Kemarin, ada beberapa kabar duka yang saya dapatkan. Pertama, jelas tentang jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dengan jurusan Jakarta-Pontianak. Lalu di kota asal saya, Bandung, terjadi juga banjir di beberapa titik. Terakhir di kota tempat saya tinggal saat ini, Sumedang, terjadi bencana longsor yang sampai memakan korban jiwa. Bahkan longsor ini terjadi dua kali di hari yang bersamaan.
Sedih rasanya. Tentunya pun saya mengucapkan duka cita mendalam pada kepergian korban. Semoga juga keluarga yang ditinggalkan dapat diberi ketabahan atas peristiwa ini.
Bicara soal kabar duka, sadarkah Kompasianer bahwa ada beberapa etika sederhana yang bisa diterapkan ketika mendengar kabar duka seperti ini? Ada sedikit empati yang paling tidak harus kita berikan. Karena sedikit saja menanggapi kabar duka dengan cara yang tak seharusnya, justru bisa menyakiti keluarga korban, bahkan bisa juga mempermalukan diri sendiri apabila diunggah ke sosial media.
Hal ini sebenarnya saya sadari ketika melihat trending Twitter soal jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tadi. Ternyata masih ada beberapa orang yang tak bisa memberi respons positif atas terjadinya peristiwa ini. Maka, saya akan merangkum empati sederhana seperti apa yang bisa kita terapkan.
1. Jangan Menyebarluaskan Foto Korban!
Karena saya tinggal di Sumedang, informasi soal longsor yang terjadi di daerah Cimanggung, Sumedang kemarin cepat terdengar melalui broadcast WA hingga perbincangan orang sekitar. Saya tahu bahwa kejadian ini sampai memakan korban jiwa. Namun yang sedikit saya sayangkan adalah ketika salah satu rekan kerja saya dengan santainya memperlihatkan foto korban pada saya melalui ponselnya.
"Lihat Pak, ini jasad korban yang meninggal kemarin."
Duh, saya bukannya takut lihat gambar mayat. Tapi, rasanya kurang etis saja hal-hal yang sebenarnya privat itu justru dikonsumsi oleh orang banyak. Maka ketika teman saya memperlihatkan foto itu, dalam sekejap saya langsung memalingkan wajah.
Jika Kompasianer mengalami hal serupa dalam kasus apapun itu, cobalah untuk tidak menyebarluaskan foto korban, dan buatlah broadcast itu berhenti di kamu. Tidak perlu juga mengunggahnya di media sosial agar terlihat memiliki empati. Belum lagi jika orang yang melihatnya memang takut melihat gambar mayat atau darah (jika pada kasus kecelakaan). Itulah sebabnya kita harus bisa mengontrol diri soal apa yang bisa disebarluaskan dan tentang apa yang cukup jadi konsumsi pribadi.
2. Bukan Waktunya Bercanda
Sebagai pengguna aktif twitter, tentu saya mengikuti apa saja hal yang sedang trending dan banyak dibicarakan orang saat itu. Selain soal jatuhnya pesawat, ternyata ada juga contoh orang yang kurang memiliki empati dalam menanggapi berita ini. Niatnya sih mungkin memang bercanda, tapi saya rasa di suasana duka seperti bukan waktunya lagi untuk bercanda seperti ini.
Apa yang akan didapat jika kita berbuat hal ceroboh seperti itu? Tentu saja hujatan netizen. Yang saya lihat, banyak netizen menghujat akun-akun seperti ini, sampai akun yang bersangkutan harus tutup akun. Ya saya sih tidak membenarkan perilaku hujat menghujat seperti itu, hanya saja memang ada konsekuensi sosial yang akan didapat.