Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tanpa Sosial Media, Hidup Akan Lebih Berwarna!

23 Oktober 2017   19:12 Diperbarui: 24 Oktober 2017   03:36 4160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman semakin hari semakin modern. Aplikasi di ponsel pintar mudah diunduh guna membantu penggunanya dalam menjalani kehidupan. Dimulai dari aplikasi chat yang memudahkan seseorang berkomunikasi, aplikasi maps untuk mencari jalan maupun sebuah alamat, atau aplikasi sosial media ditunjukan untuk kita, pemilik akun, memberi tahu aktivitas kepada orang lain. Pastinya, masih banyak lagi jenis aplikasi  berfaedah bagi masyarakat menjalani hari-hari nan menjemukan ini. Kalau dibahas satu-satu, nanti takut durasinya keburu habis deh.

Sosial Media (yang biasa disingkat menjadi sosmed) menjadi hal yang menarik untuk dibahas di sini. Kebanyakan anak muda (istilah kerennya generasi milenial) pastinya memiliki aplikasi sosmed di ponselnya. Entah itu Facebook, Instagram, Twitter, Line dan masih banyak lagi. Tentunya selain untuk mempermudah komunikasi dengan teman atau keluarga, sosmed akan digunakan sebagai wadah individu untuk meluapkan emosinya (entah itu berupa kesenangan atau justru kesedihan) ataupun sebagai media hiburan untuk menghilangkan kejenuhan.

Untuk generasi muda, sosmed memang menjadi hal yang tidak bisa ditinggalkan. Ketika ada di tempat A harus mengunggah aktivitasnya, begitu pula ketika ada di tempat B, C, D sampai Z. Sedang belajar juga sama, yang penting eksis nomor satu. Bahkan sampai hal-hal yang sebenarnya 'nggak perlu' pun tetap saja diunggah ke sosial media. Well, itu bukanlah sebuah kesalahan. Saya juga pernah seperti itu, meski sangat jarang.

Sayangnya, semakin ke sini peran sosial media bukan hanya menjadi wadah generasi muda untuk menunjukkan hal yang positif, tapi justru sebaliknya. Tidak jarang, kita menemukan postingan yang menjadi viral bukan karena prestasi, tapi karena sensasi. Entah mengapa, semakin ke sini pun saya malah merasa tidak nyaman lagi menggunakan sosmed. Sesuatu yang seharusnya menjadi sarana penghibur diri, malah berbalik menjadi hal yang membuat saya risih dan cenderung menghindari sosial media ini. Namun, hal apa sih yang membuat saya sampai berpikir begini? Mari kita bahas satu per satu di sini.

Sosial Media Menjadi Ajang Kesombongan

Ini adalah alasan pertama yang sebenarnya masih dalam tahap biasa dan tentunya dialami juga oleh banyak orang. Dengan adanya sosmed, kita memang dibebaskan untuk berekspresi. Namun tidak jarang, ekspresi itu justru terlalu terkesan berlebihan. Hal-hal yang seharusnya menjadi privasi justru diperlihatkan ke orang banyak. 

Ada beberapa kasus misalnya ketika seseorang dengan bangganya memposting segepok uang atau harta lainnya yang tak kalah berharganya di Instagram, seolah mengatakan "ini lho duit gue, banyak kan?". Bukankah hal tersebut seharusnya hanya menjadi konsumsi pribadi saja? Kalau tiba-tiba dirampok kan siapa yang mau tanggung jawab?

Memang, itu adalah hak seseorang untuk mengunggah apapun di sosial media miliknya dan kita pun jangan iri dengan kebahagiaan orang lain. Namun hal yang ingin saya tekankan di sini adalah kita harus bisa memilah aktivitas yang sekiranya bisa jadi konsumsi publik dan konsumsi pribadi. Tidak perlu lah sedikit-dikit update hanya untuk mencari ketenaran di dunia maya. Lebih baik jadikan sosial media menjadi hal wadah postif bagi diri sendiri dan tentunya bagi orang lain.

Sosial Media Menjadi Tempat 'Nyinyir' yang Pas

Nah, kalau yang satu ini sudah tidak bisa diragukan lagi. Semakin ke sini fungsi sosial media tergeser menjadi wadah seseorang untuk berkomentar seenaknya. Tidak sedikit pengguna sosmed pada akhirnya tertangkap basah karena memberikan komentar yang tidak baik di postingan seseorang (biasanya orang terkenal sih). Hal ini membuat orang tersebut yang semula 'membully' justru berbalik 'dibully' oleh netizen lain dengan komentar "lebih kejam".

Pada kasus di atas (ataupun kasus lain yang serupa dan menjadi viral) kita sebagai netizen seharusnya bisa menjaga sikap di sosial media yang dilihat banyak orang. Meskipun hanya terlihat dari sebatas foto, tidak menutup kemungkinan identitas kita akan ketahuan ketika melakukan sebuah kesalahan fatal di sosmed. Dan satu lagi, jangan cuma berani menjadi singa di dunia maya, begitu ada di dunia nyata malah menjadi kucing kecil yang ketakutan.

Sosial Media Menjadi Arah Kekinian yang Kurang Pas

Banyak generasi milenial yang tentunya meninginginkan ketenaran di sosmed, atau pengikut tren masa kini hingga dikatakan kekinian oleh orang banyak. Jika tren kekinian adalah orang berprestasi seperti Maudy Ayunda atau Chelsea Islan ya tidak masalah. Namun bagaimana jika yang dianggap kekinian oleh mereka publik figur macam seperti Awkarin dan Anya Geraldine? Well, saya tidak bisa bilang bahwa kedua contoh tadi adalah contoh buruk, tapi saya rasa, kedua tokoh tersebut tidak merepresentasikan manusia asal timur dengan budaya sopan santunnya. Entah itu dari cara berpakaian, pergaulan, ataupun pacarannya.

Seperti yang Kompasianer tahu bahwa sosial media akan memberikan pengaruh cukup besar untuk seseorang, apalagi untuk anak muda yang masih mencari jati dirinya. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting dalam memantau aktivitas anaknya. Baik itu dari pergaulan ataupun dari sosial medianya.

Sosial Media Menjadi Wadah Empuk Menyebar Berita Hoaks

jengjeng! inilah dampak paling berbahaya dari sosmed. Beberapa waktu ke belakang, hoaks menjadi sesuatu yang menakutkan bagi warga Indonesia. Tanpa pikir panjang banyak netizen menyebarluaskan berita dengan tingkat akurasinya rendah. Dampaknya, berita tersebut semakin diketahui oleh orang banyak. Maka dari itu sebagai netizen yang cerdas hendaknya kita memerika terlebih dahulu apa yang sedang dibaca. Jangan terpancing judul lalu langsung di-share tanpa membacanya terlebih dahulu. Pastikan juga bahwa berita dari sumber terpercaya. Sekalipun masih ragu, tidak ada salahnya mencari kebenarannya di portal berita lain.

Sosial Media Dijadikan Sebagai Tempat Debat Paling Ricuh

Ternyata fungsi sosial media tergeser menjadi sesuatu yang tak kalah membahayakan dengan penyebarkan berita hoaks, yaitu menjadi tempat debat orang-orang sok tahu. Masalahnya begini, orang-orang tersebut terkadang tidak bisa menerima pendapat orang lain sehingga apa yang orang lain katakana seakan salah di matanya, dan tentu menimbulkan perdebatan kian sengit.

Hal seperti ini banyak terlihat di sosial media seperti Facebook, Instagram, bahkan Line (Today). Kalau untuk Instagram ada beberapa akun yang sepertinya 'sengaja' mengunggah sesuatu yang menimbulkan perdebatan orang banyak. Mungkin tujuannya untuk menambah jumlah like atau followers. Dampaknya banyak netizen tersulut emosinya dan semakin memancing perdebatan panjang.

Lain dengan Instagram, lain juga dengan Line Today. Tentunya dengan kehadiran portal berita tersebut sangat memudahkan pengguna Line dalam mengakses berita terkini. Dengan dilengkapi kolom komentar, pengguna Line pun bisa ikut menyuarakan pendapatnya di sana. Yang saya pantau sih kalau berita berbau politik pasti akan ramai komentar. Masalahnya, terkadang komentarnya tidak disaring dahulu lalu memojokkan salah satu pihak, kemudian terjadilah perdabatan di sana sini serta sering dibumbui umpatan-umpatan kasar.

...

Dari banyak kasus di atas kemudian saya berpikir, bagaimana seandainya jika saya hidup di usia saat ini namun berada di tahun sebelum sosial media menjamur di sini. Kita flashback saja di akhir tahun 90an hingga awal tahun 2000an. Saat itu sms juga sudah dikatakan canggih. Internet belum diketahui banyak orang. Berita pun hanya bisa diakses melalui televisi atau koran. Sepertinya sangat damai jika hidup pada zaman tersebut tanpa khawatir ada permasalahan ini itu. Jika ingin mengeluh pun paling hanya sekadar bicara sendiri atau ke orang terdekat saja.

Tapi di satu sisi kita pun tidak bisa menolak arus globalisasi. Mau tidak mau atau suka tidak suka , kita harus menerimanya. Yang penting kita harus bijak dalam menghadapi teknologi yang semakin canggih ini, khususnya di sosial media. Jika ingin memposting/berkomentar pun sebaiknya dipikir dahulu jangka pendek dan panjangnya. Intinya jadilah netizen berkualitas, bukan cuma nyinyir doing :)

-Gilang Riyadi, 2017-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun