(6)
Lembang menyambut pagi dengan kabut yang mengantuk. Jalan-jalan berliku, seperti teka-teki tanpa jawaban. Dua remaja duduk di sebuah warung kecil, berbincang dengan bahasa yang sederhana, tentang cinta yang lebih rumit dari jalan di depan mereka. Kopi hitam di meja menjadi saksi, uapnya membawa rahasia ke udara yang dingin.
(7)
Jakarta malam hari adalah simfoni neon dan hujan. Di emperan toko, seorang lelaki tua terbaring, membungkus tubuhnya dengan koran usang. Ia bermimpi menjadi aktor, tapi hidup hanya memberinya panggung jalanan. Hujan turun, mengetuk aspal dengan nada pelan, mengiringi mimpi yang sudah lama kehilangan penonton.
(8)
Bandung pagi hari adalah jemuran basah yang berbaris di gang sempit. Bau nasi yang ditanak meresap ke udara, membawa kehangatan ke sudut-sudut kecil. Anak-anak tertawa, suara mereka membentur dinding rumah yang tua. Waktu seperti melambat di sini, memberi ruang bagi kehidupan untuk bernapas, untuk sejenak melupakan bahwa di luar sana, dunia berlari terlalu cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H