Di sudut sana sebenarnya sudah ada Alvaro, atlet pemanah nomor 1 yang sudah menyiapkan diri jika hal ini terjadi. Dia yang sempat dicurigai olehku justru sekarang bekerja sama dalam penyelidikan ini. Panahnya dilepaskan tepat melukai lengan pelaku meski tidak sampai menancap, membuat si pelaku kehilangan konsentrasi dan tidak jadi melukaiku.
Sementara itu di sudut yang lain ada Renaldi, orang yang dituduhnya sebagai pelaku. Padahal yang benar-benar melakukan kejahatan itu adalah Damar, tersangka terakhir yang aku wawancarai.
Renaldi melakukan hal sama; melepas anak panah yang kini tepat menancap di betis Damar dan membuat darah mengalir di sana. Kini, Damar tak bisa berkutik dan berhasil masuk ke perangkap yang sudah kususun bersama Ara kemarin.
Aku, Alvaro, dan Renaldi bersamaan mendekat ke arahnya yang kali ini tak bisa melakukan perlawanan lagi.
"Pak Rahman adalah pelatih mesum," katanya tanpa basa-basi. "Dia sering merekam mahasiswi panahan di ruang ganti. Salah satunya, Alisa, pacarku."
"Data ponsel Pak Rahman sebenarnya tidak bisa diselamatkan. Jadi saya rasa, tindakan kamu menghancurkannya tidaklah sia-sia. Semua percakapan tadi hanya perangkap untuk membuat kamu setidaknya mengaku meski secara tak langsung."
Tidak berselang lama, anggota kepolisan lain dan tim medis datang untuk membawa anak muda itu menjalani proses hukum. Ada Ara juga datang berterima kasih pada Renaldi dan Alvaro yang bersedia menjalankan rencana berisiko ini.
"Tapi, Detektif, bagaimana kalian bisa mencurigai Damar sebagai pelakunya? Ya meskipun aku tahu sudah sejak lama dia tak suka dengan Pak Rahman."
Pertanyaan Renaldi membuatku mengingat kembali tentang analisis yang didapat Adri, yaitu tentang Damar yang mengatakan sedang ada di minimarket kampus ketika peristiwa terjadi. Padahal dari rekaman CCTV di minimarket itu, ternyata ia ke sana setelah menemukan korban di lapangan. Hal ini dibuktikan juga dengan history panggilan yang Renaldi lakukan ketika menelpon dua rekannya. Perbedaan waktu yang terlihat jelas membuat kesaksiannya justru jadi bumerang tersendiri yang balik menyerang.
"Oh, pantas saja akhir-akhir ini aku sering melihat dia berlatih sampai larut malam. Bisa jadi karena ingin mempersiapkan ini semua," kata Alvaro menambahkan.
Pamit dari mereka berdua yang secara tak langsung menyelamatkan nyawaku, Ara mendapat telepon dari seseorang. Dari raut wajahnya, sepertinya akan ada kasus baru.