Mohon tunggu...
Gilang Nugraha
Gilang Nugraha Mohon Tunggu... Freelancer - Jr. Content Writer

untuk mendukung silahkan donasi di https://saweria.co/Gilangn isi konten Harian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bertanya di Hari Selasa: Seberapa Boleh Pemikiran Liberal Diterima dengan Pemahaman Konsevatif dan Juga Sebaliknya?

28 Juni 2022   15:10 Diperbarui: 28 Juni 2022   15:13 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bertanya di hari selasa adalah tulisan yang dibuat atas dasar pertanyaan yang terpikirkan dan dikemas dengan cara yang ringan dan menjadi pembelajaran bagi kita bersama.

Sebuah perdebatan sosial media

Akhir-akhir ini di sosial media seringkali terjadi perdebatan antara pelaku sosial media yang mengaku open minded dan juga pelaku sosial yang mewakili paham konservatif, seringkali perdebatan panjang antara nilai yang sudah tertanam sejak lama diadukan dengan nilai moral yang sekarang memang paham liberalis mulai sedikit-sedikit masuk dan biasanya mencakup penerimaan sesuatu yang dahulu kala dianggap aneh dan juga tidak relevan dengan nilai yang sudah ada dianggap sesuatu yang sangat radikal kini makin dinormalisasi karena berdasar kepada Hak Asasi Manusia.

Meski begitu seringkali pemahaman yang liberal melakukan suatu yang terbilang ekstrem dimana memang pada saat ini kebanyakan dari orang yang menganggap dirinya adalah seorang minoritas merasa mempunyai agenda dan kepentingan untuk diterima oleh banyak orang.

Pada dasarnya hal tersebut bukanlah hal yang dilarang namun kerap kali ada suatu cara yang salah yang dilakukan oleh beberapa oknum dengan cara yang sangat bisa dibilang anarkis

Kasus penyelenggaraan Piala Dunia 2022 di Qatar

Pada tahun ini tepatnya pada bulan November ajang sepakbola antar negara sedunia akan digelar dan diadakan di negara Qatar dimana memang mayoritas penduduk disana menganut agama Islam, pada beberapa waktu lalu panitia penyelenggara piala dunia ini mengumumkan larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para turis yang datang untuk menyaksikan piala dunia ini dimana secara tegas mereka akan menjamin keamanan para pendatang di negaranya tersebut namun disamping itu mereka juga memohon pengertian budaya yang memang sudah berada di Qatar dimana dirinya yaitu Nasser Al-Khater melarang pasangan LGBT untuk tinggal bersama selama di Qatar meski dari itu dirinya juga memastikan bahwa keamanan orang-orang yang memiliki orientasi seksual tersebut diizinkan untuk menonton akan tetapi tidak memperlihatkan hal tersebut di tengah tempat di Qatar, belum lagi perilaku seks menyimpang atau pasangan diluar pernikahan dilarang tinggal di tempat hotel yang sama dan juga hal-hal yang terkait prostitusi sangat dilarang bahkan Nasser secara terbuka akan menghukum orang-orang yang melakukan hal tersebut dengan hukuman penjara minimal 7 tahun karena memang hukum Qatar mengatur tentang hal tersebut. 

Pada dasarnya Qatar adalah negara yang sangat menghormati semua perbedaan namun dirinya juga menuntut agar para pendatang nanti menghormati budaya dan hukum yang berlaku di negaranya tersebut.Qatar adalah negara konservatif dan menunjukkan kasih sayang di depan umum yang tidak disukai terlepas dari orientasi seksualnya. 

Namun hal ini juga memancing pro kontra di sosial media dimana memang kebanyakan pendatang akan datang dari negeri barat yaitu eropa ataupun benua amerika, bahkan beberapa warganet di barat sana berbicara bahwa Qatar mungkin adalah tuan rumah terburuk selama pergelaran Piala Dunia karena melarang hal-hal tersebut yang memang tidak diatur di berbagai negara sebelumnya meski begitu seharusnya fundamental yang sudah ada semenjak lama yang berada di Qatar ini bisa dihargai oleh para pendatang lainnya.

Kasus Film Lightyear

Hal ini pun terjadi ketika pengumuman bahwa Film Buzz Lightyear yang secara masif memiliki agenda untuk memperkenalkan LGBT kepada para penontonnya nanti meski begitu beberapa lembaga sensor di berbagai negara memutuskan untuk tidak menunjukan adegan tersebut sedangkan Disney sebagai studio produksi film tersebut menolak hal tersebut karena konten tersebut adalah adegan penting dalam film. 

Sampai pada akhirnya beberapa lembaga sensor film pun akhirnya memutuskan bahwa film itu tidak memiliki genre film untuk semua umur dan diganti menjadi bimbingan orangtua, hal ini pun konten LGBT di dalam film tersebut itupun membuat pro dan kontra dimana yang pro disney mengatakan bahwa anak-anak harus diperkenalkan hal tersebut dari kecil namun yang kontra dengan hal tersebut juga menjelaskan bahwa pendidikan anak-anak mereka adalah prioritasnya. 

Kembali lagi ini adalah masalah peraturan dimana hal ini bukan tentang keberpihakan namun sesuatu memang tidak dipaksakan dan sebuah larangan juga bukan berarti tidak mendukung.

Sama halnya dengan orang-orang timur yang harus hidup di barat dimana memang sebuah kebebasan dijunjung tinggi dari gaya hidup dan orientasi seksual dimana seperti pepatah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung ibaratkan sebuah buku walaupun kita memiliki bacaan yang sama bisa saja value yang diambil berbeda, dimana terkadang beberapa orang ingin perbedaannya diterima namun tidak bisa menerima perbedaan value yang sudah dimiliki orang lain 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun