Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kombinasi Buffon-BBC, Identitas Italia dan Mental Juara

5 Mei 2017   10:50 Diperbarui: 5 Mei 2017   17:40 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa mengurangi rasa apresiasi terhadap pemain lain atau kerjasama tim, rasa-rasanya Gianluigi Buffon layak diberi penghormatan khusus di Liga Champions musim ini. Terakhir kali mantan kiper A.C Parma ini memungut bola dari gawangnya yaitu saat fase grup melawan Sevilla, kemudian ketika menghadapi Dinamo Zagreb, FC Porto, Barcelona, dan AS Monaco di Stade Louis II gawang Bianconerri aman dari kebobolan. Padahal, tim asuhan Leonardo Jardim itu merupakan tim terproduktif di Eropa, satu strip dibawah Lionel Messi dan timnya.

Penjaga gawang 38 tahun ini baru saja mengukir rekor demi rekor termasuk 100 penampilan di Liga Champions Eropa. Sulit mengejewantahkan permainan Buffon secara detail, yang pasti dia merupakan kiper terbaik abad ini yang tersisa dan masih berhasrat memenangi trofi perdana si kuping besar musim ini. Sekarang atau tidak sama sekali, agaknya kutipan itu yang mendorong para lansia di Juve bermain mati-matian disetiap laga.

Tak heran jika Buffon ditunjuk menjadi pusat komando tim di belakang trio BBC (Bonucci, Barzagli, Chielini) oleh allenatore Allegri, seperti diketahui BBC merupakan trio pertahanan paling kuat di Eropa hari ini, kombinasi Buffon dan trio BBC bukan saja krusial di klub asal Turin melainkan juga di Timnas Italia. Dulu ada pemain bernama Fabio Cannavaro, Paolo Maldini, dan Paolo Rossi sebagai pemegang kendali konsep catenaccio, sayang, mereka tidak pernah bermain di klub yang sama, bahkan ketiganya berbeda generasi.

Namun hari ini kita bisa melihat bagaimana jika Maldini, Cannavaro, dan Paolo disatukan dalam sebuah tim dalam wujud trio BBC. Bonnucci sebagai Cannavaro yang pandai membaca dan menyusun taktik permainan, Barzagli sebagai Paolo Rossi yang bermain elegan sebagai seorang bertahan, dan Chielini sebagai Maldini si pemilik nomor tiga yang punya motivasi untuk memegang kendali pertahanan.

Sedangkan, agak sedikit sulit membuat analogi untuk Buffon di bawah mistar dengan kiper masa lalu Italia lain, rasanya Gigi Buffon tetap nomor satu di negeri-nya bahkan di Eropa dan dunia sekalipun. Perpaduan sempurna Bufon dan trio BBC musim ini seolah menarasikan bahwa sepakbola itu tentang perlombaan siapa yang paling sedikit melakukan kesalahan, mereka dengan senioritasnya, sangat berpengalaman untuk menghindari kesalahan elementer. Jarang sekali kita mendengar seorang Buffon blunder yang kemudian merugikan timnya, atau diantara salah satu trio BBC yang melakukan gol bunuh diri? Tidak pernah, khususnya musim ini.

Selain pemain senior yang menjadi kunci, Bianconerri punya identitas Italia yang khas dalam merajut sukses musim ini, Allenatore bernama Antonio Conte merupakan dalang utama yang membangun fondasi tim dan identitas tim ini. Sekalipun Andrea Pirlo, Arturo Vidal, Carlos Tevez, dan Paul Pogba sudah angkat kaki dari Turin, Conte meninggalkan sebuah konsep permainan yang kemudian di sempurnakan oleh Massimiliano Allegri, itu yang paling penting.

Sejatinya Conte tidak membangun konsep melainkan mengembangkan konsep lama yang sudah ada yang bernama catenaccio (red: pertahanan grendel) namun atas pembaharuan Conte, jarang sekali kita mendengar cemoohan dari penikmat sepakbola dunia terhadap permainan catenaccio yang dikenal membosankan itu. Karena Conte memodernisasi konsep tersebut dengan permainan efektif, sederhana, dan militan.

Jika boleh menganalogikan lagi, Conte tak ubahnya Pep Guardiola di Barcelona yang mengembangkan konsep dari mendiang Johan Cruyff. Tiki-taka ala tim Katalunya itu bertahan turun menurun setelah disempurnakan oleh Pep, jadi siapapun pelatihnya Ia harus memahami identitas tim dan kalau bisa mengembangkan atau menyempurnakannya. Allegri menjadi ahli waris yang tepat saat ini di Turin.

Formasi baku tiga bek kadangkala di rotasi dengan empat bek atau bahkan lima bek, itu bisa terjadi dalam satu pertandingan. Transisi tersebut tak lepas dari mumpuni-nya kedalaman skuad Juve. Ketika bertahan Dani Alves dan Alex Sandro yang menempati pos wingback kiri-kanan turun ke belakang dengan cepat untuk kemudian membentuk formasi lima bek.

Transisi bertahan ke menyerang juga sama baiknya, Alves-Sandro over lap ke depan dan meninggalkan trio BBC di belakang. Namun, serangan tak akan bisa berjalan dengan baik jika Juve tidak memiliki gelandang elegan macam Claudio Marchisio, Sami Khedira, Pjanic, atau Juan Cuadrado. Taktikal tanpa melibatkan lini tengah tak ubahnya tulang yang keropos, tak berisi. Tak pelak jika Juve menyiapkan kaderisasi lini tengah sesuai dengan standarisasi Pirlo-Pogba-Vidal yang di masa jabatan Conte merupakan aktor utama.

Kabarnya, Juve juga tengah menyiapkan dana untuk merekrut Franck Kessie yang di cap sebagai Paul Pogba 2.0 di Serie A musim ini. Juventus merupakan klub yang sempurna di Italia beberapa tahun ini. Andrea Agnelli, Beppe Marotta, beserta jajaran pejabat elit di kubu Bianconerri memang tengah gencar mengumpulkan pemain terbaik bermental juara di Turin.

Dani Alves contohnya, beruntung sekali Allegri bisa mendapat servis pemain senior berpengalaman yang masih saja haus gelar, apalagi Juve mendapatkannya dengan cara free alias gratis tanpa biaya sepeser pun. Sami Khedira, Mario Mandzukic, dan jangan lupakan Paulo Dybala.

Para pemain anyar cepat menyatu dengan tim, karena fondasi yang dinamakan identitas tim tadi sudah sangat kental disini. Buffon-Trio BBC merupakan fondasi utuh konsep catenacio modern. Bisa ditarik benang merahnya dari kemewahan skuad Juve yang awalnya dibentuk secara sederhana ini oleh Conte, yakni pertahanan rapat, sayap aktif, lini tengah mengalir, dan finisher efektif.

Atas kinerja luar biasa Buffon dan trio BBC nyaris saja saya lupa bahwa Juve punya finisher seharga 90 juta euro atau 1.3 Trilliun rupiah asal Argentina, Gonzalo Higuain. Dua golnya ke gawang AS Monaco menjelaskan bahwa Ia layak dihargai selangit, data statistik menarasikan Higuain hanya memiliki dua peluang dan kesemuanya itu menjadi gol di leg pertama melawan AS Monaco. Perbedaan kegarangan daya gedor Monaco dan Juve hanya soal efektifitas.

Higuain di Napoli merupakan seorang pemain bermental juara, namun sayang, disana Ia tidak bisa bermitra dengan pemain lain. Sedikit sekali pemain bermental juara dalam tim Maurizio Sarri. Marek Hamsik, Jose Callejon, dan Lorenzo Insigne pun tidak cukup. Tapi di Juve? Ia bergabung dengan tim bermental juara yang pemain cadangannya pun haus akan trofi.

Bersama Gianluigi Buffon, trio BBC, Dani Alves, Khedira, Pjanic, Dybala, Mandzukic, Cuadrado, Sandro, Higuain, dan pemain lain yang terlahir sebagai pemburu trofi yang telah berkumpul di Turin hari ini, bukan tidak mungkin Juventus akan keluar sebagai yang terbaik di pentas tertinggi sepakbola Eropa musim ini. Buffon-Trio BBC, identitas Italia, dan Mental Juara yang dimiliki seharusnya sudah memunuhi syarat meraih si kuping besar musim ini. Seharusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun