Ketika malam semakin larut, dan suara kembang api mulai mereda, aku menatapmu. Kau tertidur di lantai, dengan kepala bersandar pada kardus yang hampir kosong. Aku melihat diriku dalam dirimu: retakan, lelah, tapi tetap mencoba. Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku merasa bahwa mungkin itu cukup. Bahwa mungkin, di tengah semua kekacauan ini, ada keindahan dalam retakan, dalam usaha untuk tetap menyala meski soket terbakar.
Tahun baru tidak membawa keajaiban, tidak membawa permulaan baru yang sempurna. Tapi malam itu, aku belajar bahwa kita tidak membutuhkan keajaiban untuk bertahan. Yang kita butuhkan hanyalah api kecil dalam gelap, yang terus mencoba menyala. Dan mungkin, hanya mungkin, itu sudah cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H