Mohon tunggu...
Aristotahes
Aristotahes Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Mahasiswa Tuna Asmara

Enjoy Reading ... :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena PSK yang Merajalela

9 Januari 2020   17:00 Diperbarui: 9 Januari 2020   17:05 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Analisa kasus

Ketika mendengar kata psk pasti yang terlintas di fikiran adalah hal-hal yang berbau negative dan bersifat kurang baik. Dalam KBBI di terangkan bahwasannya Pelacuran atau prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan, dengan pengertian yang sedikit kasar pelacuran yaitu suatu transaksi yang dimana si pelakunya menjajakan dirinya dengan maksud dan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau pendapatan dari cara bekerjanya.

Dalam suatu penelitian yang pernah dilakukan di beberapa daerah yang ramai akan tempat prostitusi diambil kesimpulan bahwa si pelakunya ternyata mulai remaja umur 18 tahun hingga dewasa 30-40 tahun. Sampel inilah yang kemudian menjadi bukti penguat tentang maraknya pekerja seksual yang juga ada peran aktif remaja 18 tahun didalamnya. Pelacuran atau prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. 

Pandangan yang negatif terhadap pelacur seringkali didasarkan pada standar ganda, karena umumnya para pelanggannya tidak dikenai stigma demikian. Ini jelas saja pelacur adalah golongan kelas bawah yang ingin mengubah kasta melalui jalan pintas yang ringkas. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu kejahatan yang dibutuhkan (evil necessity). 

Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual demi mencegah tindak pemerkosaan. Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah seorang filsuf dan teolog bernama Augustinus dari Hippo. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya.

 WTS, Kupu-kupu malam dan Ayam kampus

Dari berbagai macam istilah yang dikemukakan oleh beberapa lapisan masyarakat mengenai penyebutan istilah untuk menyebut seorang PSK juga sangat beragam dan bermacam-macam. Jika kita meninjau pembuatan istilah yang sering kita dengar di masyarakat tentunya tidak asing lagi dengan istilah WTS, kupu-kupu malam hingga ada pengistilahan ayam kampus. Lalu apa korelasi dari ketiga istilah tersebut hingga menjadikan istilah tersebut dianggap kurang baik ataupun ternilai sangat negative.

WTS sendiri memiliki makna atau arti penjabaran sebagai wanita tuna susila, namun istilah WTS pun sepertinya dirasa masih kurang atau tidak pas. Karena itu, dalam waktu hampir bersamaan, muncul istilah 'pekerja seks komersial (PSK)'. Penggantian istilah 'pelacur' menjadi 'pekerja seks', menurut Kuncoro dan Sugihastuti berakar dari terminologi sex worker, yang diajukan oleh para penulis radikal.

Tak diketahui pasti siapa yang menciptakan istilah 'Kupu-kupu Malam' dan kapan istilah itu pertama kali dicetuskan. Hanya, menurut sastrawan Yapi Panda Abdiel Tambayong alias Remy Sylado, istilah itu merupakan sebuah perumpamaan. 

Di lain sisi kupu-kupu itu kan indah tapi hidupnya pendek, cuma semalam dinikmatinya. istilah paling umum yang digunakan untuk menyebut perempuan yang biasa menjajakan diri adalah pelacur. 

Dalam 'Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)', kata dasar 'pelacur' adalah 'lacur', yang berarti malang, celaka, sial. Atau merujuk pada perilaku yang buruk. Mungkin karena dirasa terlalu vulgar di masa era Orde Baru yang gemar menghalus-haluskan sesuatu, pada 1996 dibuatkan istilah yang terasa canggih untuk merujuk pelacur dengan istilah WTS dan Kupu-kupu malam.

Ayam kampus adalah sebuah istilah yang diberikan untuk pekerja seks komersial dari kalangan mahasiswi.Jika dibandingkan dengan PSK di lokalisasi, keberadaan ayam kampus lebih sulit dilacak keberadaannya. Saat diperhatikan, penampilan dan keseharian mereka di kampus terlihat sama dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya

Penyebab maraknya kasus prostitusi

Pada dewasa ini fenomena kasus prostitusi sangat marak terjadi terutama di kota-kota besar yang taraf kehidupannya sangat keras dijalani. Terlepas dari hal itu, proses yang dilewati seseorang juga dapat menjadi pemicu termotivasinya seseorang untuk masuk ke dalam sebuah lubang prostitusi yang kemudian melahirkan insan baru dengan sebutan seorang pelacur yang biasaanya aksinya dikendalikan oleh mucikari atau dalam masyarakat sering disebut dengan garmo atau germo. 

Dalam beberapa survey yang pernah dilakukan oleh instansi atau lembaga tertentu di ruang lingkup pendidikan menyatakan beberapa hal yang mendasari atau melatarbelakangi seseorang untuk melakukan tindak yang dinilai hina tersebut, dengan bebarapa alasan yang diberikan oleh pelacur mereka menyimpulkan poin-poin yang menjadi hal penyebabnya, antara lain sebagai berikut:

  •  Faktor ekonomi keluarga yang rendah
  • Kenakalan remaja
  • Faktor lingkungan social sekitar
  • Karakter remaja yang sering inging mencoba hal-hal baru
  • Adat ketimuran yang sudah terkikis

Dalam beberapa survey yang dilakukan, didapat hasil yang sangat mencengangkan yaitu tak lain karena mayoritas pekerja seks komersil di lakukan oleh remaja yang beranjak dewasa. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan dari berbagai sisi perspektif agama hingga ke ranah moralitas manusia.

Namun dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa alasan seseorang memilih pekerjaan menjadi PSK antara lain karena kesulitan ekonomi atau kondisi kemiskinan, pendidikan yang rendah, lingkungan dan kebutuhan manusia akan pemenuhan faktor biologis/kebutuhan seks.

Akibat dari maraknya kasus prostitusi

Dewasa ini telah kita ketahui beberapa faktor yang mendukung atau penyebab kasus prostitusi semakin marak dilakukan masyarakat di berbagai kalangan. Penjelasan ini  memaparkan penyebab sekaligus akibat yang akan ditanggung akan banyaknya kasus prostitusi yang kian hari menjadi fenomena social masyarakat hingga ke poin-poin pentingnya. 

Jika ditinjau dari sisi moralitas seorang PSK memang dinilai hina ataupun memeliki citra yang buruk dan terkadang ditolak di kalangan masyarakat tertentu. Akibat yang ditimbulkan oleh fenomena prostitusi yakni sebagai berikut:

  • Hilangnya Harga Diri
  • Dari beberapa pernyataan masyarakat mengenai kasus prostitusi yang dilakukan oleh seorang wanita dijelaskan bahwasnnya hal tersebut dapat mengurangi nilai moralitas dari diri wanita tersebut hingga disebut sebagai wanita murahan
  • Munculnya Penyakit Seksual
  • Akibat lain yang ditibulkan dari seks bebas tanpa alat kontrasepsi yaitu mulai munculnya penyakit seksual yang cukup mengerikan, yakni HIV/AIDS yang dapat sewaktu-waktu mengancam nyawa si pelakunya
  • Mengalami Sulit Berkosentrasi
  • Hal-hal lain yang ditimbulkan dari seks secara bebas yaitu kurangnya daya konsentrasi yang terjadi karena pikiran terlalu ambyar untuk memikirkan masalah-maslah dalam hidupnya
  • Dihantui Perasaan Bersalah
  • Secara naluri manusia dianugerahi hati oleh Tuhan yang dimana hal ini dapat menjadikan seseorang dihantui rasa bersalah atas perbuatan tercela yang dia lakukan
  • Memicu Tindakan Kriminal
  • Sebuah tindakan criminal tidak hanya serta merta dilakukan oleh seorang yang memiliki finansial yang kurang, namun akibat lain dari prostitusi atau seks bebas juga mempengaruhi seseorang untuk melancarkan aksi dan motivasi diri untuk melakukan tindak kriminalnya

Upaya pencegahan

Penanganan kasus Prostitusi adalah suatu pemecahan persoalan yang rumit dan terkait aspek sosial, budaya, ekonomi, politik serta moral dan agama. upaya menanggulangi prostitusi hanya dengan pendekatan moral dan agama adalah naif dan tidak akan menyelesaikan masalah itu. Pemerintah bersama seluruh masyarakat disarankan untuk menggunakan pendekatan sosial, budaya, ekonomi, politik selain moral dan agama untuk mencari penyelesaian sert menjawab persoalan prostitusi secara komprehensif.

Usaha-usaha untuk memberantas dan menanggulangi pelacuran dapat dilakukan secara preventif dan represif. Usaha preventif adalah usaha untuk mencegah jangan sampai terjadi pelacuran, sedang usaha represif adalah usaha untuk menyembuhkan para wanita tuna susila dari ketunasusilaanya untuk kemudian dibawa ke jalan yang benar agar menyadari perbuatan yang mereka lakukan itu adalah dilarang oleh norma agama.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut pemerintah tengah mengupayakan berbagai macam usaha-usaha sebagai berikut:

  • Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak usia puber untuk menyalurkan kelebihan energinya dalam aktivitas positif
  • Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua unsur lembaga terkait dalam usaha penanggulangan pelacuran
  • Memberikan bimbingan dan penyuluhan sosial dengan tujuan memberikan pe-mahaman tentang bahaya dan akibat pelacuran
  • Melakukan aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi para pelacur agar bisa di-kembalikan sebagai warga masyarakat yang susila
  • Mengadakan pendekatan terhadap keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka agar keluarga mau menerima kembali mantan wanita tuna susila itu guna mengawali hidup baru

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun