Hari itu di kafe tempatku bekerja, aku menemui Rena yang merupakan seorang pianis dari band yang kami bentuk. Aku vokalisnya yang terkadang juga memainkan gitar akustik. Sementara posisi gitaris utama adalah Yuda, namun dia belum datang saat ini.
Waktu menunjukkan pukul 4 sore. Belum banyak pengunjung datang. Di bulan Ramadan seperti ini, kafe akan mulai ramai pada jam 5 ke atas.
"Ibu akan datang ke kafe tempat kamu kerja sekitar jam 7 malam," kata Rena mengeja tulisan yang ada di ponselku. "Really? Apa selama ini Ibu kamu tahu bahwa seorang Gandi bekerja di sini?"
"Aku masih belum yakin. Tapi kemungkinan besar iya. Email dari orang yang tidak kukenal itu aku terima pagi tadi."
"Aku rasa selama ini Ibu kamu sering datang ke kafe hanya untuk melihat keadaan kamu. Bisa saja ia berpura-pura sebagai pengunjung biasa yang diam-diam meperhatikanmu dari jauh. Mendengar kamu bernyanyi pada malam Minggu, misalnya."
Aku berpikir sejenak. Spekulasi yang terlalu banyak mengisi pikiran membuatku tidak bisa menebak mana yang mungkin terjadi atau yang mungkin tidak terjadi. Mengenai pengunjung yang datang, aku tidak sampai memperhatikan mereka satu persatu. Tugasku hanya membawakan lagu di sini bersama band di hari-hari tertentu, tentunya yang kusesuaikan dengan jadwal kuliah.
"Jangan terlalu berharap. Aku cuma nggak mau kamu kecewa."
"Yang aku mau cuma melihat siapa Ibu aku, Ren. Nggak lebih. Bahkan aku nggak berharap dia mau hidup bersama aku dalam sebuah keluarga bahagia layaknya orang lain di luar sana."
Di tengah percakapan serius itu, ponsel Rena berdering. Ia mengangkat penggilan tersebut di depanku tanpa harus izin menjauh.
"Eh Bos, gimana? Oh gitu... Hmmm sekitar 3 lagu buat hari ini. Hah? Yuda absen? Oke deh aku ngerti. Sipp, see you."
"Jadi... ada apa?" tanyaku konfirmasi. Padahal aku tahu siapa yang menelepon dan apa yang barusan dibahas Rena.