Di sebuah kota kecil yang dikelilingi pegunungan, terdapat sebuah rumah tua dengan jendela-jendela usang. Di dalam rumah itu, tinggal seorang wanita tua bernama Nenek Tania. Setiap hari, Nenek Tania duduk di kursi goyang di dekat jendela, memandang keluar dengan mata yang berkaca-kaca.
Setiap pagi, Nenek Tania akan mengeluarkan foto usang dari saku bajunya. Foto itu menunjukkan seorang pria muda yang tersenyum bahagia dengan latar belakang laut biru. Pria itu adalah anaknya, Michael, yang meninggal dunia dalam kecelakaan mobil sepuluh tahun yang lalu. Michael adalah satu-satunya anak Nenek Tania, dan kehilangan itu telah meninggalkan kekosongan yang tidak terisi di hatinya.
Setiap kali Nenek Tania melihat foto itu, dia merasa seolah Michael masih ada di sampingnya. Dia mengingat hari-hari ketika mereka berjalan di tepi laut, berbagi cerita, dan merencanakan masa depan. Kini, hari-hari itu hanya tinggal kenangan yang menghantui Nenek Tania.
Suatu hari, seorang anak kecil bernama Lily, yang tinggal di rumah sebelah, melihat Nenek Tania duduk di jendela dengan wajah penuh kesedihan. Lily merasa iba dan memutuskan untuk mendekat. "Nenek, kenapa Nenek selalu terlihat sedih?" tanyanya dengan suara lembut.
Nenek Tania tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kesedihannya. "Aku merindukan seseorang," jawabnya singkat.
Lily yang penasaran, memutuskan untuk mengunjungi Nenek Tania secara teratur. Setiap hari, Lily akan datang dengan gambar-gambar yang dia buat, atau hanya duduk di samping Nenek Tania sambil bercerita tentang kehidupan sehari-harinya. Walaupun Nenek Tania tidak banyak berbicara tentang Michael, kehadiran Lily mulai mengisi kekosongan yang ada di hatinya.
Waktu berlalu, dan Nenek Tania mulai merasa sedikit lebih ringan berkat persahabatan Lily. Namun, rasa kehilangan itu tidak pernah benar-benar hilang. Suatu hari, saat Lily datang ke rumah Nenek Tania, dia menemukan bahwa Nenek Tania telah meninggal dunia di kursi goyangnya, dengan senyum lembut di wajahnya.
Di samping Nenek Tania terdapat sebuah surat untuk Lily. Dalam surat itu, Nenek Tania menulis, "Terima kasih telah mengisi hari-hariku dengan keceriaanmu. Kamu tidak hanya membuatku merasa sedikit lebih baik, tetapi juga membantuku mengingat betapa indahnya hidup ini meski dengan kesedihan yang ada."
Lily memandang jendela yang sekarang kosong tanpa sosok Nenek Tania dan merasakan campuran rasa sedih dan syukur. Meskipun Nenek Tania telah pergi, kenangan tentang persahabatan mereka akan selalu menjadi bagian dari hidupnya, seperti jendela yang menghubungkan dua dunia yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H