Besoknya, Alanta mengajakku berpacaran, ia sangat manis, bertanggungjawab, cerdas dan kuanggap dia adalah sebuah paket komplit
Semua anggota organisasi tahu, kecuali Azka. Aku belum siap cerita ke Azka, karena Azka juga sibuk dengan organisasinya. Alanta mengantarkan aku pulang tapi tak sampai rumah, aku belum mengizikannya apa kata ayahku nanti. Azka mengirimiku pesan
Azka : Selamat ya, kunci kosku di atas pintu
      Azka benar-benar kecewa, aku lantas marah setalah Azka mengirimiku pesan seperti itu. Pasti teman-temanku sudah cerita pada Azka. Aku dan Azka semakin jauh, aku pun kesal karena pesan Azka di hari itu.
Hari kamis malam, saat hujan telah deras-derasanya sepupuku menelpon kalau Rayen berada di depan rumahku. Aku mengajaknya ke rumah tanteku, yang berada disamping rumahku. Tubuhnya menggigil, wajahnya pucat dan matanya bengkak.
Dia memohon padaku untuk kembali, tapi aku tak mau. Pasti sepupuku yang cerita kalau aku telah bersama Alanta. Aku tak mungkin meninggalkan Alanta, dia sangat polos dan baik sekali padaku, dan kesalahan Rayen belum bisa kumaafkan.
Rayen pulang dengan segala rasa penyesalannya, entah apa yang terjadi dengan hubungannya, namun Tuhan seadil itu karma cepat sekali berjalan. Aku menceritakannya pada Azka, ternyata aku dan Azka tak bisa memutuskan hubungan pertemanan kami.
Hubunganku dengan Alanta berlangsung manis, ia amat memperlakukanku istimewa, tak sedikit perempuan yang menengokku tajam saat di kampus bahkan saat kami jalan-jalan diluar kampus banyak kaum hawa yang memperhatikan Alanta, karena Alanta memang setampan itu.
Aku masih disibukkan dengan organisasi, aku sering menginap di kos ka Mawar karena rumahku cukup jauh dari kampus. Ka Mawar sangat baik padaku, pagi itu aku pamit pergi karena ada mata kuliah pagi aku berjalan sendiri ke Kampus, dan setelah sampai kampus aku lupa laptopku karena hari ini adalah jadwal presentasiku.
Azka mengantarkanku kembali ke kos-an ka Mawar pintunya terbuka kecil dan baru aku ingin membukanya lebih lebar aku melihat ka Mawar yang tengah berkecup mesra dengan seseorang yang tak asing untukku, Alanta. Sangat-sangat tak begitu kupercaya. Aku benar-banar lemah saat itu.
Azka yang tadinya diatas motor kini menghampiriku yang hampir jatuh. Azka tak bertanya apa-apa dan langsung mendorong pintu kos-an ka Mawar, aku dan Azka menyaksikan pemandangan itu dengan sangat jelas, kemesraan mereka berdua terhenti dan langsung menengok ke arah kami, dengan rasa takut atau mungkin malu.Â