"Minimarket kampus. Kalian bisa tanya kasir di sana."
***
Malamnya bersama Jeremy, rekanku yang lain dari Divisi Kejahatan Kepolisian, aku mendatangi kembali TKP di lapangan kampus yang masih dipasangi garis polisi. Kondisi di sana belum banyak berubah, termasuk sasaran panahan gambar lingkaran yang masih berjajar.
Yang membuatku penasaran adalah ponsel korban yang harus dihancurkan di lokasi. Kemungkinan besar itu dilakukan pelaku dengan alat panahnya hingga layarnya benar-benar hancur. Pertanyaannya, apa ada data penting yang tidak boleh diketahui orang lain?
"Dari hasil interogasi yang dilakukan Pak Radit dan Ara, entah kenapa saya curiga ke Renaldi," kata Jeremy sambil melihat ke buku catatan kecilnya.
"Kalau Ara justru lebih mencurigai Damar karena dia punya dendam pribadi kepada korban. Dan saya sendiri sedikit heran dengan Alvaro yang terlalu tenang ketika tahu pelatihnya tewas."
Ketika kecurigaan terhadap tiga tersangka itu belum selesai dibahas, telepon dari Adri ke ponselku memberikan satu faktu baru tentang tersangka. Ternyata satu dari mereka memiliki alibi yang sangat samar. Adri mencurigai bahwa orang itu pelakunya. Sekarang, hanya perlu mengumpulkan bukti yang lebih kuat.
"Jer, saya akan ke rumah sakit untuk tahu lebih lanjut soal hasil autopsi korban. Kamu coba hubungi Divisi Barang Bukti untuk sebisa mungkin menyelamatkan data-data yang ada di ponsel Rahmanto, sekecil apapun itu."
***
Di sinilah aku saat ini, aula kampus yang biasa digunakan tempat latihan memanah selain lapangan. Si pelaku ada di depanku, mengarahkan alat panahnya untuk menembak ke sini seperti apa yang waktu itu dilakukan ke korban.Â
"Maaf, Detektif, seharusnya Anda tidak perlu ikut campur di kasus ini."