Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Happy Long Long Long Weekend, Sepak Bola Indonesia

30 Oktober 2020   14:35 Diperbarui: 30 Oktober 2020   17:06 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maskot perwakilan klub saat pembukaan Liga 1 2020. Pada Rabu malam (28/10/2020) Rapat Exco PSSI menghasilkan keputusan bahwa PSSI menunda seluruh kompetisi yakni Liga 1, 2, dan 3 pada tahun 2020 ini.| Sumber: Kompas.com/Suci Rahayu

Selamat libur panjang dari kami yang sudah libur sejak 14 Maret 2020. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak industri yang kami geluti untuk bisa pulih dan lekas kembali, namun setiap manuver untuk bangkit dan kembali menggeliatkan industri ini kerap terbentur.

Sebabnya, setelah menjalani beberapa fase untuk bangkit, akhirnya pada Rabu malam, (28/10), PSSI mengumumkan dengan berat hati bahwa tak akan ada kompetisi sepak bola (baca: Liga 1-3) hingga akhir tahun ini. Keputusan itu diambil secara aklamasi oleh Komite Eksekutif (Exco) PSSI.

"Rapat Exco PSSI menghasilkan keputusan bahwa PSSI menunda seluruh kompetisi yakni Liga 1, 2, dan 3 pada tahun 2020 ini. Selanjutnya kompetisi akan dimulai lagi pada awal 2021 mendatang," demikian pernyataan resmi PSSI melalui Plt Sekjen PSSI, Yunus Nusi. Seperti dinukil dari laman resmi PSSI.

Belum jelas, apakah agenda sepak bola tahun ini dilanjutkan tahun 2021 atau tahun depan akan fokus untuk musim baru, yang dipastikan hanya sepak bola baru bisa berjalan pada Februari 2021. Keduanya tak menutup kemungkinan untuk terealisasi, sebab sepak bola kita kini mengecap dirinya sebagai industri.

Tentu industri yang baik takkan mudah begitu saja menyatakan berhenti di tengah jalan. Ketidakjelasan agenda sepak bola bisa membuat industri ini tercoreng dan membuat para sponsor tidak nyaman bergelut di industri ini. Namun demikian, PSSI punya argumen force majeure bila mereka ingin menyatakan bahwa kompetisi tahun 2020 ditiadakan.

Sebagai komunitas sepak bola, PSSI pun tak perlu malu pada FIFA karena liga musim ini gagal digulirkan, karena pandemi Covid-19 bukan lagi bencana nasional dan keadaan nasional yang belum baik akibat Covid-19 di tanah air bisa membuat FIFA melunak untuk mempermaklumkan semuanya.

Sumber: ANTARA FOTO/Yusran Uccang via Suara.com
Sumber: ANTARA FOTO/Yusran Uccang via Suara.com
Andai Keputusan Menunda Liga ke 2021 Bisa Diambil Jauh Hari

Memang, semua industri dibuat kalang kabut oleh pandemi Covid-19. Tak ada satu industri pun yang punya pengalaman bagaimana cara bertahan hidup di tengah terjangan pandemi. Ketidakpastian menjadi diksi paling akrab pasca pandemi masuk ke tanah air.

Tak terkecuali di industri sepak bola, latihan-latihan pemain hingga meeting-meeting manajemen selalu berbuah ketidakpastian. Selalu tidak ada titik terang selain berharap bahwa Covid-19 bisa mereda bulan ini, bulan depan, dan seterusnya.

Bisa dipahami bahwa kesulitan federasi meyakinkan kepolisian sebagai pemberi restu semua kegiatan yang hendak dijalankan di tanah air memiliki korelasi dengan pandemi yang belum mereda dan ketakutan berlebih pada klaster sepak bola.

Kedisiplinan menjalankan protokol di internal klub memang cukup meyakinkan selama ini. Namun, ketakutan justru datang di eksternal klub itu sendiri yakni perilaku suporter dengan segala fanatismenya. Berbicara kecintaan, fanatisme, dan local pride memang sulit dijangkau oleh regulasi bahkan nalar sekalipun.

Ya, memang ada regulasi larangan ke stadion atau berkerumun di sekitaran stadion. Namun, entah karena minim sosialisasi atau memang fanatisme yang sulit dikontrol ada saja oknum suporter yang haus tontonan sepak bola, sampai-sampai laga uji coba pun mendatangkan banyak massa.

Belum lagi hal-hal yang sulit dikontrol oleh regulasi seperti acara nonton bareng di luar stadion. Sejauh ini masih saja ada beberapa komunitas suporter klub mancanegara yang secara sembunyi-sembunyi menyediakan acara nobar.

Mungkin itu pula yang membuat kekhawatiran pihak kepolisian makin hari makin membesar dan mereka tetap mempertahankan argumentasi takkan memberi izin Liga 1 dan 2 bergulir tahun ini. Terlepas dari agenda politik seperti demonstrasi dan pilkada yang cukup menyedot atensi Polri.

Berbicara kecewa, seluruh stakeholder sepak bola tentunya kecewa dengan keputusan ini. Tak ada yang gembira. Terlebih kekecewaan stakeholder khususnya manajemen klub adalah mengapa keputusan ini tak diambil jauh-jauh hari.

Sudah berapa banyak klub yang menyatakan mengalami kerugian selama beberapa bulan terakhir ini? Sebagai sampel, klub Liga 1 saja banyak yang uring-uringan. Biaya operasional tetap jalan, namun liga tak kunjung bergulir.

Belum lagi, kembali lagi ke sponsor. Berbicara industri, bagaimana klub bisa meyakinkan sponsor untuk bertahan dan menyampaikan bahwa sepak bola nasional akan baik-baik saja tahun depan?

Andai keputusan konkret diberikan lebih awal untuk meniadakan/menggeser liga tahun 2020, maka kekecewaan klub, sponsor, dan stakeholder sepak bola lainnya tak akan berlipat ganda seperti sekarang ini. Kerugian pun bisa diminimalisir.

Happy Long Long Long Weekend

Bila para pekerja/buruh di industri lain yang masih bertahan di tengah pandemi sedang menikmati libur panjang pekan ini. Buruh eksklusif atau stakeholder sepak bola pun mendapatkan libur yang sangat panjang hingga Februari 2020.

Penulis yang juga bergelut di industri yang sama pun menyambut sedih libur panjang kali ini. Meskipun Liga 3 selalu terbelakang, klub tempat penulis bekerja juga terdampak. Tak hanya pemain, ofisial, dan buruh eksklusif lainnya di jajaran manajemen. Hubungan dengan sponsor pun ikut memburuk.

Seperti yang sudah dijelaskan di depan, saat ini industri sepak bola sedang terpuruk. Semua pelaku sepak bola sedang uring-uringan 3-4 bulan ke depan. Beberapa kolega terus bertahan hidup lewat profesi lain seperti mulai merambah bisnis kecil-kecilan, namun bagaimana dengan pemain yang keahliannya hanya bermain sepak bola?

Mereka sebetulnya bisa tetap survive dengan mencari tarkaman. Mencari turnamen di kampung-kampung. Namun sektor tarkam pun ikut terdampak, meskipun ada namun tak seramai biasanya. Dengan bayaran yang mungkin jauh lebih kecil dan sepinya tarkaman apakah mereka bisa bertahan di situasi sulit ini dalam waktu lama?

Tak ada jaminan, beranjak dari persoalan tersebut mestinya federasi, Kemenpora, dan BOPI mulai memikirkan profesi atlet yang terdampak pandemi. Setidaknya ada bantuan sosial seperti yang diberikan pada Buruh, UMKM, seniman, dan lainnya.

Akhir kata, bila buruh/pekerja di industri lain menulis happy long weekend di story medsos mereka hari-hari ini. Maka izinkanlah kami sebagai buruh ekslusif di industri sepak bola berteriak "Happy long long long weekend".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun