Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Deja Vu" Persib Era Arcan Iurie

20 November 2018   20:57 Diperbarui: 22 November 2018   07:11 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arcan Iurie, mantan pelatih Persib asal Moldova. (BUDI KRESNADI/JUARA.NET)

Pencarian kandidat juara akhirnya mulai mengerucut. Kepastian tersebut didapat setelah Persija memainkan laga tunda pekan ke-26 melawan Persela Lamongan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Selasa (20/11). Pasukan Laskar Joko Tingkir dibuat tak berkutik dengan skor 3-0 dihadapan 60.000 lebih Jakmania yang hadir. Oleh karena itu Persija Jakarta bersama PSM Makassar jadi tim paling konkrit mengangkat trofi musim ini.

Dengan hasil ini tim ibukota berhasil menghimpun 53 poin alias berhasil memangkas jarak poin dengan PSM menjadi satu poin saja sekaligus mempersulit skenario juara satu rivalnya: Persib Bandung. Ya, tim kebanggaan warga Jawa Barat itu mulai merelakan gelar juara setelah tergelincir di dua laga terakhir (kalah 0-1 lawan PSMS) dan menyerah 3-0 kala bertamu ke Semarang.

Memang, merosotnya performa Maung Bandung tak lepas dari faktor non teknis, seperti kita ketahui bersama sejak putaran kedua dimulai, tepatnya pasca meladeni tim bebuyutan (Persija Jakarta) mereka mendapatkan sanksi yang cukup serius dari Komdis.

Sejalan dengan itu, plan B yang disiapkan pelatih Mario Gomez pun tak berjalan dengan mulus. Dalam waktu singkat, tim yang pada paruh musim lalu memimpin klasemen dengan space 7 poin dari kompetitornya menurun ke peringkat tiga sementara. Dengan catatan poin mereka sama dengan Bhayangkara FC yang mengumpulkan 49 poin.

Hal demikian seakan-akan mengantarkan bobotoh menemui pengalaman retrospektif mereka. Suatu keadaan dimana bobotoh merasa familiar dengan kondisi yang dialami di Liga 1 2018, seolah-olah mereka pernah mengalami/melihat Persib dengan keadaan persis seperti sekarang ini. Pendeknya, mengalami frasa "deja vu" atau menurut bahasa Perancis memiliki arti "sudah pernah melihat".

Musim ini memaksa bobotoh memanggil kenangan bersama Arcan Iurie di tahun 2007. Banyak kemiripan selain sempat juara paruh musim. Persib musim ini pun sama seperti 2007 silam.

Mulai dalam hal jersey dengan setelan biru-putih-putih, sama dilatih oleh pelatih asing (Arcan Iurie 2007 dan Mario Gomez 2018), memiliki striker gress (Bekamenga-2007 dan Ezechiel-2018), memiliki bek asing baru (Pato Jimenez-2007 dan Malisic-2018), kolaborasi gelandang lokal-asing (Eka-Cabanas & Dedi-Inkyun), serta kesamaan terseok-seok dimusim sebelumnya.

Maka tak heran jika akhir-akhir ini kenangan 11 tahun lalu itu kembali aktif dan menjadi bahan obrolan yang bersifat nostalgia di daerah Bandung dan sekitarnya. Semua bobotoh kini mulai mengingat, meskipun dalam hal ini ada perbedaan dari segi "cara terpuruknya tim Persib".

Foto Dikutip dari Pikiran Rakyat.
Foto Dikutip dari Pikiran Rakyat.

Musim 2007 lebih kepada blunder manajemen dan staff pelatih sendiri dalam bursa transfer paruh musim. Sedang musim ini, Persib lebih dirugikan oleh faktor non teknis baik dari eksternal maupun internalnya sendiri.

Deja vu Musim 2007
Kalau saya tak salah ingat, Persib kala itu mengakhiri putaran pertama dengan melibas tim Macan Kemayoran tiga gol tanpa balas di Stadion Siliwangi, Selasa (24/04/2007). Hasil tersebut membuat rasa puas bobotoh berlipat ganda.

Pertama, Persib menutup putaran pertama dengan kemenangan. Kedua, menang telak dari musuh bebuyutan. Ketiga, Persib meraih juara paruh musim Wilayah Satu (Timur) Liga Djarum Indonesia 2007 dengan raihan 36 poin.

Persib membuka gol lewat tendangan keras Eka Ramdani dari luar kotak penalti yang gagal dijangkau oleh Evgeny Khmaruk. Gol yang sangat indah dan akan terus diingat oleh bobotoh.

Sedangkan dua gol lainnya dicetak oleh Cristian Bekamenga yang merupakan penyerang muda Persib paling mentereng musim itu dengan mencetak 17 gol dari 20 laga. Selain nama-nama pencetak gol, saya rasa bobotoh masih ingat betul dengan beberapa pilar penting lainnya.

Bagaimana kokohnya pertahanan yang digalang oleh Patricio Jimenez-Nova Arianto-Nyeck Nyobe, yang membuat gawang yang dijaga Tema Mursadat jarang sekali mendapatkan ancaman dari tim lawan. Kombinasi apik Eka Ramdani dan Lorenzo Cabanas di lini tengah, serta duet maut Redouanne Barkaoui dan Cristian Bekamenga di lini depan.

Dengan kualitas pemain dan soliditas di ruang ganti, ekspetasi bobotoh pun meninggi. Musim 2007 jadi momentum paling tepat untuk memutus dahaga gelar juara karena mungkin yang ada didalam benak pemain, staff pelatih, dan penggemar adalah tinggal bagaimana menjaga konsistensi di putaran pertama.

Bak petir di siang bolong, setelah Arcan Iurie melakukan perjudian dengan menukar slot legiun asing (Nyeck-Nyobe dengan Leontin Chitescu), tim melorot ke posisi lima dan dipastikan tak lolos ke babak delapan besar. Tentu pertimbangan pelatih berpaspor Moldova itu masuk akal, mengingat saat itu Eka Ramdani mulai sering dipanggil ke pemusatan tim nasional untuk persiapan Piala Asia 2007.

Sebagai gantinya, Arcan mengorbankan satu slot asing untuk menyiapkan plan B atas kekosongan yang ditinggal pemain asal Subang itu. Dan pilihan jatuh kepada Nyeck-Nyobe yang dilepas ke Persela Lamongan, sebab kedalaman pemain bertahan waktu itu cukup baik. Ada nama tenar macam Bayu Sutha, Nova Arianto, dan Patricio Jimenez.

Foto dikutip dari Pikiran Rakyat.
Foto dikutip dari Pikiran Rakyat.
Plan B yang dibuat Arcan Iurie berbuah malapetaka. Leo Chitescu tak bermain sesuai harapan dan lini belakang makin keropos. Lebih runyam lagi dialami para barisan penyerang khususnya Bekamenga. Terlepas dari lini kedua yang dipimpin Chitescu mengalami kemandekan.

Kehilangan Nyeck-Nyobe yang merupakan sahabat dan teman sekamar Bekamenga membuat sentuhan golnya menghilang. Dressing room Persib mulai chaos. Tak heran jika kemudian Arcan Iurie beserta Leo Chitescu dituduh sebagai biang keladi kegagalan Persib juara musim itu.

Rasa-rasanya, meskipun jalan ceritanya berbeda. Kalimat sarkas yang pernah dilontarkan beberapa bobotoh di media sosial; "Jangan ada Chitescu di antara Kita" atau "Gomez Jangan Dikasih Nomor Telepon Chitescu" di paruh musim 2018 ini menjadi bukti bahwa memori kelam itu masih menghantui, bahkan hari ini malah menjadi deja vu.

Faktor Non Teknis Persib Musim Ini

Pengulangan musim 2007 di musim ini tak lepas dari faktor non teknis eksternal maupun internal Persib sendiri. Terlalu klise rasanya membahas kembali sanksi komdis atas meninggalnya Haringga. Toh peristiwa tersebut hanya jalan awal yang sebetulnya masih bisa diantisipasi dengan plan B: menjaga kondusifitas tim dan menyiapkan plan B.

Sayang, Persib seolah larut dalam faktor non teknis yang datang dari eksternal tim. Pemain, pelatih, serta manajemen seperti tak sanggup keluar dari tekanan. Tak ada solusi di fase masa sulit yang dialami oleh tim.

Semua hanya merengek hingga masalah non teknis kian bercabang dari internal tim sendiri. Meski tim perlahan makin utuh, dressing room Persib kadung chaos musim ini.

Hal tersebut tak lepas dari tuduhan match fixing (pengaturan skor) saat lawan PSMS Medan. Beberapa pemain memang tampil dibawah standar saat tumbang lewat gol semata wayang Filipe Martins di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.

Kekeruhan di ruang ganti sulit ditutupi lagi kala Persib melawat ke markas tim Mahesa Jenar. Pemain yang dituduh menjual pertandingan ke tim papan bawah sengaja tak dicantumkan ke Semarang. Pelatih mengklaim jika pemain yang dimaksud mengalami kelelahan.

Isu tak sedap ini memang sudah beredar sejak lama dari mulut ke mulut para pewarta Persib. Sejak saat itu saya tak melihat ada tempat yang aman dari match fixing atau match manipulation. Sepakbola telah disusupi kejahatan terorganisir mulai dari level internasional sampai tarkam sekalipun. Kita bisa membuka skandal demi skandal yang pernah terjadi.

Kendati demikian, menuduh beberapa pemain dengan inisial SN, AI, dan PW melakukan kejahatan tersebut merupakan hal yang sangat keliru. Pertama, tidak ada bukti faktual mengenai hal itu. Kedua, para pemain yang dituduh sangat loyal ke Persib.

Oleh karena itu dirasa tak adil menghakimi pemain yang tengah berjuang, meskipun dari segi grafik mereka benar-benar menurun bukan berarti pemain tersebut terlibat skandal yang pernah mengguncang Italia pada tahun 2006 silam.

Benar atau tidak, kasus ini jadi pelengkap faktor non teknis yang menyengat Persib selama musim ini. Tentu saja, bobotoh berharap isu main sabun beberapa pemainnya tidak benar. Sebab hal tersebut hanya akan menambah uraian momen kelam Persib musim ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun