Duet Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonnuci tampil solid dan tak tergantikan di lini pertahanan Gli Azzurri pada Euro edisi 2020 ini. Meskipun stok pemain belakang Italia melimpah dengan hadirnya dua bek yang tengah naik daun di Seri A musim lalu yakni Francesco Acerbi dan Alessandro Bastoni. Namun duet senior sarat pengalaman itu tentu takkan memberi kesempatan potensi lain untuk menyingkirkannya.
Seperti kebanyakan pemain Italia, keduanya bagaikan anggur yang makin tua kian berkualitas. Sebetulnya, kedua pemain itu telah lama bersama. Selain akrab di Juventus, mereka juga diandalkan sejak lama di Timnas. Hanya saja, pola strategi dari pelatih yang menukangi Italia  beberapa kali mengaburkan esensi duet keduanya. Di era Conte misalnya, lini belakang Italia identik dengan pola tiga bek dikenal dengan istilah BBC: Bonnuci-Barzagli-Chielini.
Bila menilik data empiris, kualitas anggur tua Italia ini konsisten dari era ke era. Pada Euro edisi 2016, kualitas itu dinarasikan oleh Gianluigi Buffon, Andrea Barzagli, dan Daniele de Rossi. Tim yang dinahkodai Conte ini berhasil meraih juara Grup E, dibabak 16 besar mereka berhasil mengeliminasi sang juara bertahan Spanyol dengan skor meyakinkan 2-0, meskipun kemudian mereka disingkirkan Jerman di semifinal via drama adu penalti.
Sementara itu, di era Cesare Prandelli.
 Anggur-anggur itu direpresentasikan oleh Gianluigi Buffon, Andrea Pirlo, dan Antonio Cassano. Kontribusi ketiganya presisten di dua turnamen sekaligus, Piala Eropa 2012 dan Piala Dunia 2014.
Italia Kuno & Modern
Bukan hal yang mudah menaklukan musuh bebuyutan mereka, La Furia Roja, yang tidak pernah gagal lolos dari semifinal turnamen besar dalam lima upaya sebelumnya. Namun meskipun mereka tertekan dengan hanya meraih sekitar 30% penguasaan bola, kapten Giorgio Chiellini membawa timnya dari ketegangan dengan kegembiraan yang Ia gelorakan.
Sebelum memasuki babak adu penalti, Chielini sempat bersenda gurau dengan wasit dan juga kapten Jordi Alba. Dalam momen tersebut terlihat sekali bahwa pemain yang akan memasuki usia 37 tahun itu tengah melakukan upaya agar para kameradnya di lapangan lebih yakin ketika bertarung mental di dalam kotak penalti.
Ketegangan mulai terjadi ketika skor 1-1, Mancini pun tidak berani memasukkan pemain yang lebih menyerang. Alih-alih menambah daya gedor serangan, satu persatu penyerang mereka ditarik keluar untuk lebih meningkatkan soliditas pertahanan. Ditariknya trio lini depan mereka yang kohesif Federico Chiesa, Ciro Immobile, dan Lorenzo Insigne adalah bagian dari perubahan strategi yang paling mencolok.
Momen tersebut dapat direpresentasikan sebagai bagian dari kembalinya tekad defensif Italia yang terkenal di masa lampau. Seperti kita ketahui bersama, saat ini Azzuri telah menemukan bakat menyerang yang militan di Piala Eropa 2020 ini. Hal tersebut layak dimaklumi bila kita menilik portofolio Roberto Mancini yang pada saat aktif bermain Ia dikenal cemerlang sebagai Trequartista.
Mancini bahkan pernah menulis tesis tentang peran seorang penyerang. Dan setelah menghimpun lebih dari 200 gol sepanjang karir bermainnya, pelatih Italia itu kini tahu bagaimana memodernisasi permainan Italia kala menyerang. Namun demikian, wajah sangar Azzuri didepan gawang hanya terlihat di empat laga awal Euro 2020 saja.
Dalam dua pertandingan terakhir, melawan Belgia dan Spanyol, Italia seolah punya dua wajah: tim dengan lini serang efektif dan tim dengan lini belakang solid. Permainan sangat menghibur terjadi di babak pertama perempat final melawan Belgia saat Nicolo Barella dan Insigne sama-sama melahirkan gol indah. Namun penalti Romelu Lukaku memaksa Mancini merubah gaya main di babak kedua jadi lebih defensif.
Sisi lain Italia di dua laga terakhir cukup merefleksikan bahwa komitmen mereka untuk menyerang tidak menganggu seni bertahan yang secara naluriah mungkin dimiliki oleh setiap pemain yang lahir di Negeri Pizza.
Anggur tua Italia, Bonnuci-Chielini, kembali menunjukkan kualitasnya pada laga kontra Spanyol dan memperpanjang catatan kemenangan Italia menjadi 33. Gigio Donnarumma pun merasa tangguh, sebab sepanjang 32 pertandingan yang Ia lakoni bersama Italia, pemain baru PSG itu masih belum pernah kebobolan lebih dari satu gol dalam satu pertandingan.
Bagai sebuah peradaban, tim Italia kini memiliki perpaduan yang manis antara tim bertahan dan tim menyerang yang sama baiknya. Mereka akan pergi ke Wembley dengan fleksibilitas permainan.
Manajer legendaris asal Skotlandia, Sir Alex Ferguson, pernah berujar bahwa "serangan bisa memenangkan pertandingan, sementara pertahanan bisa memenangkan gelar". Â Dan Italia hari ini punya keduanya, ditambah lagi kualitas anggur tua yang bisa menetralisir segala tekanan di partai besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H