1
Di kamar mandi kos, aku mencuci tangan kiri, airnya mengalir perlahan, berkarat seperti atap tua. Leherku basah, dingin seperti angin di halte tengah malam, sementara bayangan lampu jalan menari di dinding. Aku makan nasi bungkus sisa semalam, asin sambal kacang mengingatkanku pada peluh ibu.
2
Di bawah jembatan stasiun Manggarai, aku menyentuh jam dinding usang di kios reparasi. Pemiliknya menggumamkan lagu dangdut, suaranya patah-patah, seperti ingatan tentang hari ketika hujan membuat banjir datang, menghanyutkan langkah kecilku. Aku membeli rokok eceran, tapi tak pernah menyalakannya.
3
Di pinggiran Blok M, di antara kios majalah tua, aku menemukan buku puisi yang sudah lelah: halaman-halamannya lusuh, penuh bekas tangan orang lain. Aku merasa seperti tahu lebih sedikit tentang hidup dibandingkan mereka yang meninggalkan tulisan kaki di pinggirnya. Aku membaca sampai matahari jatuh di gedung-gedung kaca.
4
Langkahku membawa ke pasar malam yang gaduh, di mana anak kecil menjajakan balon berbentuk bintang. Aku memegang satu balon, ringan, melayang, seperti mimpi-mimpi yang sering kukejar di antara macetnya Jalan Sudirman di Senin pagi. Balon itu lepas, terbang menuju langit yang penuh kabel.
Baca Juga: Pneumatik Jakarta
5