Dalam pembukaan kontrak disebutkan bahwa "Olimpiade secara eksklusif adalah milik IOC yang memiliki semua hak......untuk organisasi, pementasan, eksploitasi, penyiaran, rekaman, representasi, reproduksi....diseluruh dunia selamanya."
Dalam kontrak tersebut ditegaskan bahwa IOC dapat mengakhiri dan menarik diri dari kota yang telah disetujui jika terjadi force majeur: kekacauan sipil, keadaan perang, bencana, boikot, atau alasan lain yang masuk akal dari IOC itu sendiri seperti kebijakan yang mengatur terkait keselamatan para peserta dalam permainan yang terancam bahaya serius dengan alasan apapun.
Seorang ahli penyakit menular dari Jepang, Kazuhiro Tateda, mengatakan sulit untuk menghilangkan Corona dalam waktu singkat. Butuh waktu panjang untuk memastikan penyebaran COVID-19 berhenti secara total.
"Virus ini tidak seperti flu yang menghilang dalam cuaca yang lebih hangat. Respons terhadap virus corona baru saya pikir akan berlanjut selama setengah tahun atau satu tahun," kata Tateda. Seperti dinukil dari CNN.
Sedangkan menurut Dr. Ahli Khan, seorang ahli epidemiologi dari University of Nebraska, menyatakan jika kegiatan yang mengundang dan mengumpulkan masa banyak seperti Olimpiade menjadi cara yang sangat mudah untuk menyebarkan penyakit ke seluruh dunia. Tidak melulu Corona, melainkan juga penyakit lainnya.
Sementara itu, dikutip dari AS, Jepang diprediksi bakal menelan kerugian sebesar 200 triliun jika olimpiade gagal dihelat. Bahkan, Dewan Audit Nasional Jepang menyebut negaranya telah menghabiskan dua kali lipat yang disebut oleh AS.
IOC Tak Ingin Mengambil Keputusan Spekulatif
Kerugian dan dampak yang akan dihadapi oleh dibatalkannya Olimpiade 2020 agaknya menjadi pertimbangan serius Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach.
Menurut pria berpaspor Jerman itu, IOC merasa tak perlu memasukkan opsi batal/penundaan untuk Olimpiade XXXII/2020 di Tokyo, Jepang. Sebab pilihan tersebut merupakan sesuatu langkah yang tidak bertanggung jawab untuk saat ini.
Dirinya pun menegaskan masih sangat dini untuk mengambil keputusan final mengingat masih ada waktu sekitar 4,5 bulan ke depan untuk menimang skenario alternatif.
“Tentu kami mempertimbangkan skenario-skenario alternatif, namun masih ada waktu 4,5 bulan,” ujar Bach. Seperti dinukil dari Skor Indonesia.