: untuk istriku
1.
Di dapur sempit, waktu melesak di antara dinding. Aku rendam buncis, airnya keruh, mengambang seperti sejarah: keras kepala, menolak empuk, meski direndam di malam yang panjang.
2.
Pisau tua mengiris daging keras,
garis-garis merah membeku di mata pisau.
Aku dengar gajiku dipotong lagi;
setiap serat daging yang lepas
adalah angka yang lenyap dari slip gaji.
3.
Buih dari buncis pecah,
menggelegak, menampar tepi panci.
Setiap letupan adalah cerita yang tidak selesai,
dibaca dengan mata lelah,
diulang di bawah lampu dapur
yang tidak pernah padam.
4.
Jari-jariku, pecah oleh panas,
bertemu dengan generasi perempuan sebelumku,
yang juga membakar tangan mereka
di atas panci warisan.
Setiap lecet, simbol tangan yang melawan
sistem yang menunduk.
5.