentu, terutama jika kita ingin berkunjung ke tempat tersebut.Â
Seperti halnya jika kita datang berkunjung ke Kampung Banceuy maka sudah sepantasnya kita harus mematuhi, menghormati dan dapat beradaptasi dengan setiap aturan yang ada di kampung adat tersebut. Karena seperti kata peribahasa, "di mana bumi dipijak, maka di situlah langit dijunjung."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H