1.
Ada rasa yang tebal di sana,
menggumpal seperti kabut pagi,
bukan udara, bukan tanah,
tapi mungkin waktu yang menjelma;
waktu yang kuberi untukmu,
dan cinta yang tumbuh seperti akar
di antara sela-sela hari.
2.
Di atasnya, lapisan-lapisan lain tumbuh,
tirai yang berkibar, angin yang sesekali mampir,
kemeja yang digantung di pintu,
suara televisi di ruang lain.
Semua itu, latar tak terlihat
dari cerita yang tak sengaja
tercipta.
3.
Lapisan terakhir itu,
sesuatu yang indah, hadir tanpa suara;
bunga liar yang mekar di tepi jalan,
langit jingga sebelum hujan turun,
atau mungkin,
tatapanmu yang tersimpan
di sudut-sudut ingatanku.
4.
Keindahan itu tak datang
untuk disambut,
tak pernah diminta.
Namun justru karena itu,
ia membangunkan segalanya:
ketebalan jarak,
tekstur rindu yang berdenyut pelan
di antara aku dan waktu.
5.
Dan di situ,
di antara semua lapisan,
aku berdiri,
mencoba membaca keindahan
seperti membaca surat cinta lama:
huruf-hurufnya masih ada,
tapi artinya sudah kabur,
terbungkus oleh waktu berlapis-lapis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H