Pembangunan nasional selalu menjadi perhatian utama dalam kehidupan bernegara yang sekarang kita jalani di Negara Kesatuan Republik Indonesia, mulai dari era kepemimpinan Ir. Soekarno yang dikenal dengan era Orde Lama, hingga sekarang di era kepemimpinan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan hasil ‘pilihan’ langsung dari rakyat Indonesia di dua periode, Pemilu 1999 dan 2004. Pembangunan adalah upaya suatu masyarakat bangsa yang merupakan perubahan sosial yang besar dalam berbagai bidang kehidupan ke arah masyarakat yang lebih maju dan baik sesuai dengan pandangan masyarakat bangsa itu (Tjokroamidjojo,1996). Pembangunan nasional yang merupakan usaha pemenuhan amanat Ideologis dan konstitusi, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Lima sila dalam Pancasila melahirkan tujuan nasional Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serrta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tugas negara ini adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut bukan hanya mengantarkan ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Negara Kesatuan Republik Indonesia bercita-cita mewujudkan stabilitas di seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aspek-aspek tersebut tidak saling independen, aspek-aspek tersebut salaing terkait satu sama lain. Jika terjadi instabilitas pada salah satu aspek, maka akan berdampak juga pada aspek yang lain dengan intensitas yang beragam.
Salah satu aspek yang menjadi cita-cita adalah stabilitas ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Stabilitas ekonomi bagi negara berkembang seperti Indonesia hanya dapat dicapai jika negara melaksanakan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999). Menurut Todaro (1994) pembangunan ekonomi merupakan suatu kenyataan fisik dan suatu keadaan jiwa yang diupayakan cara-caranya oleh masyarakat, melalui suatu kombinasi berbagai proses sosial ekonomi dan kelembagaan, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponennya dari kehidupan yang lebih baik ini, pembangunan pada semua masyarakat paling tidak harus mempunyai tiga sasaran, yaitu: (Todaro, 1994)
a. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan, kesehatan dan perlindungan.
b. Meningkatkan taraf hidup yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. Keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.
c.Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara, tetapi juga terhadap kebodohan dan kesengsaraan manusia.
Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu usaha terus-menerus atau berkelanjutan yang bukan hanya dilakukan oleh orang seorang, kelompok tertentu, dan pemerintah saja, tetapi merupkan usaha kolektif dari seluruh komponen negara. Selain itu, dalam upaya pembangunan ekonomi juga berorientasi jangka panjang dalam mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.
Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, berbagai upaya pembangunan ekonomi telah dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia, baik oleh pemerintah melalui program dan kebijakannya, oleh para pengusaha lewat pengembangan kegiatan ekonomi yang berorientasi keuntungan, serta usaha swadaya masyarakat dalam memanfaatkan potensi lingkungan sekitarnya dengan berbagai keterbatasannya.Upaya-upaya tersebut memberikan perubahan pada kondisi perekonomian dan juga memberikan implikasi yang merupakan efek dualisme dari upaya-upaya tersebut. Misalnya pada era Pembangunan Jangka Panjang I (PJP II) 1969-1994 hingga era setelah amandemen UUD ’45 pasal 33 (2000an). Era PJP II yang merupakan program pemerintah Orde Baru memberika banyak perubahan. Salah satu perubahan yang cukup mendasar adalah meningkatnya pendapatan perkapita. Bila pada tahun 1969 pendapatan perkapita penduduk Indonesia masih sekitar US$ 90, maka berkat pertumbuhan ekonomi yang rata-rata mencapai 6,5% per tahun, pada 1994 angka tersebut telah meningkat menjadi US$ 812. Sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita itu, struktur perekonomian Indonesia juga turut berubah. Bila pada awal pelaksanaan Pelita I struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian, maka pada akhir Pelita V, sumbangan sektor pertanian, jasa, dan industri cenderung seimbang (Baswir, 1997). Perubahan-perubahan tersebut mengesankan telah terjadi peningkatan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia secara cukup berarti. Perubahan struktur perekonomian yang menunjukkan perkembangan yang signifikan di sektor industri menyebabkan adanya kesenjangan ekonomi anatara desa dan kota. Karena mayoritas penduduk miskin berada di desa, keenjangan antar pelaku ekonomi (masyarakat) juga terjadi.
Menurut Baswir (1997), implikasi lain karena adanya perubahan struktur ekonomi Indonesia juga memunculkan kesenjangan anatara sektor pertanian (desa) dan sektor industri (kota). Pergeseran struktur ekonomi dari agricultural ke industrial tidak diikuti oleh pergeseran tenaga kerja antar sektor. Dalam periode 1970-1991, presentase tenaga kerja yang bekerja di sektor industri hanya meningkat 6%. Sedangkan presentase tenaga kerja di sektor pertanian menurun sebesar 12,5%. Itu artinya ada gap jumlah tenaga kerja yang bergeser, itu jika diasumsikan pergeseran tenaga kerja sektor pertanian mengarah ke sektor industri. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa produktifitas sektor industri (padat modal) lebih tinggi daripada sektor pertanian (padat karya).
Di era Reformasi keadaan tersebut belum berubah. Peranan sektor pertanian masih tertekan oleh sektor lainnya, khususnya sektor industri. Peranan berbagai sektor ekonomi dapat dilihat di Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Lapangan Usaha
2005
2006
2007
2008
% th 2008
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
253.881,7
262.402,8
271.509,3
284.620,7
13,7
2. Pertambangan dan Penggalian
165.222,6
168.031,7
171.278,4
172.442,7
8,3
3. Industri Pengolahan
491.561,4
514.100,3
538.084,6
557.764,4
26,8
4. Listrik, Gas & Air Bersih
11.584,1
12.251,0
13.517,0
14.993,6
0,7
5. Konstruksi
103.598,4
112.233,6
121.808,9
130.951,6
6,3
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
293.654,0
312.518,7
340.437,1
363.813,5
17,5
7. Pengangkutan dan Komunikasi
109.261,5
124.808,9
142.326,7
165.905,5
8,0
8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
161.252,2
170.074,3
183.659,3
198.799,6
9,6
9. Jasa-jasa
160.799,3
170.705,4
181.706,0
193.024,3
9,3
Total PDB
1.750.815,2
1.847.126,7
1.964.327,3
2.082.315,9
100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah.
Selain peranan sektor pertanian dari sisi nilai tambah dalam PDB Indonesia, dapat dilihat pula peranan sektor pertanian dari sisi tingkat pengerjaan pada Tabel 2 berikut ini.
Lapangan Pekerjaan Utama
2005 (Nov)
2006 (Agst)
2007 (Agst)
2008 (Agst)
2009 (Agst)
Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
41 309 776
40 136 242
41 206 474
41 331 706
41 611 840
Pertambangan dan Penggalian
904 194
923 591
994 614
1 070 540
1 155 233
Industri Pengolahan
11 952 985
11 890 170
12 368 729
12 549 376
12 839 800
Listri, Gas, dan Air
194 642
228 018
174 884
201 114
223 054
Bangunan
4 565 454
4 697 354
5 252 581
5 438 965
5 486 817
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel
17 909 147
19 215 660
20 554 650
21 221 744
21 947 823
Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi
5 652 841
5 663 956
5 958 811
6 179 503
6 117 985
Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan
1 141 852
1 346 044
1 399 940
1 459 985
1 486 596
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
10 327 496
11 355 900
12 019 984
13 099 817
14 001 515
Total
93 958 387
95 456 935
99 930 217
102 552 750
104 870 663
Tabel 2.Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat Statistik, diolah.
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pengerjaan di sektor pertanian masih menjadi lapangan kerja utama bagi sebagian penduduk indonesia yang berada pada usia produktif. Hal ini menjadi ironi pada kenyataan bahwa sektor pertanian hanya memberikan kontribusi hanya 13% dari total PDB Indonesia pada tahun 2008. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi kesenjangan produktifitas relatif yang signifikan antara sektor pertanian (basis perdesaan) dengan sektor industri (basis pertkotaan). Dampak kesenjangan tersebut dapat dilihat pada data BPS mengenai komponen penduduk Indonesia yang dikategorikan miskin. Dari total jumlah 31.023.400 orang dikategorikan miskin, 19.925.600 diantaranya berada di perdesaan dengan acuan garis kemiskinan sebesar Rp. 192.354,- (BPS,2010). Dari hal tersebut juga dapat disimpulkan bahwa masih ada permasalahan distribusi hasil pembangunan ekonomi nasional.
Berkaca dari sistem konstitusi yang mendasari kegiatan ekonomi di Indonesia, hal ini dapat saja diinkasikan pada satu hal mendasar, yaitu amandemen Pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 UUD 1945 berisi 3 pasal yaitu (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Setelah adanya amandemen pada pasal tersebut, terdapat dua ayat tambahan (4 dan 5), yaitu (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Menurut Mubyarto (2008), dipertahankannya 3 ayat lama pasal 33 ini memang sesuai dengan kehendak rakyat. Tetapi dengan penambahan ayat 4 menjadi rancu karena ayat baru ini merupakan hal teknis menyangkut pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan dan program-program pembangunan ekonomi. Pikiran di belakang ayat baru ini adalah paham persaingan pasar bebas yang menghendaki dicantumkannya ketentuan eksplisit sistem pasar bebas dalam UUD. Asas efisiensi berkeadilan dalam ayat 4 yang baru ini sulit dijelaskan maksud dan tujuannya karena menggabungkan 2 konsep yang jelas amat berbeda bahkan bertentangan. Kekeliruan lebih serius dari perubahan ke 4 UUD adalah hilangnya asas ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang tercantum dalam penjelasan pasal 33 karena ST-MPR 2002 memutuskan menghapuskan seluruh penjelasan UUD 1945. Fakta menarik yang dapat diperhatikan untuk menguatkan pendapat tersebut adalah adanya privatisasi sumber daya strategis (mineral, air, gas, batu bara) yang semakin besar nilainya. Persoalan yang utama adalah besaran penguasaan saham dan besaran royalti bagi pemerintah/negara sehingga nilai tambah dari pemanfaatan potensi-potensi tersebut tersandera oleh kepentingan kapitalis yang memiliki akses untuk memanfaatkan sumber daya/potensi alam Indonesia. Hal tersebut terbukti pula pada berbagai konflik antara perusahaan-perusahaan yang beroperasi wilayah perdesaan dengan warga sekitar karena warga sekitar tmerasa tidak dilibatkan dalam usaha tersebut dan ttidak mendapatkan berkah dari usaha tersebut.
Berberapa fakta yang telah disampaikan tersebut hanya secuil kondisi perekonomian Indonesia. Dari hal-hal tersebut, kebutuhan akan adanya kebijakan yang mengarah pada pembangunan kawasan perdesaan, khususnya sektor pertanian, sangat mendesak. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai strategi pembangunan perdesaan yang berakar pada konsep ekonomi kerakyatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H