Bagi para pencinta film horor seperti saya, sosok Ed dan Lorraine Warren tentu bukan sosok yang terdengar asing. Mereka berdua merupakan paranormal asal Amerika yang dikenal mengungkap kasus-kasus mistis yang dimulai sekitar tahun 1960-an.Â
Saking fenomenalnya, perjalanan kisah misteri keduanya dibuat menjadi film yang tentunya menyeramkan. Rilis pertama tahun 2013, kisah Ed dan Lorraine dikenalkan lewat film The Conjuring.
Film The Conjuring menjadi salah satu film horor yang bisa membuat saya ketakutan. Kala itu saat nonton di bioskop bersama teman-teman, saya tidak bisa melupakan sampai teriak di sana karena memang hantu dan jumpscare yang disajikan benar-benar epik dan bikin parno.
Ikon pertamanya boneka Annabelle adalah yang paling mengundang perhatian masyarakat, hingga di tahun selanjutnya (2014), spin off The Conjuring berjudul Annabelle rilis untuk menceritakan perjalanan kelam boneka tersebut sebelum ditangani oleh Ed dan Lorraine.
Tahun 2016, sekuel film horor favorit saya ini rilis dengan garapan sutradara yang sama, yaitu James Wan. Tak kalah mencekam, The Conjuring 2Â pun lagi-lagi berhasil membuat saya ketakutan dan parno.
Seperti di film pertamanya, ada ikon horor baru di sini. Bukan boneka, melainkan hantu biarawati dengan wajah yang benar-benar menyeramkan. Keberhasilan sosok ini membawa kembali jalan cerita The Conjuring universe ke spin off lainnya yaitu berjudul The Nun yang tayang pada tahun 2018.
- The Conjuring (2013)
- Â Annabelle (2014)
- The Conjuring 2 (2016)
- Annabelle: Creation (2017)
- The Nun (2018)
- The Curse of La Llorona (2019)
- Annabelle Comes Home (2019)
- The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021)
Dari semua film ini, saya selalu menyempatkan diri untuk nonton langsung ke bioskop, bahkan mengusahakan nonton di hari pertama tayang agar tidak terkenal spoiler lebih jauh.Â
Maka dari itu ketika kemarin punya kesempatan untuk nonton, di tulisan kali ini saya akan memberi ulasan terkait film ke-8Â The Conjuring universe ini.
Cerita bermula ketika Ed dan Lorraine melakukan eksorsisme di tahun 1981. Saat itu salah satu anggota keluarga Glatzel, yaitu David (seorang anak laki-laki) dirasuki oleh roh jahat.
Proses eksorsisme yang mencekam langsung ditampilkan pada 10 menit awal film, membuat film ini memiliki potensi yang sangat baik karena membuat penonton (termasuk saya) cukup ketakutan pada cerita awal.
Di tengah kerasukan David itu, Arne yang merupakan pacar Debbie (kakak David) mencoba untuk melawan iblis yang sedang merasuki tubuh anak kecil itu.Â
Arne memberanikan diri berkata "bawa aku saja, jangan dia". Dan saat itu juga, kondisi David langsung membaik, namun terjadi sesuatu pada Arne. Iblis yang sebelumnya ada di diri David kini seolah berpindah ke tubuh Arne.
Arne kemudian dituntut atas dasar kasus pembunuhan, bahkan sampai terancam hukuman mati. Ed dan Lorraine mencoba untuk membantu Arna agar terlepas dari tuduhan.Â
Sayangnya, pihak pengadilan tidak bisa menerima alasan tak logis itu. Semua harus didasari oleh bukti yang kuat sebagaimana proses hukum pengadilan.
Perjalanan dua paranormal ini lebih mengedepankan cerita misteri ala detektif ketika mencari bukti-bukti soal roh jahat yang memasuki diri Arne. Seperti pergi menemui pastor, ataupun ke pihak polisi untuk menanyakan apakah ada kasus yang serupa.
Sampai ke pertengahan film, penonton masih dibuat untuk berpikir siapakah dalang dari semua ini. Jumpscare dengan musik tinggi beberapa kali hadir menemani suasana horor. Meski sosok "hantu" tak langsung terlihat, sedikit bisa mengagetkan saya meski tidak sampai ketakutan seperti The Conjuring 1 dan 2.
Selanjutnya, sesuatu yang berbeda lahir dari film ketiga The Conjuring ini, yaitu hadirnya pengikut aliran sesat yang bisa manyakiti orang dari kejauhan.Â
Kalau di Indonesia sih mungkin bahasa kerennya "santet" seperti cerita film lokal yang pernah tayang beberapa tahun lalu berjudul "Kafir: Bersekutu Dengan Setan."
Karena memang jika melihat dari tujuh film sebelumnya menceritakan iblis atau setan yang tanpa sengaja datang dan menganggu manusia. Namun di film ini justru sebaliknya, yaitu sosok jahat sengaja dipanggil demi kepuasan pribadi.
Dalam beberapa momen memang ada scene yang menurut saya sedikit membosankan, mungkin karena saya selalu menonton setiap film The Conjuring universe yang memiliki ciri khas menakutkan dan mengagetkan.
Yang jadi catatan selanjutnya pun adalah hilangnya ikon The Conjuring yang selalu ada di dua film sebelumnya seperti Annabelle dan Valak.Â
Sosok "pemuja setan" di sini memang badass, tapi tidak menjadi ikon yang tersorot dan cenderung lambat laun dilupakan oleh penonton.
Ulasan terakhir dari saya adalah bahwa film ini bukanlah yang terbaik dari kedelapan film The Conjuring universe. The Conjuring pertama sebagai pembuka kisah Ed dan Lorraine tetaplah nomor satu menurut penulis pribadi, kemudian disusul oleh Annabelle: Creation yang ada di peringkat dua, dan The Conjuring 2 pada peringkat tiga.
Namun bukan berarti film ini tidak layak ditonton lho. The Devil Made Me Do It tetap punya keunggulan sendiri, yaitu dari tema cerita yang fresh soal pemuja setan tadi. Selain itu 10 menit pertama dan 20 menit terakhir adalah bagian emas di film ini.Â
Cerita dibuka dengan kelam, dan ditutup dengan klimaks yang cukup memuaskan. Ya meskipun di bagian tengah cerita dibuat jadi lebih rumit dan menuntut penonton untuk terus berpikir.
Lalu, bagaimana ya dengan akhir kisah keluarga Glatzel? Akankah Arne bisa selamat dari kutukan roh jahat yang terus merasukinya? Dan akankah perjuangan Ed dan Lorraine bisa menyelamatkan Arne dari kutukan?
Tentunya saya tidak akan memberi spolier lebih jauh lagi. Silakan menjadi saksi dari seri ketiga film The Conjuring ini dan bisa menyaksikannya langsung di bioskop. Apalagi untuk Anda yang sebelumnya mengikuti cerita dari The Conjuring universe ini. Jangan lupa juga untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.
Sebagai tambahan, saya tambahkan trailer film di bawah ini untuk Anda yang penasaran dengan kilasan ceritanya.
Dan sebelum mengakhiri tulisan ini. Saya akan memberi penilaian untuk film The Conjuring: The Devil Made Me Do It.
Nilai Penulis: 7.3/10
IMDb: 7.1/10
Rotten Tomatoes: 67%
Tentunya setiap orang memiliki penilaian yang berbeda. Dan apa yang saya tulis semua di sini merupakan pendapat pribadi yang tentu berbeda dengan pendapat orang lain, terutama untuk Anda yang sudah menontonnya.
Baiklah, sekian ulasan film yang bisa saya buat dalam kesempatan ini. Akhir kata, terima kasih dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya!
-M. Gilang Riyadi, 2021-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H