Tidak kalah meriah dengan perayaan di Bali, Kota Palangkaraya pun juga tampak sibuk menggelar berbagai kegiatan menyambut Hari Raya Nyepi. Di Kota Cantik ini, tidak hanya umat Hindu Bali saja yang merayakan. Melainkan, masih ada umat Hindu Kaharingan yang notabene masyarakat dayak.
[caption id="attachment_374011" align="aligncenter" width="448" caption="(foto milik pribadi)"][/caption]
Meski ada beberapa perbedaan, namun kedua umat hindu ini tetap menggabungkan perbedaan dalam satu wadah. Seperti pada upacara adat Tawur Agung Kesanga yang digelar di Bundaran Besar. Bagi umat Hindu Kaharingan, upacara tersebut lebih dikenal dengan Mamapas Lewu. Nama yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama. Yakni, untuk membersihkan alam semesta dari pengaruh jahat.
Upacara tersebut dilaksanakan di Catus Pata atau perempatan. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalteng, I Nyoman Sudyana. Pemilihan tempat tersebut agar umat Hindu selalu dapat menempatkan diri di tengah. Serta, selalu ingat akan posisi dan jati diri.
“Perempatan merupakan lambang tapak dara. Serta, lambang keseimbangan agar umat hindu selalu menjaga keseimbangan dengan Tuhan, Alam, dan sesama manusia,” ungkapnya menceritakan.
Upacara yang digelar saat matahari berada tepat di atas kepala mengundang perhatian warga Kota Palangkaraya. Ada beberapa sesajen yang diletakan tak jauh dari area sembahyang. Sesajen tersebut terdiri dari daging babi dan ayam. Adapula beberapa jenis kue. Dimana sesajen itu dimaksudkan untuk diberi kepada leluhur mereka. Perbedaan dari umat Hindu Bali dengan Hindu Kaharingan dapat dilihat dari tempat meletakan sesajen. Kemudian, seluruh sesajen itu dilarung ke Sungai Kahayan.
Sehari sebelum upacara adat ini, digelar Melasti. Yakni sebuah ritual membersihkan segala peralatan di pura. Jika biasanya dilakukan di tepi pantai lantaran laut sebagai hal yang paling penting. Tetapi, mengingat Kota Palangkaraya jauh dari pantai. Maka, sebagai sumber mata air dipilihlah Bukit Tangkiling.
Beralih kembali pada upacara adat Tawur Agung Kesanga. Setelah upacara tersebut selesai, tepat pukul 16.00 WIB diadakan pawai ogoh-ogoh. Di sinilah kemeriahan jelang Hari Raya Nyepi terasa. Karena, tidak hanya umat Hindu saja yang menikmatinya. Melainkan seluruh warga kota dapat ikut menyaksikan.
Meski hanya ada dua ogoh-ogoh saja yang diarak keliling kota. Masyarakat tetap penasaran untuk melihat dari dekat. Terlebih ketik ogoh-ogoh tersebut berjalan dari Jalan Bukit Hindu tepatnya dari Pura Pitamaha menuju Bundaran Besar dan melintas di Jalan Yos Sudarso. Serta, kembali menuju Pura Pitamaha.
****
Mohon maaf jika ada istilah yang salah.
Terima Kasih.
*selamat membaca dan selamat merayakan Hari Raya Nyepi bagi yang merayakan*
(GeeR)
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H