Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Keraguan Demi Keraguan Pasca Jeda Internasional

16 Oktober 2020   16:27 Diperbarui: 16 Oktober 2020   19:32 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Protokol kesehatan yang dirancang oleh otoritas sepak bola Eropa (UEFA) sangatlah teliti dan jika diikuti dengan baik maka akan sulit bagi siapapun buat melihat celah di mana sebuah klaster dari pertandingan sepak bola bisa menyebar luas.

Tetapi, bila kita tilik ulang untuk sekadar menguji efektivitas protkes tersebut, maka ada satu cara yakni dengan mengeluarkan ratusan pemain dari klub dan mengirimkannya ke pelbagai negara di penjuru dunia melintasi perbatasan bangsa-bangsa. Demikianlah yang terjadi di international break atau jeda internasional pekan ini.

Jeda internasional yang dimainkan para pemain Eropa menarasikan celah yang menganga terkait risiko klaster. Buktinya terus menumpuk. Paul Pogba (Prancis), Cristiano Ronaldo (Portugal), Odsonne Edouard (Perancis U21), Adam Idah dan Aaron Connolly (Irlandia), dan banyak lagi lainnya.

Kekacauan dari peserta Liga Bangsa-Bangsa Eropa (UEFA Nations League) tak berhenti disitu. Bagaimana timnas Ukraina yang terpaksa memasukkan nama asisten pelatih mereka yang sudah berusia 45 tahun itu ke bangku cadangan, Oleksandr Shovkovskyi. 

Beruntung, kiper muda milik Dynamo Kyiv, Heorhiy Bushchan, tetap fit dan tak kebobolan saat Ukraina mengalahkan Spanyol untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Bukti-bukti lain meluas ke Amerika Selatan, saat dua pemain Peru dinyatakan positif Covid-19 menjelang pertandingan kualifikasi Piala Dunia Selasa (13/10) malam melawan Brasil, salah satu diantaranya Raul Ruidiaz.

Kasus yang paling menarik atensi publik tentunya menyorot pada mega bintang dunia, Cristiano Ronaldo. Sebabnya kasus ini menciptakan banyak pertanyaan, mengingat eks pemain Madrid itu dites begitu cepat pasca laga melawan Prancis. Mungkinkah ia menularkan virus selama pertandingan berlangsung?

Agaknya, bintang baru Prancis Eduardo Camavinga yang telah bertukar jersey dengan Ronaldo dan mengklaim tidak akan mencuci memorabilia barunya itu bisa mempertimbangkan kembali sikapnya.

Lantas, bisakah dipastikan dimana Ronaldo tertular virus? Meskipun hasil tracing tim Portugal menyatakan tidak ada orang lain di tim yang di tes positif selain Ronaldo. 

Namun kerentanan tetaplah berkembang, seperti kita ketahui bersama bahwa masa inkubasi virus biasanya terjadi selama 14 hari. Oleh karenanya, timnas Swedia yang menjadi lawan Bruno Fernandes cs pada Rabu (14/10) juga layak waspada mengenai hal ini.

Belum lagi semua pemain yang telah bela negara di tim nasional akan dikembalikan ke klub pada akhir pekan ini. Tak dinyana, potensi efek domino bisa berlanjut ke klub. Tidak heran bila kemudian Manchester United dan Real Madrid ikut cemas mengingat ada perwakilan klub yang satu tim dengan Ronaldo.

(Sumber Gambar: Eurosports)
(Sumber Gambar: Eurosports)
Urgensi International Break di Masa Pandemi?

Menurut data FIFPro atau Aliansi Pemain Profesional Seluruh Dunia, pekan ini sekitar 251 pemain melakukan perjalanan lintas benua untuk melakoni laga internasional. Tentu saja data tersebut berpotensi menimbulkan persoalan baru. 

Tak sedikit para stakeholder sepak bola Eropa mempertanyakan kepentingan laga internasional di tengah situasi pandemi yang belum reda.

Salah satu diantaranya Jurgen Klopp, Ia mengungkapkan rasa khawatirnya pada pemain-pemain Liverpool yang sedang menjalani laga internasional dengan negaranya masing-masing. 

Bila biasanya rasa cemas itu disebabkan oleh cedera pemain pasca bertarung bersama timnas negaranya, kini kecemasannya bertambah akibat ketakutan tertular virus covid-19.

"Saya tidak ingin terdengar meremehkan soal bagaimana negara lain menangani pandemi ini, tapi disini kami tahu seperti apa dan bagaimana penanganannya. Saya sedikit khawatir karena sulit untuk menghubungi seluruh federasi sepak bola di seluruh dunia," ucapnya seperti dinukil dari AS.

"Kami harus memastikan bisa membawa pulang pemain ke sini secepat dan seaman mungkin. Setelah itu, kami harus memeriksa mereka sebelum berusaha untuk mendapatkan hasil terbaik pada hari Sabtu," pungkas pelatih yang musim lalu sukses mengantarkan The Reds jadi jawara Liga Primer Inggris.

Sementara itu, Chief Football Writer dari The Independent, Miguel Delaney, mengamini apa yang diungkapkan oleh Juergen Klopp. "Inilah mengapa, saat kasus-kasus bermunculan lagi, international break terasa tidak pada tempatnya," tandasnya.

Bagaimana dengan Kalender Internasional ke Depan?

Kalender sepak bola Eropa memang sangat padat. Namun di tengah pandemi dan segala kasus yang terjadi di international break pekan ini, agaknya otoritas sepak bola Eropa akan mempertimbangkan ulang untuk membatasi event internasional di bulan-bulan selanjutnya.

Dengan opsi ditunda atau mungkin ditiadakan. Selandia Baru telah melakukan manuver untuk mendukung opsi tersebut dengan menarik diri dari laga persahabatan pada Rabu (14/10) yang telah diusulkan bulan depan melawan Inggris.

Tak terkecuali bagi Kualifikasi Piala Dunia, mungkin akan lebih baik bila ditunda, kalau pun tidak memungkinkan akibat kalender yang padat. Maka pejabat di organisasi sepak bola dunia (FIFA) mesti memilih format lain yang lebih aman. Per wilayah misalnya. Dengan menerapkan blok-blok pertandingan, hal ini bisa mengurangi risiko mobilitas para pemain.

Pun dengan Euro, ada keterdesakan untuk segera menyelesaikan empat laga sisa playoff Kualifikasi Euro 2020 pada bulan November. Keraguan demi keraguan akibat pandemi yang juga belum terkendali tentu membuat kita bertanya-tanya. Apakah Euro 2021 akan berjalan sesuai rencana?

Sejauh ini, Presiden UEFA, Aleksandr Caferin, menyatakan bila pihaknya masih menginginkan Euro 2021 berjalan sesuai rencana awal. Justru pihaknya saat ini tengah fokus melakukan kalkulasi terkait penggemar. 

Apakah turnamen paling masyhur antar bangsa-bangsa di Eropa itu memungkinkan berjalan dengan penonton full, setengah kapasitas stadion, 70% dari kapasitas, atau tanpa penonton.

"Untuk saat ini, kami merencanakan Euro persis seperti yang kami inginkan. Kami sedang mempertimbangkan bagaimana melakukannya dengan penggemar, tanpa penggemar, atau dengan 30%, 50%, atau 70% [penonton di stadion]. Tetapi secara teoritis, kami dapat menyelenggarakan Euro di 12 negara, 11, 10, tiga, atau di satu negara," dalih Caferin seperti dinukil dari Sports Illustrated.

Keraguan serupa mungkin juga akan timbul terkait gelaran Liga Champions dan Liga Europa musim ini yang juga melibatkan banyak pemain hilir mudik melintasi batas-batas wilayah negara di Eropa.

Sebab melihat kekacauan dalam sepekan terakhir di international break harusnya pihak klub dan otoritas terkait mulai mempertimbangkan agar kejadian yang sama tak terulang lagi. 

Jangan sampai persoalan ini berimbas pada kompetisi domestik yang selama ini telah kondusif dari faktor risiko klaster sepak bola. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun