Mohon tunggu...
gilrandi adp
gilrandi adp Mohon Tunggu... Guru - Tergerak untuk belajar menulis dan berbagi melalui tulisan

twitter: @gilrandynho gerakan perubahan diri/revolusi hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Transformasi Belajar Ricat

1 April 2024   15:09 Diperbarui: 1 April 2024   15:10 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar/dok. pri/ Ricat saat belajar di Sekolah Nusantara Baru

Matematika  masih menjadi momok bagi sebagian besar murid di Indonesia. Nilai kemampuan matematika siswa Indonesia setiap tahun terus menurun. 

Ricat, murid kelas 4 di sekolah yang sedang kami rintis adalah satu dari ribuan anak yang mempunyai masalah dengan matematika. Meskipun sudah kelas 4, Ricat belum lancar dan hafal perkalian dan pembagian 1-100. 

Jika dasaranya saja masih belum bisa, sudah pasti Ricat kesulitan untuk mempelajari materi yang lain. Hampir setiap tes, nilai matematika Ricat tidicatak pernah lebih dari 40. 

Selalu mendapat nilai jelek membuat Ricat bahkan sudah frustasi dengan matematikai. Ricat sangat malas jika waktu pelajaran matematika telah datang.

Sejak awal semester genap, saya ditunjuk untuk mengajar matematika di kelas Ricat. Saya sangat prihatin ketika mengajar langsung Ricat. 

Seringkali saya justru kehilangan kesabaran ketika harus mengajari Ricat matematika. Namun saya tidak mau menyerah dan berusaha tetap percaya bahwa tidak ada anak yang bodoh.

Saya mencoba mencari tau kenapa Ricat tidak dapat belajar matematika dengan baik. Saya mencoba mengajak ngobrol personal dan saya amati kehidupan di sekolah.

Kita guru-guru juga terus diskusi bagaimana mendorong Ricat dapat belajar dengan baik. Singkat cerita sampailah saya ke cerita masa kecil Ricat. Darisana mulai terletak titik terang penyebab utama frustasi belajar Ricat.

Sejak kecil Ricat sudah sering mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya. Ricat bahkan sampai harus lari dari rumah karena sering dimarahi oleh bapaknya. Sebagai orang Alor, budaya kekerasan orang tua terhadap anak masih banyak di temui dalam kehidupan sehari-hari.

Mendengar cerita tersebut, sudah dapat dipastikan jika Ricat kurang mendapat kesempatan belajar di rumah. Dari sana saya mencoba mengenalkan kembali matematika dari dasar kembali. Tambah, kurang, kali ,bagi saya selalu sisipkan dalam tugas, pr maupun ngobrol.

Saya mencoba menjadi teman belajar dengan harapan kegemeran belajar mulai muncul. Saya selalu berusaha menahan diri untuk memberikan penghakiman  "jika kamu tidak bisa maka kamu adalah bodoh!.    

Saya juga menggunakan bantuan tabel hitung matematika untuk perkalian 1-100 untuk membantu Ricat. Dari transformasi yang lakukan waktu tes tengah semester lalu saya kaget melihat hasil tes matematika Ricat yang mendapat nilai 85. Yang lebih mengagetkan Ricat bernisiatif meminta jam tambahan belajar matematika.

Dari cerita trasnformasi belajar Ricat saya semakin yakin jika tugas guru adalah belajar. Masih banyak sekali anak seperti Ricat yang harus kita bantu satu-persatu dengan sabar.  Menemukan hubungan antara permasalahan ranssosial dan keluarga dan kemampuan belajar manjadi pelajaran yang sangat berharga.

Guru  tidak bisa lagi berperan sebagai penyampai materi. Guru harus menjadi fasilitator belajar hingga setiap pembelajar menemukan kegemaran belajar.

Salam transformasi belajar

Gilrandi ADP

Guru Sekolah Nusantara Baru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun