Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Katarsis Sang Alkemis Roberto Mancini

14 Juli 2021   19:39 Diperbarui: 16 Juli 2021   03:00 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih timnas Italia, Roberto Mancini (tengah) bersama Gianluca Vialli (kiri) menjelang pertandingan babak 16 besar Euro 2020 menghadapi Austria di Stadion Wembley, London, pada 26 Juni 2021. (Foto oleh Laurence Griffiths/POOL/AFP via kompas.com)

Sebabnya, di tahun 2018 Ia mendapatkan telepon strategis dari pihak FIGC untuk membantu Timnas Italia yang tengah terpuruk. Seperti kita ketahui bersama, di Timnas Italia Mancini kembali memamerkan kecerdasan manajerialnya.

Akan tetapi, sebelum mengakui kehebatan Mancini lewat pencapaiannya di Euro 2020 berupa gelar juara dan rekor 34 laga tanpa kalah bagi Timnas Italia. 

Agaknya kita mesti melihat sosok Mancini sebagai manajer transformatif sejak menangani klub. Kita bisa melihat itu semua ketika Ia sukses mengakhiri puasa scudetto selama 17 tahun Inter Milan dan memberikan trofi pertama untuk Manchester City.

Memang ketika berbicara masa lalunya Mancini tak lepas dari pro dan kontra. Bagi penggemar yang tidak menyukainya mungkin gelar juara di Serie A tak pernah bisa lepas dari bayang-bayang calciopoli dan prestasi bersama City lebih banyak andil dari sokongan dolar selangit dari raja minyak asal Timur Tengah untuk memfasilitasi tim yang glamor.

Namun argumen tersebut menjadi tidak logis setelah Mancini dianggap berhasil meletakan batu fondasi bagi dua klub tersebut untuk meraih gelar-gelar prestise selanjutnya.

Ia mewariskan sebuah platform bagi penerusnya, Jose Mourinho, untuk meraih trable winner bagi Nerazzurri, pun untuk The Cityzen, Ia berhasil mengubah mentalitas Etihad dari klub yang identik dengan kegagalan menjadi klub pemenang.

Di Timnas Ia mengumpulkan kepingan-kepingan kegagalan serupa tak ubahnya di Giuseppe Meazza dan di Etihad. Saat FIGC menawarkan pekerjaan untuknya.

Mentalitas Leonardo Bonnuci cs tengah dalam kondisi terpuruk pasca gagal lolos ke Piala Dunia Rusia. Pertama-tama Ia membangun sebuah tim nasional tak ubahnya sebuah tim klub.

Bukan hal yang gampang menyatukan 11 kepala dalam satu sistem yang Ia inginkan, ditambah lagi sisi persiapan Timnas yang singkat. Di klub, setiap pelatih punya jangka waktu yang panjang buat membentuk tim yang solid. 

Tapi tidak demikian di tim nasional. Mereka hanya bersama dalam sebuah Training Center (TC) dan selebihnya mereka berkumpul dalam kurun waktu maksimal sebulan di turnamen.

Namun Mancini punya cetak biru untuk membangun sebuah unit yang solid. Ia membuat manuver ciamik dengan mendongkrak sistem penyerangan jadi lebih produktif dengan catatan tidak mengurangi kualitas pertahanan khas catenaccio. Mancini menciptakan tim dari bagian-bagian yang berbeda, dimulai dari lini belakang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun