Masihkah kau ingat aku? Hadirmu bagaikan munculnya seorang revolusioner yang merubah jalan sejarah, menggulingkan diktator yang berkuasa dan membelenggu. Itu kau, Tiara. hadirmu lebih dari sekedar menghapus dukaku, lebih dari sekedar berbagi tawa denganku, atau hanya sekedar bersama menatap masa depan diatas tumpukan buku dan kertas di perpustakaan. Kau membuatku merasakan hangatnya mentari setelah badai petir, meskipun kau takut petir, namun kau lebih dari tangguh dari Zeus, dan jauh lebih cantik dari Athena, karena kau ada disisiku, meskipun kau bukan kekasihku.
Berawal dari mimpimu, kau berhasil merubah mimpiku yang terpenjara masa lalu bersama mahasiswi di fakultas sebelah, dahulu waktu aku duduk dibangku sekolah menengah. Kau memberiku semangat baru, yang dulu telah luntur, kau memberiku inspirasi baru, lebih dari sekedar menulis puisi picisan atau cerpen roman, atau bahkan roman picisan yang justru kau ubah menjadi lebih berharga dari kerangka Adolf Hitler ataupun kepala Osama bin Laden. Kau berhasil Tiara, kau berhasil memakzulkan bayang-bayang Dina, seperti Castro menggulingkan Batista.
Kau pernah bilang tak akan menyakitiku, sedikitpun. Kau pun bertanya padaku, apabila kau bersanding bersama orang lain, apa yang akan aku lakukan. Dan akupun akan berkorban untukmu, setia padamu, atau apapun maumu, meskipun aku sadar aku bukan borjuasi, aku hanya proletar, yang menanti waktu menjelang pecah aksi makar, meskipun kau bukan kekasihku, aku akan menunggu untuk itu. Bila cinta itu pernah bersemi dalam hatimu, meskipun tak pernah kau ucapkan, aku tahu, aku sangat tahu. Dan bila cinta itu tak ada lagi untukku, kurela kan engkau bahagia bila itu terbaik untukmu meskipun sakit untukku, namun satu hal yang membuatku amat teramat sakit, kau lupa janji kita, meskipun kau bukan kekasihku.
Tiga, angka tiga bukan hal spesial untukmu, tapi untukku? Lihatlah, Tiara-Gilang, kita pernah bersama meski hanya tiga bulan, tanpa status, meskipun aku tahu kau bukan kekasihku. Tidakkah kau merasa terpanggil kembali padaku, kita bisa mengulang sejarah tiga bulan itu? Atau karena tiga kata ajaib yang aku ucapkan begitu melukai hatimu, hingga cintamu yang sedikit untukku itu terbuang percuma, sementara aku berusaha menjilati ludah yang telah aku keluarkan, aku sadar kau bukan pemberi harapan palsu, namun aku yang terlalu berlebihan mencintaimu, hingga aku lupa bahwa kau pun punya masa lalu.
Tiara, bila nanti mungkin kau menemukan pria sejatimu, yang menempati hatimu, dan itu bukan aku, jangan lupakan aku, jangan lupa undang aku dalam pernikahanmu, meski hanya kita bertiga yang tahu - Tuhan, kau, dan aku - aku pasti menangis untukmu, mekipun aku tahu kau tak pernah menjadi kekasihku, tapi aku tahu kau pernah mencintaiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H