Sebulan kemudian ketika masing-masing dari mereka telah menyerahkan hasil tes kesahatan yang baik, hubungan pertama Friends With Benefit itu dimulai di rumah minimalis Adyan. Malam hari pada akhir pekan, sembari menonton Netflix di ruang tengah yang redup, Jesi berbaring dan menyandarkan kepalanya pada paha Adyan yang sedang duduk.
Sejam pertama mereka masih fokus pada televisi itu, namun selanjutnya mata keduanya lah yang saling bertemu, dilanjutkan dengan kecupan Adyan pada bibir tipis Jesi. Gerak bibirnya pelan, panas, tapi seperti penuh perasaan. Maka sofa itu menjadi saksi bisu atas diri Adyan dan Jesi yang menyatu tanpa busana. Hanya memikirkan soal kepuasaan, tanpa memikirkan perasaan.
Yang disadari oleh Jesi di malam itu ternyata Adyan tak hanya sekadar memberinya kepuasan, tapi juga soal kenyamanan yang tak ditemukan sebelumnya pada pria lain. Entahlah, mungkin dia hanya terbawa suasana saja malam itu.
Selanjutnya di tempat berbeda seperti hotel atau apartemen di mana Jesi tinggal, keduanya melakukan aktivitas yang sama seperti kali pertama di rumah Adyan. Dengan desah napas tak teratur dan keringat yang menyatu, mereka selalu berhasil memberi kepuasan masing-masing bagi pasangan.
"Thank you, ya," ucap Adyan rutin saat permainan berakhir, yang kemudian membawa mereka pada mimpi lain dalam satu pelukan sama
Sampai hari itu, yang tak pernah diduga bagi Jesi dan Adyan, sesuatu terjadi mengguncang laki-laki itu. Albert, kakak sekaligus satu-satunya keluarga yang tersisa bagi Adyan kecelakaan hebat di jalan raya. Mengakibatkan kakaknya itu tewas ketika di bawa ke rumah sakit.
"Harusnya aku aja yang mati, Jes. Harusnya aku!" kata Adyan histeris di lorong rumah sakit mengingat kembali saat menerima telepon soal kecelakaan Albert.
Jesi membiarkan kepala Adyan terbenam di pelukannya untuk meluapkan semua emosi. Meski mungkin tak bisa sepenuhnya membantu, paling tidak cara inilah yang bisa dilakukannya.
Hari-hari sampai minggu-minggu selanjutnya jadi masa kelam bagi Adyan. Belum bisa masuk kerja sehingga mengharuskan WFH, itu pun masih asal-asalan. Nafsu makan menurun drastis hingga membuat tubuh atletisnya kini menjadi kurus. Matanya sayu dengan tanda hitam di bawahnya.
Nyaris setiap hari Jesi datang ke rumahnya untuk sekadar membawa makanan dan memeriksa kondisi Adyan. Awal-awal masih bisa diterima, tapi lama-lama Adyan justru jadi risih tanpa bisa mengntrol emosi.
"Hal-hal kayak gini itu nggak pernah ada di perjanjian kita!" kata Adyan membuang bekal yang perempuan berambut pendek itu bawa.Â