1.Â
Aku berdiri di sini, di batas waktu. Menyapu masa lalu yang terkelupas, menggulungnya seperti koran pagi. Tinta hitam yang tumpah di tangan, ah, masa depan itu kantong kosong; siap kupenuhi dengan serpihan hujan dan mimpi tua.
2.
Hai, kau di sana, dengan mata penuh cerita, apa yang ingin kau bisikkan? Jangan takut. Sore ini hanya kita berdua. Tak ada yang mengintip dari celah dinding. Angin mendengar, tapi ia penjaga yang malas. Hanya sesekali mencuri, hanya untuk lupa.
3.
"Apa kau pernah melawan dirimu sendiri?" tanyaku. "Aku sering," jawabnya. Langit yang hancur, penuh kontradiksi: awan abu, langit biru, dan pelangi yang menggigil. Mungkin kita sama saja: sejumput kosmos yang menampung segala, tawa dan jerit, puisi dan makian.
4.
Di ambang pintu, aku mendengar langkah. Langkah lapar menuju meja makan. Atau mungkin itu langkah angkuh menuju kekosongan? Siapa tahu. Aku ingin berjalan bersama siapa saja, bahkan jika jalannya penuh pecahan kaca.
5.
Ayo, katakan sebelum aku pergi. Jangan menunggu bulan menutup pintu. Beri aku dongeng, dusta, atau angan. Aku tak peduli isinya, hanya peduli nadanya. Sebab dunia berakhir dalam bisikan. Dan aku hanya seorang pelancong, yang menunggu lampu terakhir dipadamkan.