"Rasa sakit itu ada untuk melindungi dan mengajarimu banyak hal."
Judul: Katarsis
Penulis: Anastasia Aemilia (2013)
Halaman: 264 Hal
Sinopsis
Tara Johandi, gadis berusia delapan belas tahun, menjadi satu-satunya saksi dalam perampokan tragis di rumah pamannya di Bandung. Ketika ditemukan dia disekap di dalam kotak perkakas kayu dalam kondisi syok berat. Polisi menduga pelakunya sepasang perampok yang sudah lama menjadi buronan. Tapi selama penyelidikan, satu demi satu petunjuk mulai menunjukkan keganjilan.
Sebagai psikiater, Alfons berusaha membantu Tara lepas dari traumanya. Meski dia tahu itu tidak mudah. Ada sesuatu dalam masa lalu Tara yang disembunyikan gadis itu dengan sangat rapat. Namun, sebelum hal itu terpecahkan, muncul Ello, pria teman masa kecil Tara yang mengusik usaha Alfons.
Dan bersamaan dengan kemunculan Ello, polisi dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yang melibatkan kotak perkakas kayu seperti yang dipakai untuk menyekap Tara. Apakah Tara sesungguhnya hanya korban atau dia menyembunyikan jejak masa lalu yang kelam?
Ngeracun
[hanya untuk orang-orang yang oke dengan spoiler]Â
Ini cerita tentang Tara, seorang gadis yang selamat dalam kasus pembunuhan keluarganya yang ditolong oleh psikiater Alfons dan terlibat dengan kawan masa lalunya yang kembali datang, Ello. Semua karakter merupakan manusia psikopat -atau terlibat orang-orang psikopat-, plotnya bertemakan psikologi thriller.Â
Tara dari kecil memiliki sifat yang berbeda dari anak kecil kebanyakan, tidak menyukai namanya, membenci orang tua kandungnya bahkan mencoba membahayakan nyawa mereka. Aku bahkan takjub anak berumur balita bahkan bisa berpikir sejauh itu. Diceritakan bahwa perilaku psikopat ini merupakan bawaan lahir dari seorang Tara, tidak pernah ada alasan dalam perangainya bahkan rasa haus darahnya. Yah... dia pokoknya adalah psikopat. Ia yang dianggap membunuh ibu kandungnya sendiri kemudian dibawa oleh ayah kandungnya untuk dirawat oleh keluarga om-nya. Dan mulailah teror pembunuhan keluarga tersebut dimulai dari pembunuhan terhadap sepupunya sendiri, Moses.
"Ketika rasa sakit itu datang di antara kakiku, air mata mengalir di pipiku tanpa kuperintahkan, dan aku menggenggam koin itu semakin erat hingga rasanya telapak tanganku sakit dan seakan darah berhenti mengalir."
Karena kasus pembunuhan tersebut diduga sebagai kasus perampokan, Tara dianggap sebagai saksi dan korban kemudian dibawa ke rumah sakit jiwa dan bertemu dengan dokter Alfons, yang menjadi psikiaternya. Dokter Alfons yang tenang dan perhatian menjadi satu-satunya sahabat bagi Tara yang kesepian dan diganggu oleh monster yang menghantui kepalanya.Â
Pada akhirnya Tara diboyong Alfons ke rumah dengan alasan Tara sudah tidak memiliki keluarga lagi sehingga Alfons siap menampung Tara di rumah sembari tetap melakukan sesi penyembuhan jiwa. Bertahun-tahun hidup dengan Alfons, takdir mempertemukan Tara dengan Ello, lelaki tampan yang ternyata pernah menjadi bagian hidupnya terkait koin lima rupiah yang selalu digenggamnya dan jatuh cinta pada Tara. Ello merupakan orang yang memiliki kelainan incongential sensitivity, kemampuan untuk tidak memiliki rasa sakit. Ello dan ayahnya nantinya akan ikut berpengaruh dalam cerita hidup Tara dan Alfons.
Untuk pembaca yang yang tidak terlalu gemar tema ini dan ingin mencoba membacanya, bersiap-siap dengan penjabaran dan deskripsi detail dengan isi hati seorang psikopat lengkap dengan cara membunuhnya.Â
Bahasanya pun mudah dipahami. Bisa dibilang ini menjadi salah satu poin plusnya. Untuk ini Anastasia Aemilia lumayan riset banyak terbaca dari tingkat kedetailan pembunuhan dalam uraiannya. Yang sangat menganggu adalah perpindahan sudut pandang pembaca, tanpa tedeng aling-aling, sudut pandang seketika berubah menjadi milik Ello. Ini karena isi hati mereka sangat mirip, aku baru sadar kalau bagian selanjutnya adalah berbeda ketika ada penyebutan nama, "Marcello Ponty."
Aku merasa novel ini lebih menceritakan dan menjabarkan tentang apa yang terjadi saat ini saja dengan detail. Mengulik dengan dalam apa yang sebenarnya Tara, Ello dan ayahnya rasakan dan mewujudkannya lewat rencana-rencana pembunuhan yang rapi. Well, they are described as the geniuses, all the psychopaths.Â
Entah penulis memang sengaja tidak mencoba untuk memberikan 'alasan' di setiap perbuatan pembunuhan dan asal muasal jiwa psikopat mereka, atau memang ini adalah salah satu kekurangan penulis yaitu kurang riset plot psikologi thriller. Untuk kasus Ello bisa kita simpulkan sebagai penyakit 'turunan', tapi untuk Tara? Ia dilahirkan di keluarga yang baik dan tidak kekurangan.
Dari segi kekayaan makna, aku belum bisa bilang ini adalah novel yang bagus, tapi dari segi hiburan, ini cukup baik dari segi tata bahasa, alur halus dan berplot-twist. Novel ini tidak menuntut sebuah happy ending, aku bahkan merasa tidak perlu diberi kebahagiaan di akhir untuk mereka yang berbuat keji. Mungkin pesan yang dapat diambil dari novel ini adalah... hati-hati, di sekitar kita banyak orang jahat yang tidak perlu punya alasan untuk berbuat jahat.
Dari 1-5 aku akan memberi 3.1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H