Mohon tunggu...
Aditia Ginantaka
Aditia Ginantaka Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya seorang aktivis pembinaan manusia

Selanjutnya

Tutup

Money

Memburu Energi Alternatif yang Membaru (3)

26 November 2012   07:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:39 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merang Padi, sebagai alternatif bahan baku

Menurut Soewondo Hadiwiyoto dalam buku Penanganan dan Pemanfatan Sampah yang diterbikan oleh Yayasan Idayu di jakarta tahun 1981, alkohol (khususnya ethanol) dapat dibuat dari berbagai hasil pertanian. Secara umum bahan-bahan tersebut dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu bahan yang mengandung gula (molase,gula tebu, gula bit, sari buah anggur, dan sari buah lainnya), bahan yang mengandung pati (biji-bijian, kentang, dan tapioka) dan bahan yang mengandung selulosa atau serat (kayu, dan beberapa limbah pertanian lainnya). Bahan baku yang umum digunakan selama ini adalah bahan yang mengandung pati seperti singkong, ubi jalar, kentang, atau dari bahan yang mengandung gula seperti tebu. Namun, dalam tulisan ini. Contoh bahan baku ethanol yang menjadi obyek kajian penulis adalah limbah hasil panen padi yaitu merang. Merang mengandung dua jenis molekul polysakarida yaitu selulosa dan hemiselulosa.

Tabel3.Beberapa contoh bahan baku ethanol

No

Nama Bahan

Ethanol(liter)/ton (bahan baku)

1

Singkong

142,86 liter

2

Ubi jalar

125 liter

3

Jagung

400 liter

4

Tebu

70 - 90 liter

5

Bagas tebu

27—33 liter

6

Daun kering tebu

11—16 liter

7

Tomat

180 liter

8

Biji kapas

360 liter

9

Klobot jagung

200 liter

10

Merang

280 liter

11

Limbah nanas

200 liter

12

Sagu

90 liter

Sumber : http://www.indobiofuel.com/index.php, tanggal 16 Februari 2007

Agus Krisno Budiyanto dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Gizi tahun 2002 menyatakan bahwa, selulosa merupakan serat-serat panjang yang membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman bersama hemiselulosa, pektin, dan protein pada proses diferensiasi. Penyimpanan atau pengolahan komponen selulosa dan hemiselulosa mengalami perubahan sehingga terjadi perubahan tekstur, seperti juga amilosa. Selulosa adalah polimer berantai lurus (ß-(1,4))-D-Glukosa. Selulosa bila dihidrolisis akan menghasilkan dua molekul glukosa dari ujung rantai sehingga dihasilkan selobiosa(ß -(1,4)-6-6).

Kelebihan produksi ethanol dari merang dari segi ekonomi adalah tidak diperlukannya biaya untuk mendapatkan pasokan bahan baku. Karena bahan baku merang langsung dapat diperoleh dari sisa hasil panen. Pemanfaatan merang juga dapat mengurangi penumpukan sampah organik, yang berpotensi memunculkan masalah ekosistem lainnya. Selain itu dapat merangsang berkembangnya agroindustri pedesaan dimana petani mampu memproduksi bioethanol, sehingga mampu mencukupi ketersediaan sumber energi secara mandiri. Karena merang adalah limbah, pemanfaatan merang diasumsikan tidak akan mengganggu ketersediaan pasokan pangan dan tidak perlu mengorbankan lahan yang potensial bagi penyediaan sumber bahan pangan.  Pemanfatan merang juga dapat dijadikan langkah untuk diversifikasi bahan baku dalam memproduksi bioethanol. Menurut  penelitian Seung Do-Kim dari Department of Chemical Engineering & Materials Science, Michigan State University, Amerika Serikat, satu kilogram merang menghasilkan 0,28 liter etanol, itu berarti untuk 1 ton merang dapat dihasilkan 280 liter ethanol.

Bahan baku yang mengandung gula sederhana atau monosakarida dapat lansung difermentasi, sedangkan bahan yang termasuk dalam golongan disakaraida, dan polysakarida seperti pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen monosakarida. Agar tahap proses fermentasi dapat berjalan dengan optimal, maka bahan-bahan dengan kandungan polysakarida harus mengalami proses pendahuluan sebelum masuk kedalam proses fermentasi. Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu Persiapan bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian.

Pada tahap persiapan bahan baku Selulosa perlu dirombak dahulu menjadi glukosa. Perombakan selulosa menjdi glukosa dapat dikerjakan dengan dua cara , yaitu:

1.Menggunakan asam sulfat pekat. Cara ini disebut hidrolisis asam

2.Menggunakan enzim selulosa. Cara ini disebut hidrolissa enzimatik. Penggunaan enzim selulosa dapat dikerjakan dengan penambahan enzim murni kedalam media, atau  dengan menggunakan mikrobia penghasil enzim selulosa.

Sumber: Hadiwiyoto, Soewedo. 1981. Penanganan dan Pemanfatan    Sampah. Jakarta: Yayasan Idayu.

Terbentuknya glukosa dan monosakarida dari hasil hidrolisis menunjukan bahwa proses pendahuluan telah berakhir dan bahan selanjutnya telah siap difermentasi.

Pada proses fermentasi prinsipnya adalah memecah sennyawa karbohidrat gula sederhana seperti glukosa menjadi asam organik(asam piruvat) kemudian asam organik tersebut dipecah menjadi ethanol. Proses pemecahan tersebut terjadi pada metabolisme dalam sel mikrobia. Jadi pada cara fermentasi ini penggunaan mikrobia tidak dapat ditinggalkan. Secara kimiawi reaksi dalam proses fermentasi berjalan cukup panjang, karena terjadi suatu deret reaksi yang masing-masing dipengaruhi oleh enzim khusus. Tetapi secara sederhana dapat dituliskan dengan reaksi sebagai berikut.

C6H12O6à 1/2 C2H5OH + 2 CO2

Dalam buku Mikrobiologi Terapan tahun 2002, Agus Krisno Budiyanto menyatakan bahwa, hasil fermentasi ethanol sangat dipengaruhi oleh teknologi produksi yang dipakai. Pertimbangan yang digunakan untuk memilih suatu teknik biasanya didasarkan pada kondisi sosio ekonomi saat itu, skala produksi yang ingin dicapai, dan kemantapan teknik itu sendiri. Skala yang besar dengan sistem yang berkesinambungan biasanya lebih efisien dan lebih baik digunakan pada sistem batch. Pada proses fermentasi dengan sistem berkesinambungan, tahap-tahap operasinya dapat lebih disederhanakan, kebutuhan tenaga kerja akan lebih sedikit, dan pengaturannya lebih efisien dan lebih baik.

Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Sebagai contoh untuk memproduksi biotehanol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisae dan kadang-kadang juga digunakan Saccaromyces ellipsoides, sedangkan untuk bahan-bahan laktosa dari whey digunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganosme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi serta mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan terhadap alkohol sebagai daya tolak terhadap umpan balik.

Tahap pertama pada operasi fermentasi secara komersial adalah persiapan stater. Sejumlah sampel yang kecil dan mengandung sedikit kultur khamir digunakan untuk inokulasi suatu batch kecil ysng terdiri dari csmpuran molase yang berisi nutrisi dan kontrol pH seperti diulang-ulang sehingga dicapai jumlah khamir yang besar untuk campuran dalam tangki fermentasi. Tahap terakhir adalah memasukan khamir tersebut ke dalam tangki fermentasi yang biasanya terbuat dari baja tahan karat dengan volume 50.000 liter. Untuk satu batch fermentasi yang sempurna diperlukan waktu 48 jam.

Agus juga menjelaskan dalam bukunya bahwa hasil fermenasi biasanya hanya berupa larutan alkohol encer, karena sel-sel khamir akan mati jika kadar alkohol melebihi 12-15 %. Untuk mendapatkan alkohol yang lebih pekat dilakukan proses pemurnian dengan cara menyuling larutan secara bertingkat. Dengan penyulingan ini dapat diperoleh alkohol yang kadarnya mencapai 95%. Alkohol tersebut masih mengadung minyak arak, yaitu suatu campuran  amilalkohol yang sangat beracun. Jika disulingkan sekali lagi didapat ethanol murni, akan tetapi kadarnya tidak lebih dari 95,5%. Hal ini disebabkan karena garis didih H2OC2H5OH mempunyai harga minimum pada 4,5% air dan 95,5 % alkohol, sehingga larutan 95,5% mempunyai titik didih tetap dan tidak dapat dipekatkan lagi dengan penyulingan. Untuk membuat alkohol mutlak yaitu ethanol 100%, air yang 4,5% dapat diikat dengan CaO. Cara yang lebih maju adalah penyulingan azeotop. Pada alkohol 95,5% ditambahkan benzena dan disuling. Mula-mula penyulingan campuran alkohol, benzena dan alkohol pada suhu 68,25% dan terakhir menyuling alkohol mutlak pada suhu 78,3° C.

Diharapkan dengan semakin berkembangnya teknologi dapat semakin meminimalisir ketergantungan terhadap sumber energi dari minyak bumi atau bahkan ethanol mampu mensubtitusi konsumsi minyak bumi. Dilihat dari segi kontinuitas produksi, indonesia sangat berpeluang untuk menjadikan ethanol sebagai sumber energi massal karena ketersediaan bahan baku dan sumber daya yang memadai. Dari segi ekonomi sember energi alternatif sangat berpihak pada rakyat dan mampu menciptakan demokratisasi dalam pemilihan energi oleh masyarakat. Pemerintah harus memiliki komitmen serius untuk mengembangkan sumber energi alternatif agar penggunaan ethanol dapat meluas. Peran pemerintah dapat ditunjukan melalui dukungan terhadap penelitian pengembangan sumber energi alternatif dan melalui kebijakan-kebijakan politik misalnya dengan menghapus subsidi BBM dan mengalihkannya ke sumber energi alternatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun