Mohon tunggu...
Gilang Ramadhan
Gilang Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Bachelor of Education in Indonesian Language and Literature, Indraprasta University, Jakarta

Omon-omon puisi dan sekenanya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Diamnya Pohon-Pohon

24 Januari 2025   23:00 Diperbarui: 24 Januari 2025   22:45 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Awan Merah Muda. Sumber: Pexels.com/Luis Quintero

Malam ini terasa lebih panjang dari biasanya, seperti setiap detik berjalan dengan beban, terasa sesak, namun tetap mengalir. Aku melaju melewati desa kecil yang tak pernah benar-benar tidur, meskipun suasananya sunyi, kehidupan seolah tak pernah benar-benar berhenti. Ada sesuatu yang mengganggu di sana, seperti ketegangan yang tak terlihat, sebuah kenangan atau semacam beban yang ditinggalkan oleh sesuatu yang belum selesai.

Desa itu sendiri adalah semacam metafora, sebuah ruang yang terbentang antara kenyataan dan mimpi, seperti dunia yang terus terjalin dan terpisah dalam waktu yang sama. Sebuah ruang antara apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan. Lampu mobil menyinari rumah-rumah yang terlihat sepi, namun dengan cara yang aneh, mereka terjaga. Entah apa yang sedang mereka tunggu: apakah mereka ingin keluar dan mengisap udara malam ataukah mereka hanya menunggu sesuatu yang lebih besar, semacam keajaiban yang tak kunjung datang?

Seperti mereka ingin berteriak atau mungkin berbicara, tetapi mereka tetap diam. Pagi tak pernah datang untuk mereka, malamnya terlalu panjang untuk membiarkan mereka tidur dengan nyenyak. Aku merasa ada sesuatu yang menyentuhku di sana, sesuatu yang mengingatkanku pada perasaan terlupakan, perasaan tentang sebuah tempat yang tidak bisa dijelaskan, namun terasa begitu dekat.

Aku melewati setiap rumah itu, dan dalam perjalananku, aku tahu bahwa mereka tidak benar-benar tertidur. Aku tahu bahwa mereka sedang bermimpi, seperti aku yang sedang melaju di atas jalan yang panjang dan sepi, membawa keheningan ke setiap lekuknya. Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir tentang wajah-wajah itu, tentang bagaimana mereka tidur dengan wajah yang kaku dan tegang, seolah mereka sedang menahan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang mengancam, dan mereka tidak bisa melepaskannya meskipun mereka berusaha untuk tidur.

Mereka beristirahat seperti palang pintu perlintasan yang turun, hanya menunggu hingga segala sesuatunya bergerak lagi.

Aku melanjutkan perjalanan itu, dan meskipun jalan itu gelap, aku tahu bahwa ada sesuatu yang mengamati. Pepohonan itu, mereka ada di sana, membisu, seolah mereka telah mengetahui sesuatu yang lebih besar daripada diriku. Aku merasa ada sesuatu yang mereka simpan dalam diam mereka. Mereka bukan sekadar pohon-pohon di tepi jalan, mereka adalah saksi bisu dari segala hal yang tidak bisa diungkapkan.

Baca Juga: Bahasa Tanpa Kata-Kata

Aku ingin bicara dengan mereka, ingin bertanya tentang ruang dan waktu yang mereka simpan, tentang kehidupan yang mereka amati dalam diam. Tapi aku tahu mereka tak akan menjawab. Mereka diam, seperti teater yang tahu kapan harus berhenti, tahu kapan harus tetap berada di dalam kegelapan, menunggu dengan penuh harap akan sesuatu yang tak akan pernah datang.

Setiap daun yang berdesir di atas tanah tampak begitu jelas dalam kegelapan malam itu. Seperti kenangan yang tiba-tiba muncul di permukaan, daun-daun itu tampak seperti mereka ingin memberi tahu sesuatu, tetapi mereka tak bisa. Mereka mengikuti langkah-langkahku, mungkin membawa cerita dari tempat yang jauh, dari ruang dan waktu yang tak pernah aku kenal. Mereka adalah bagian dari misteri yang belum selesai, sepotong dunia yang terus berkembang dalam kegelapan, sebuah dunia yang tetap ada meskipun kita tak selalu menyadarinya.

Tapi saat aku berbaring, mencoba untuk tidur, aku mulai merasakan hal yang lebih nyata: gambar-gambar aneh yang mulai muncul dalam kegelapan, gambar-gambar yang tak bisa kujelaskan, yang tercipta di antara kelopak mataku. Mereka seperti pesan yang datang dari tempat yang jauh, sesuatu yang tertinggal di balik dinding waktu dan ruang, sesuatu yang tidak bisa kuambil atau kupegang. Mereka mulai menulis sesuatu di dinding gelap itu, menciptakan bentuk-bentuk yang mengambang antara kenyataan dan mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun