Produksi limbah rumah tangga merupakan masalah global yang kian meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi. Keberadaan limbah rumah tangga menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat, termasuk di Desa Wonoroto (Rosmidah, 2016). Â
Desa Wonoroto menghadapi masalah limbah rumah tangga, terutama limbah organik, yang menjadi salah satu tantangan utama bagi masyarakatnya, yang mayoritas bekerja sebagai petani.Â
Limbah rumah tangga terdiri dari berbagai jenis, termasuk limbah organik seperti sisa makanan, sayuran, dan buah-buahan yang merupakan komponen terbesar (Hutaruk dkk, 2019). Â Data dari SIPSN, 2023 menyatakan bahwa ada 33 juta ton sampah di indonesia, 16 juta ton sampah yang dapat penanganan, 21 juta ton sampah yang dikelola dengan baik, terdapat pengurangan 4 juta ton sampah,dan 12 juta ton sampah yang tidak ditangani.Â
Organisasi lingkungan menunjukkan bahwa limbah organik rumah tangga menyumbang lebih dari 50% dari total limbah padat di banyak negara. Limbah ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan berbagai masalah lingkungan, termasuk emisi gas rumah kaca seperti metana dari tempat pembuangan akhir (TPA), pencemaran air tanah, dan penurunan kualitas tanah.
Sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga memiliki potensi besar untuk diolah menjadi bahan pakan ternak. Berdasarkan penelitian BPPP (2000), sampah organik rumah tangga memiliki kandungan gizi yang cukup signifikan, dengan protein sebesar 10,89%, serat kasar 9,7%, dan lemak 9,13%. Temuan ini menunjukkan bahwa sampah organik rumah tangga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan gizinya yang cukup tinggi (Wahyuti dkk, 2019).
Kendala utama yang dihadapi masyarakat adalah keterbatasan teknologi dalam pembuatan pakan ternak. Selain itu, proses pengolahan sampah organik masih menemui berbagai hambatan (Abbas & Larasati, 2022). Oleh karena itu, diperlukan adanya edukasi kepada masyarakat mengenai cara yang sederhana dan efektif untuk mengolah sampah organik menjadi pakan ternak (Aprianti dkk, 2022). Dengan demikian, pemanfaatan sampah organik sebagai pakan ternak dapat dioptimalkan, sekaligus mengurangi limbah yang dihasilkan.
Lalat pada umumnya cenderung hinggap di tempat-tempat yang kotor, namun lalat Black Soldier Fly (BSF) berbeda, karena mereka hanya berkembang biak di lokasi yang memiliki bahan fermentasi (Rianti, 2022). Maggot dikenal kaya akan protein dan lemak esensial, serta dapat diproduksi dengan biaya rendah menggunakan limbah organik sebagai substrat.Â
Menurut Silmina, Edriani, & Putri (2011), maggot adalah organisme yang berasal dari telur lalat tentara hitam, yang berkembang dengan mengkonsumsi bahan organik hingga membusuk. Diener, Zurbrgg, dan Tockner (2009) mengungkapkan bahwa larva lalat prajurit hitam memiliki berbagai keunggulan.Â
Larva ini memiliki tekstur yang kenyal dan mampu menghasilkan enzim alami yang membantu ikan dalam mencerna makanan dengan lebih efisien. Selain itu, larva lalat prajurit hitam merupakan sumber protein yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak dan ikan (Chairuddin dkk, 2015).
Budidaya maggot tergolong sederhana dan mudah dilakukan. Anda tidak memerlukan modal besar atau lahan yang luas untuk memulai bisnis ini; budidaya maggot bisa dilakukan di rumah (Hutauruk dkk, 2020). Menurut penelitian Rizal dan Eka (2018), maggot memiliki potensi besar sebagai alternatif pakan ikan lele. Dengan menggunakan campuran 50 persen pelet dan 50 persen maggot, biaya pakan dapat ditekan hingga 22,74%.Â