Bagian tentang pencarian bapak ini harusnya masuk ke dalam alur inti cerita. Pembaca akan mengerti bahwa kondisi mental Ava ini ada kaitannya dengan absennya kehadiran bapak (Aku yang enggak pernah nangis saat baca buku, menangis untuk kedua kalinya setelah Selasa Bersama Morrie saat membaca bagian ia enggak diakui oleh bapaknya sendiri).Â
Sehingga, Ava kemudian memiliki keinginan untuk membereskan bagasi masa lalunya agar ia bisa menghadapi hubungan cintanya di masa sekarang dengan Raga, menurut pendapat pribadiku.
Raga merupakan hero untuk si heroine, orang yang dibohongi Ava karena Ava merasa Raga enggak akan terima dengan profesinya dan publisitas hubungan mereka nantinya.
"Cerita kita bukan film, Va. Kamu dan aku nggak tunduk sama aturan sequences. Cerita kita tergantung keputusan kita sendiri."
Anyway, Raga bahkan enggak ada andil dalam pencarian bapak yang lumayan kusesalkan. Bagian membereskan masa lalu ini seharusnya bisa menjadi katalis untuk penyelesaian konflik keduanya. Raga berjalan sendiri, Ava berjalan sendiri, Reza pun berjalan sendiri. Enggak cukup terhubung dalam penyelesaian konflik.
Di bagian akhir, aku kaget dengan Raga yang minta balikan tanpa adanya trigger peristiwa tertentu. Seperti... aku minta balikan, please? Aku bakal terima kamu apa adanya kok.
That's it, the end.Â
In a nutshell, novel ini banyak risetnya namun kurang mulus saja penulisannya. Jadi lumayan banyak dapat pengetahuan tentang bahasa perfilman dan aktor hollywood juga.
Dari 1-5 aku akan memberi 2.5.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H