Sudah sejak lama kami adalah kawan. Mungkin tidak wajar ketika laki-laki dan perempuan berkawan cukup dekat dengan jangka waktu yang lama. Menurutku, tak ada alasan untuk jatuh cinta pada teman sendiri. Dia cukup popular di kalangan kaum hawa, tubuhnya cukup tinggi dan punya materi.
Azka, dia sangat baik padaku. Ketika aku membutuhkannya, dia selalu menjadi yang terdepan menyiapkan telinga, otak dan mulut untuk untuk menjelaskan hal yang masuk akal dan yang tidak.. Di awal pekuliahan dia mulai aktif di bidang organisasi, namun juga di bidang akademik.Â
Aku beberapa kali main kos-annya besama beberapa teman sekelasku untuk membuat tugas kelompok, yah sudah tak diragukan lagi kos-nya temasuk salah satu kos-an mahal di sekitaran kampus. Kamarnya bersih, bedcover hitam-putih, tv, computer, dan beberapa sepatu branded bejajar di rak sepatu samping kamar mandi. Sejak saat itu, aku dan Azka menjadi dekat.Â
Kami pergi mencari gorengan di Pasar Kuliner, aku, Syafa dan Azka dengan bebonceng tiga di atas motor sportnya yang serba hitam. Sya duduk di tengah, karna aku dan Azka belum telalu dekat namun nyatanya di sepanjang pejalanan hanya Azka dan aku yang mengoceh. Kami beda pemikiran, dia orang yang terlalu bebas sedang aku orang yang membatasi segala sesuatu.
Dan setelah itu, kami menjadi dekat dengan makan siang bersama, membahas teori, sastra serta sejarah yang amat memusingkan. Maklum, dia mengambil bidang organisasi yang menyangkut kebudayaan dan filsafat.Â
Bahkan, saat aku mulai dekat dengan seorang laki-laki aku meminta sarannya saat itu yang aku tahu ia tengah dekat dengan kakak tingkat yang amat popular di fakultas. Dia berusaha untuk mengajakku begabung di salah satu organisasi kampus, tapi aku tetap menolak.
Di semester tiga, Azka tejebak di pergaulannya dan meninggalkan kehidupan nyamannya. Dia sering tinggal di Sekrtariat Kampus, jarang mengikuti kelas, rambutnya berantakan, gayanya lusuh, setiap malam mabuk-mabukan, sangat berbeda dengan Azka yang biasa aku lihat. Pakaian sampai sepatunya pun sering aku lihat dipakai oleh beberapa anggota organisasnya.
Tiba di suatu malam, kami sekelas menginap di bibir pantai. Aku dan Azka duduk di atas pasir, di samping api unggun dengan angin malam dan mendengarkan deburan ombak. Aku jelas tak terlalu ingat apa yang ia ceritakan waktu itu yang jelas dia punya teman baik seperti aku sebelumnya, dan aku menceritakan hubunganku dengan Rayen.
Ia menuliskan puisi untuk Puan yang dibelai rindu, pastinya itu untuk seorang gadis yang dekat dengannya. Azka sangat jarang ke Kampus, waktunya habis dengan organisasi namun aku dan Azka tetap menjaga ikatan baik itu. Azka tak pernah mau pacaran, setahuku ia selalu mengidolakan kata-kata ini perasaanmu adalah perasaanmu, dan perasaanku padamu biarlah menjadi urusanku.
Di bulan September aku dan Rayen putus karena Rayen selingkuh dengan adik mentornya. Rayen menjadi ketua ospek di kampusnya. Dan ternyata ia tak mampu mengontrol keinginannya ketika melihat gadis yang jauh lebih baik dariku. Memang sedari bulan Juli lalu hubungan kami sudah agak renggang, karena aku yang sering marah-marah karena ia tak pernah punya waktu untukku.Â
Sebelumnya aku masih mencoba menahan amarahku ketika kudapati chatigan Rayen bersama adik mentornya yang agak mesra. Seminggu kemudian Rayen berterus terang selama ini ia kemana, selama ia tak punya kabar saat sudah keluar rumah.