Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Terjebak Friendzone, Antara Bertahan atau Lepaskan

24 Juni 2019   21:33 Diperbarui: 30 Juni 2019   21:08 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by Billboard Vietnam

Usia 17 tahun hingga akhir usia 20-an menjadi usia yang rentan dalam menghadapi urusan asmara bagi sebagian orang. Pada usia seperti ini kita dihadapkan dalam momen pertama kalinya mengenal rasa cinta pada seseorang, merasakan kasmaran yang selalu membuat bibir tersenyum ketika mengingat dirinya, hingga akhirnya sama-sama yakin untuk menjalin sebuah hubungan yang lebih dari sekadar teman biasa.

Namun ini juga adalah fase di mana seseorang merasakan patah hati untuk kali pertama. Kita dihadapkan pada masalah yang dianggap sangat berat. Cinta jadi parameter kebahagiaan. Padahal, hidup bukan selalu tentangnya bukan?

Satu hal yang menarik dari fenomena jatuh cinta-patah hati ini adalah adanya satu istilah baru yang menggambarkan sebuah hubungan yang tidak jelas arahnya. Dibilang saling suka belum tentu, tapi hubungan sudah seperti sepasang kekasih. Ya, kita menyebutnya dengan sebutan FRIENDZONE.

Istilah ini mulai hits di kalangan anak muda beberapa tahun ke belakang untuk menggambarkan sebuah "persahabatan" yang salah seorang di dalamnya memendam perasaan lebih. Hal yang jadi masalah adalah ketika orang tersebut tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya karena takut hubungan persahabatan mereka jadi berantakan. So, itulah penjelasan singkat friendzone.

Produksi film Thailand, GDH, bahkan membuat film dengan tema dan judul yang sama, yaitu "Friendzone". Film ini rilis di negaranya pada tanggal 14 Februari 2019 lalu dan tayang juga di Indonesia pada pertengahan Maret kemarin. Dengan kondisi anak muda Indonesia yang banyak terjebak dengan situasi ini, ternyata menjadikan Friendzone sebagai film terlaris Thailand yang pernah tayang di Indonesia. Wow, dampaknya memang cukup besar ya ternyata.

Di Indonesia sendiri kita tentu tahu kisah Ayudia dan Ditto. Mereka sudah bersahabat hingga 13 tahun yang pada akhirnya berhasil berlabuh pada jenjang pernikahan hingga memiliki seorang anak yang lucu. Indah bukan? Namun, pada kenyataannya justru tidak semulus cerita orang-orang ataupun cerita fiksi dari sebuah film atau novel.

Hal pertama yang harus digarisbawahi adalah kisah (fiksi) di luar sana bukanlah patokan kita untuk mengharapkan relationship goals. Kita hidup pada kehidupan sendiri sehingga tidak perlu memikirkan cerita orang lain. Mungkin bisa dijadikan insipirasi, namun tetap juga mengedepankan logika dengan apa yang sedang terjadi dengan kehidupan pribadi.

image by travelberries.com
image by travelberries.com
Salahkah Menyukai Sahabat Sendiri?
Friendzone bagai sebuah kutukan dalam hubungan persahabatan. Tentu kita pun tidak punya niat di awal untuk menyukai sahabat sendiri. Tapi yang namanya perasaan justru datang tanpa pernah kita duga sebelumnya. Hal ini bisa menimbulkan kesalahpahaman hingga persahabatan yang sudah terjalin lama justru jadi rusak ke depannya.

Tidak ada yang salah soal perasaan. Yang ada hanyalah soal waktu yang kurang tepat. Seperti lirik sebuah lagu Fiersa Besari, Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah. Bukan tentang perasaan juga, lebih tepatnya tentang bagaimana seseorang bisa mengontrol perasaan itu.

Lagipula, jatuh cinta pada seseorang yang sangat dekat dengan kita merupakan hal wajar. Ia jadi orang pertama yang tahu soal apapun masalah yang sedang dihadapi saat itu. Tangis dan tawa menjadi makanan sehari-hari untuk kalian. Ketika ulang tahun misalnya, tidak pernah ada kata absen untuk mengucapkan satu sama lain.

Sekali lagi, tidak ada yang salah soal kenapa seseorang bisa menyimpan rasa pada sahabatnya sendiri. Anggap saja ini sebagai ujian antara terus bertahan, atau justru untuk melepas perasaan.

Bertahan, Akan Ada Cerita Baru Di Balik Perjuangan Ini
Jika kamu adalah orang yang optimis dan merasa tertantang dengan hal baru, kemudian terjebak dengan situasi friendzone ini, maka bertahanlah. Perjuangkan perasaan ini hingga ada di titik akhir persahabatan. Tidak menutup kemungkinan bahwa si dia juga punya perasaan yang sama, kan? Apalagi kalian sudah menghabiskan banyak momen bersama. Bisa jadi ada serpihan rasa juga tumbuh dari dirinya.

Tapi, jangan lupakan soal kemungkinan terburuk. Cerita hidup tidak selalu sesuai dengan harapan. Jika pun ternyata dia tidak memiliki perasaan yang sama, hargailah keputusannya. Kita pun harus menyiapkan kemungkinan patah hati yang akan terjadi. Siap jatuh cinta, juga harus siap patah hati.

Percaya juga bahwa Tuhan telah mengatur hidup kita dengan rencana Indah-Nya. Entah itu untuk masalah rezeki hingga jodoh. Jikapun saat ini ternyata kalian belum bisa bersatu dalam ikatan yang lebih dari sekadar persahabatan, mungkin beberapa tahun ke depan akan ada cerita baru yang ternyata lebih indah. Asalkan tetap didasarkan pada doa serta usaha. Karena jodoh tidak datang dengan sendirinya, kan?

Lepaskan, Tetap Pendam Perasaan Ini
Dalam buku berjudul "Jika Kita Tidak Pernah Jatuh Cinta" karya Alvi Syahrin, terdapat salah satu bab yang cukup menarik bagi saya. Judul babnya adalah Risiko Jatuh Cinta Diam-Diam. Dikatakan bahwa jatuh cinta yang paling indah adalah jatuh cinta diam-diam.

Sejak awal, kamu sudah tahu tidak akan pernah bisa mengungkapkan ini. Kamu pun tahu kemungkinan kalian bersama amatlah tipis. Cepat atau lambat akan ada seseorang yang berdiri di sampingnya yang memandangnya dengan penuh cinta, dan dia memandang orang itu dengan pandangan yang sama. Kamu akan menghabiskan waktu sendiri melihat punggung mereka yang perlahan-lahan mengabur oleh air matamu. (Jika Kita Tidak Pernah Jatuh Cinta, halaman 26)

Jadi, dengan menyimpan rasa ini baik-baik, kamu sudah mempersiapkan patah hati di awal cerita. Sehingga ketika tahu bahwa dia tidak memiliki perasaan yang sama, kamu sudah terlatih untuk patah hati. Meskipun, hal ini tentu akan menyiksa karena dipaksa untuk terus memandam perasaan di setiap waktu ketika sedang bertemu ataupun berkomunikasi dengan si dia.

Tapi, harapan tetaplah harapan. Masih terus berharap bukanlah hal yang dilarang. Mungkin di balik semua ini pun, ada satu waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaan pada sahabat sendiri yang nantinya akan berbuah sebuah jawaban manis yang diharapkan.

Jadi, kamu ada di tim mana? Bertahan atau Lepaskan?

-Gilang Riyadi (yang pernah terjebak Friendzone 5 tahun), 2019-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun