Oleh: Gilang Gimnastian Abdullah
Kemandirian Ekonomi merupakan sebuah cita-cita yang diharapkan oleh bangsa Indonesia yang berdaulat adil dan makmur. Cerminan kemandirian ekonomi secara konseptual berada di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 dimana subtansinya adalah indonesia haruslah mandiri secara ekonomi dan kekayaan alam sepenuhnya dikuasai negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Didalam konteks pertumbuhan ekonomi dibutuhkannya infrastruktur dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur merupakan Prioritas Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN). Hal ini didasarkan pada beberapa alasan yang meliputi: percepatan pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai apabila tidak ditopang oleh infrastruktur, revitalisasi pertanian memerlukan dukungan infrastruktur untuk dapat mengakses komoditas agrikultural, masalah lingkungan terkait manajemen air dan banjir, polusi udara dan tanah pun berkaitan dengan ketiadaan infrastruktur yang memadai. Maka dari itu infrastruktur merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan perekonomian.
Berdasarkan pernyataan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahwa kebutuhan investasi indonesia diperkirakan mencapai Rp. 2.500 triliun per tahun¹. Kebutuhan investasi tersebut merupakan dana yang sangat besar untuk menunjang rencana pembangunan infrastruktur. Berangkat dari hal tersebut oleh sebab itu pemerintah secara realistis membutuhkan dana tersebut dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta atau yang disebut Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)/ Public Private Partnership (PPP). Public Private Partnership merupakan salah satu komitmen utama Indonesia dalam G20 bidang pembangunan mendorong kerjasama pemerintah dan swasta dalam pengadaan serta pengembangan infrastruktur. Kerjasama ini menjadi alternatif dalam pendanaan infrastruktur dalam program utama indonesia Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)².
Suatu hal yang dilematis bagi pemerintah, dimana pemerintah dituntut untuk mandiri secara ekonomi dan menciptakan laju pertumbuhan ekonomi di satu sisi pembangunan infrastruktur dalam rangka mencapai hal itu dana pemerintah terbatas dan terjadi gap antara pendapatan dan belanja infrastruktur. Secara realistis indonesia adalah negara berkembang yang memiliki pendapatan menengah/ Midle Income Countries. Perusahaan-perusahaan domestik dalam investasi infrastruktur ini tidak mencukupi kebutuhan pembiayaan dan Perusahaan asinglah yang ikut andil dalam investasi infrastruktur ini. Jumlah APBN sebesar kurang lebih Rp. 1700 Triliun bukan hanya dialokasikan untuk pembangunan ekonomi saja, tapi masih banyak sektor strategis yang harus didanai oleh pemerintah, apalagi Asean Economic Community (AEC) sudah semakin dekat dibutuhkannya struktur ekonomi yang kuat agar tidak menjadi tersingkirkan dalam persaingan free trade asean.
Secara realistis investasi dengan skema Public Private Partnership pendanaan khususnya dari pendanaan asing dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi tetapi secara politis tidak demikian. Dalam keadaan saat ini pemerintah mau tidak mau harus berpikir pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dalam rangka percepatan ekonomi indonesia dalam merespon pertumbuhan ekonomi global dan mempersiapkan persaingan di dalam AEC dengan adanya Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)/Public Private Partnership (PPP) merupakan langkah yang positif, selain merupakan alternatif pendanaan, dapat juga menyerap tenaga kerja.Alangkah lebih baiknya pemerintah memberikan kerjasama ini kepada investor atau perusahaan domestik daripada memberikan peluang kepada asing karena domestiklah yang harus diutamakan sebab ia merupakan bagian dari bangsa indonesia dan dalam proporsi dengan pihak asing dalam komitmennya tidak merugikan bagi indonesia.
¹www.investordaily.com/kebutuhan-investasi-ri
²Ibid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H