Manajer Chelsea, Frank Lampard, telah berupaya menahan Tariq Lamptey untuk pergi dari timnya Januari silam. Namun, pemain muda kelahiran Hillingdon, London Raya, itu telah memutuskan yang terbaik dan lebih memilih mencari menit bermain di tim lain ketimbang harus menjadi pilihan ketiga setelah Cesar Azpilicueta dan Reece James di Stamford Bridge.
Disaat yang sama, Brighton & Hove Albion datang dengan tawaran 3 Juta Poundsterling dengan durasi kontrak cukup panjang hingga 2023. Saat itu, Direktur Teknik Brighton, Dan Ashworth, berhasil mengalahkan para peminat lainnya seperti Lille, Crystal Palace, hingga PSG.
"Itu adalah keputusan besar bagi saya karena Chelsea adalah klub besar dengan segala kesuksesannya. Saya sudah di sana sejak umur 7 tahun, tetapi saya melihat kesempatan yang bagus di Brighton. Saya ingin bermain sebanyak mungkin dan di sini saya mendapatkan itu. Semua orang di sini mendukung saya menjadi pemain yang hebat," ungkap Lamptey. Seperti dinukil dari situs resmi klub.
Bek kanan berusia 20 tahun itu tak butuh waktu lama untuk meyakinkan pelatih Brighton, Graham Potter, untuk melepas Martin Montoya dan Ezequiel Schelotto dari tim. Dua bek kanan senior itu tersingkir berkat energi eksplosif Lamptey.
Sebagai bek kanan yang dikenal ofensif Ia berkembang bagus dalam sistem 3-4-3 yang diterapkan Potter. Pola tiga bek dan posisinya yang tinggi sebagai false winger di tim membuatnya kerap andil bagian kala Brighton melakukan transisi positif (baca: dari bertahan ke menyerang).
Meski bertubuh mungil sekitar 164 cm, Ia punya beberapa atribut untuk menutupi posturnya yang kecil sekaligus menopang sisi ofensifnya, seperti kelincahan dan kecepatan. Tak heran bila kemudian pemain keturunan Ghana itu begitu kontributif bagi Brighton dan berhasil melakukan debutnya bersama timnas Inggris U-21.
Kemunculan Lamptey membuat sepak bola Inggris menunjukkan kualitasnya di sektor kanan pertahanan mereka. Setelah Trent Alexander-Arnold, Aaron Wan-Bissaka, hingga Kyle Walker, Britania Raya kini punya empat lapis bek kanan terbaik di Eropa.
Meski begitu, lebih mudah mencari statistik para pendahulunya seperti tiga bek kanan yang disebutkan tadi daripada statistik Lamptey. Lantas, apa yang membuat pemain yang diminati Atletico Madrid dan Bayern Munich ini layak dibahas akhir-akhir ini?
Gaya Bermain Eksplosif ala Lamptey
Sejauh ini, Lamptey telah bermain bersama Brighton di Liga Primer secara penuh. Hingga pekan ke-8, Lamptey mencatatkan 100% starting line up, 88% minutes play, 36% goal participation, 3 assist, dan 1 gol. Rekannya di Brighton, Dan Burn yang berposisi sebagai bek sayap kiri, bahkan secara terang-terangan mengatakan tak ingin melawan Lamptey sekalipun dalam sesi latihan.
"Saya benci bermain melawannya di sesi latihan, karena saya berposisi sebagai bek kiri dan dia sebagai bek kanan. Saya tidak dapat menangkapnya. Dia seperti tidak terpengaruh gravitasi, sangat sulit merebut bola darinya. Saya tidak ingin membebaninya dengan ekspektasi, tetapi saya berharap dia menjadi sesuatu yang hebat," pekiknya. Seperti dinukil dari The Athletic.
Namun, untuk mendapat lebih banyak pehamaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana kualitas Lamptey, agaknya kita perlu meminjam data dan statistik musim lalu. Pada musim 2019/20 bersama Chelsea di berbagai jenjang, Lamptey total menghimpun 2.230 menit bermain di berbagai kompetisi seperti Premier League 2 (11 games), UEFA Youth League (5 games), EFL Trophy (3 games), FA Cup (2 games), dan Premier League (9 games).
Lamptey mempresentasikan kualitasnya melalui dribel suksesnya 76,7%. Selain dribel yang menjadi kunci permainannya, Ia juga punya kemahiran lainnya seperti umpan silang. Dengan data tersebut, Lamptey identik dengan narasi bek proaktif dalam menyerang. Namun begitu, meskipun Ia tak dikenal istimewa dalam hal bertahan.
Lamptey punya catatan defensif yang tak buruk-buruk amat. Ia melahirkan rata-rata tekel dan intersep sebanyak 3,17% per 90 menit. Tentu dengan kecepatan yang dimilikinya, Ia punya kekuatan nyata untuk memotong operan dan mencegat bola kala timnya tertekan.
Seperti kita ketahui bersama, bahwa setiap pemain bertahan khususnya bek sayap tak ada yang sempurna dalam bertahan dan menyerang sekaligus. Tentu selalu ada pemain yang cakap dalam bertahan namun kala ofensif pemain tipe ini tak begitu mentereng.
Ada pula yang sebaliknya, sebagaimana Theo Hernandez (AC Milan), Achraf Hakimi (Inter Milan), Benjamin Pavard (Bayern Munchen), Andrew Robertson (Liverpool), dan lainnya. Termasuk Tariq Lamptey di Brighton. Tipe bek sayap yang kuat dalam menyerang namun sedikit kurang cakap dalam bertahan.
Meski demikian, sepak bola telah memasuki fase modern. Pun dengan bek sayap modern yang banyak digunakan klub Eropa hari ini dengan ciri khas; cakap dalam menyerang. Sebab, beberapa pelatih meyakini bila cara bertahan yang baik adalah menyerang.
Meski begitu, modern dan produktif sangatlah berbeda. Bila modern disesuaikan dengan perkembangan jaman. Sementara bek produktif sudah ada sejak lama. Bahkan sejak 1970an.
Dalam sejarahnya kita mengenal Ronald Koeman (253 gol), Daniel Passarella (175 gol), Fernando Hierro (163 gol), Laurent Blanc (153 gol), Graham Alexander (130 gol), Steve Bruce (113 gol), Paul Breithe (113 gol), Roberto Carlos, (113 gol), Frenz Beckenbauer (109 gol), hingga Sergio Ramos (121 gol dan masih akan terus bertambah karena masih aktif bermain).
Pada implementasinya, bek produktif tak selalu didorong oleh taktikal modern. Justru mereka cakap mencetak gol di situasi-situasi tertentu seperti tendangan bebas, sepak pojok, bahkan penalti. Sementara itu, Tariq Lamptey merupakan pemain yang rajin menyerang namun fungsinya bukan sebagai pencetak gol melainkan pengumpan.
Dengan usia yang masih sangat belia, Tariq Lamptey merupakan salah satu talenta terbaik jebolan akademi Chelsea yang berkembang selepas meninggalkan Cobham, markas Chelsea, dan mengikuti jejak Declan Rice, Jeremie Boga, dan Patrick Bamford.
Namun demikian, dengan segala kelebihan di lapangan Ia harus terus bekerja keras untuk menutupi kekurangannya dalam hal postur tubuh yang mungil. Mengingat Ia masih berusia 20 tahun, bukan hal yang sulit untuk mengembangkan fisiknya.
Sebabnya sebagai pemain bertahan, Lamptey tak bisa menghindari duel-duel bola atas. Lagi pula, bersama Brighton Ia belum teruji di formasi empat bek dan Ia perlu memperbaiki sisi bertahannya demi bisa bermain dari bek sayap kanan (pola tiga bek) ke bermain sebagai bek kanan murni (empat bek).
Kemunculan Lamptey, menambah subur sektor bek kanan Inggris saat ini. Bersama Matt Doherty, Kyler Walker, Kieran Trippier, Aaron Bissakka, Reece James, Trent Alexander Arnold, Ainslay Maitland-Nieles, Max Aarons, James Justin, dan potensi muda lainnya akan membuat posisi bek kanan kian kompetitif. Tentu nama-nama tersebut punya kans besar untuk menapaki jejak Lee Dixon atau Gary Neville di masa lalu.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI