Anggaran Pendidikan yang begitu besar tentunya membuat sebagian akademisi merasa senang. Pasalnya, jika anggaran yang diberikan untuk pendidikan lebih besar otomatis tunjangan untuk para pengajar makin besar pula. Anggaran Pendidikan yang besar juga diyakini dapat memperbaiki taraf pendidikan di negeri tercinta ini, misalnya tiap sekolah dapat mengupgradesarana dan prasarana yang ada sehingga para murid lebih dapat fokus dan nyaman ketika menuntut ilmu. Namun, apakah semua dana pemerintah telah dialokasikan dengan baik?
Dari tahun ke tahun, anggaran pendidikan meningkat. Pada tahun 2017 ini, anggaran yang dikucurkan untuk pendidikan di Indonesia kurang lebih sebesar 410 Triliun lebih, itupun sudah termasuk dana dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Pendidikan Tinggi. Sudah seharusnya uang yang begitu banyaknya, memiliki andil besar dalam peningkatan taraf pendidikan di Indonesia. Namun apa yang terjadi? Banyak dana yang berkurang, bahkan tidak sampai ke bagian yang semestinya. Sebagai contoh, masih banyak ruang kelas di sekolah-sekolah daerah memiliki atap yang bolong, serta kursi dan mejanya yang sudah dimakan rayap. Â Kelas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pendidikan murid-murid, bagaimana murid dapat merasa nyaman belajar apabila keadaan kelas yang tidak layak dipakai sebagai tempat pembelajaran? Sebenarnya ada banyak sekali masalah perihal pendidikan di Indonesia ini, mulai dari kurangnya pendidikan moril hingga yang paling meresahkan dan paling sering terjadi, yaitu kasus korupsi anggaran pendidikan.
Korupsi, satu kata yang semestinya dijauhi oleh bangsa Indonesia namun ironisnya kita seperti tidak bisa lepas dengan kegiatan tidak bermoril ini. Dan salah satu sektor yang paling sering diselewengkan adalah pendidikan, tepatnya anggaran pendidikan. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 17 Mei 2016 lalu, praktik korupsi anggaran pendidikan selama sepuluh tahun terakhir telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 1,3 triliun. Dalam kurun waktu 2005-2016, ditemukan 214 kasus korupsi di bidang pendidikan. Dan dalam pantauan ICW, setidaknya ada 17 objek anggaran pendidikan dari anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN) serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang rentan korupsi. Beberapa di antaranya adalah dana alokasi khusus, sarana dan prasarana sekolah, gaji dan honor guru, beasiswa pendidikan, dana bantuan operasional sekolah (BOS), dan infrastruktur sekolah. Dan menurut hasil pantauan mereka, para oknum yang dengan teganya menyelewengkan dana tersebut, tidak lain dan tidak bukan adalah para pegawai atau pelaku pendidikan itu sendiri, seperti guru, dosen, staf tata usaha pun juga ikut terlibat. Namun Dinas Pendidikan lah yang lebih banyak bersinggungan dengan kasus korupsi. Hal ini masuk akal karena sebagian anggaran pendidikan tersebut dikelola mereka, sehingga dapat mengundang para oknum yang haus akan harta untuk menyeleweng.
Apakah hal ini harus terus dibiarkan?
Tidak. Kebenaran haruslah ditegakkan. Seringkali saksi mata yang melihat praktik korupsi anggaran pendidikan tidak berani untuk melapor. Padahal mereka ada di jalan yang benar, para saksi beralasan bahwa mereka tidak ingin membuat atasan mereka murka dan dapat membuat mereka kehilangan jabatan yang sementara itu. Hal yang cukup lucu menurut saya, bagaimana seseorang mengorbankan begitu banyaknya nasib anak-anak yang ingin bersekolah dengan layak hanya demi menjaga tempat di lingkungan kerja mereka. Benar-benar sikap yang harus dihilangkan dan dimusnahkan. Menurut saya, akar masalah ada di mental penjajah yang ada di pelaku korupsi, serta jika pemerintah tidak dapat menyeleksi staf-stafnya dengan baik maka akan sulit untuk memberantas praktik korupsi tersebut.
Marilah kita senantiasa berjuang melawan mental para penjajah yang dimiliki hampir semua rakyat Indonesia, kawan.
(Muhammad Gilang F - Kelompok 8 PKM FBS UNJ 2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H